BJ Habibie Meninggal Dunia

Kenangan Yusril Ihza Mahendra, 'Anak' Pembuat Pidato BJ Habibie, Jadi Pertama Sholatkan Jenazah

Kenangan Yusril Ihza Mahendra, sang 'anak' pembuat naskah pidato kepresidenan BJ Habibie saat menjabat sebagai Presiden RI ketiga.

TribunMataram Kolase/ Narasi TV/ Serambi Indonesia
Kenangan Yusril Ihza Mahendra pada BJ Habibie 

TRIBUNMATARAM.COM - Kenangan Yusril Ihza Mahendra, sang 'anak' pembuat naskah pidato kepresidenan BJ Habibie saat menjabat sebagai Presiden RI ketiga.

Yusril Ihza Mahendra menjadi salah satu orang yang paling kehilangan sosok BJ Habibie yang meninggal Rabu 11 September 2019.

Saat BJ Habibie masih menjabat sebagai Presiden RI ke-3, Yusril Ihza Mahendra yang bertugas sebagai pembuat naskah pidato suami Ainun tersebut.

Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra turut berduka cita atas meninggalnya Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie.

Yusril memilki kenangan tersendiri dengan Habibie sejak lama.

Asal Usul Panggilan Habibie dan Prestasi BJ Habibie yang Jadi Inspirasi, Bermula dari Guru Ngaji

BJ Habibie Wafat, Pemerintah Tetapkan 3 Hari Berkabung Nasional untuk Kibar Bendera Setengah Tiang

Sebelum BJ Habibie Wafat, Suami Ainun Tampak Menunggu Keluarga Komplit & Hembuskan Nafas Terakhir

Nangis di Rumah Duka, Reza Rahadian Kenang BJ Habibie Antarnya ke RS saat Jatuh di Lokasi Syuting

"Saya pribadi mulai bergaul rapat dengan BJ Habibie ketika beliau menjadi Menristek di zaman Presiden Soeharto.

Hubungan dengan beliau bertambah rapat ketika beliau menjadi Wakil Presiden," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (11/9/2019).

Yusril saat itu merupakan asisten Menteri Sekretaris Negara, yang salah satunya bertugas menyiapkan naskah-naskah pidato kepresidenan.

"Masih segar dalam ingatan saya, Reformasi 1998, yang mendorong Presiden Soeharto untuk berhenti dari jabatannya.

Pak Harto digantikan BJ Habibie dalam upacara sangat singkat di Istana Merdeka tanggal 21 Mei 1998," katanya.

Yusril mengatakan, dirinya saat itu berada dalam pusaran kemelut.

Setelah Habibie menjadi Presiden, Yusril pun bertugas menyiapkan pidato-pidato BJ Habibie.

"Hubungan kami jadi sangat dekat.

BJ Habibie memperlakukan saya sama seperti Pak Harto.

Karena usia saya masih sangat muda, saya diperlakukan seperti 'anak'.

Bukan diperlakukan sebagai staf Sekretariat Negara atau staf Kepresidenan," katanya.

Kini, BJ Habibie telah pergi. Yusril yang sempat berada di kamar jenazah RSPAD Gatot Soebroto duduk termenung menunggu jenazah Habibie selesai dimandikan.

"Saya termasuk gelombang pertama orang yang menyalatkan jenazah BJ Habibie.

Satu demi satu tokoh yang saya bergaul rapat dengan mereka kini telah pergi," katanya.

Di mata Yusril, Habibie merupakan sosok putra terbaik bangsa yang mendedikasikan hidupnya demi kemajuan bangsa dan negara.

Ia yakin seluruh jasa Habibie akan terus dikenang selamanya.

Seperti diberitakan, BJ Habibie meninggal dunia pada Rabu, pukul 18.03 WIB.

Menurut putra Habibie, Thareq Kemal Habibie, sang ayah meninggal dunia karena sudah berusia tua sehingga sejumlah organ dalam tubuhnya mengalami degenerasi. Salah satunya adalah jantung.

Habibie telah menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Soebroto sejak 1 September 2019.

Selama masa perawatan, Habibie ditangani tim dokter spesialis dengan berbagai bidang keahlian, seperti jantung, penyakit dalam, dan ginjal. (Kompas.com/ Dylan Aprialdo Rachman)

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2019/09/11/21480761/kenangan-yusril-si-anak-pembuat-naskah-pidato-bj-habibie

Asal Usul Panggilan 'Habibie' dan Prestasi BJ Habibie yang Jadi Inspirasi, Bermula dari Guru Ngaji

TRIBUNMATARAM.COM - Asal usul nama Habibie dan sederet prestasi suami Ainun yang menjadi sumber inspirasi.

BJ Habibie dikenang sebagai salah satu tokoh nasional yang memiliki segudang prestasi yang membanggakan Indonesia.

Rupanya, ada cerita unik di balik nama Habibie yang menjadi panggilan akrab BJ Habibie, berikut cerita lengkapnya.

Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, karena sakit yang dideritanya, Rabu (11/9/2019).

Rencananya prosesi pemakaman Habibie akan dilakukan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Kamis (12/9/2019) sekitar pukul 14.00 WIB.

 BJ Habibie Wafat, Pemerintah Tetapkan 3 Hari Berkabung Nasional untuk Kibar Bendera Setengah Tiang

 Sebelum BJ Habibie Wafat, Suami Ainun Tampak Menunggu Keluarga Komplit & Hembuskan Nafas Terakhir

 Nangis di Rumah Duka, Reza Rahadian Kenang BJ Habibie Antarnya ke RS saat Jatuh di Lokasi Syuting

 Rundown & Jadwal Lengkap Pemakaman BJ Habibie Hari Ini Kamis 12 September 2019 di TMP Kalibata

Acara pemakaman akan didahului dengan penyerahan jenazah dari keluarga kepada negara sekitar pukul 12.30 WIB.

Perwakilan pihak keluarga yang menyerahkan jenazah Habibie adalah putranya, yakni Thareq Kemal Habibie. Adapun perwakilan negara yang menerimanya, yakni Ketua MK Anwar Usman.

Selanjutnya, pemakaman akan dilakukan secara kemiliteran dengan dipimpin oleh Garnisun TNI.

Asal usul Habibie

Pada awalnya, BJ Habibie kerap disapa Rudy oleh keluarga dan teman-temannya. 

"Saat usia tiga tahun saya pandai membaca Quran karena sejak kecil sudah dibacakan ayat-ayat Quran oleh ayah saya," kata Habibie seperti dilansir Antara sewaktu peluncuran buku biografinya pada Oktober 2015 silam.

"Melihat saya mulai bisa baca Quran, orangtua saya memanggilkan guru mengaji untuk mengajari saya, kakak, dan adik saya, kami memanggilnya Kapten Arab," lanjutnya.

Guru ngaji berjuluk Kapten Arab itulah yang kemudian sering memanggilnya dengan sebutan Habibie.

"Saat dia panggil Habibie, semuanya nengok, tapi Kapten bilang, yang dimaksud Habibie adalah saya," lanjutnya.

Perjalanan Rudy menjadi Habibie, tertuang dalam buku biografinya yang ditulis Ginas S Noer, Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner.

Termasuk juga kisah yang mengharukan dari Rudy, saat itu ia masih remaja dan baru 40 hari ditinggal ayahnya meninggal, terpaksa dikirim ibunya menyeberang ke Pulau Jawa dari Parepare demi melanjutkan studi.

Pada saat itu, Rudy yang baru berusia 13 tahun mengaku sangat memahami pilihan ibunya untuk mengirimnya berlayar tiga hari tiga malam jauh dari keluarga.

"Saat itu ibu mengatakan, saya tidak mau melepasmu sendiri tapi saya harus melaksanakan agar kamu selalu nomor satu dan selalu menjadi panutan, kamu harus laksanakan tugasmu," papar Habibie dengan mata berkaca-kaca.

Berkat ketegaran ibunya tersebut, Rudy akhirnya dapat menjelma menjadi Habibie yang dikenal seperti saat ini.

Prestasi

Pada semasa hidupnya, Habibie juga pernah beberapa kali menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan saat masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Hal tersebut tidak terlepas dari keahliannya dalam bidang teknologi dirgantara dan Habibie memiliki gelar Prof Dr Ing yang disandangkan di bagian awal namanya.

Gelar tersebut ternyata menginspirasi banyak pihak, tidak terkecuali Hutomo Suryo Wasisto, ilmuwan diaspora Indonesia yang saat ini bermukim dan bekerja di Technische Universitat Braunschweig, Jerman.

Ito kecil bercita-cita dapat memiliki gelar seperti yang diperoleh Habibie, yakni Prof Dr Ing.

"Saya lihat di televisi dan koran, ingin ke Jerman dan punya gelar seperti BJ Habibie.

Waktu itu mimpinya sudah tinggi sekali.

Teman-teman bilang enggak usah mimpi tinggi-tinggi, susah, bahasa Inggris juga pas-pasan," ujar Ito, panggilan akrab Hutomo Suryo Wasisto, kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2019) di Jakarta.

Saat duduk di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Purbalingga, Ito selalu berhasil menempati peringkat pertama di antara teman-teman seangkatannya.

"Didikan orang tua menanamkan bahwa jangan lihat kita di mana.

Meski di daerah, tapi lakukan yang terbaik. Belajar keras," ucapnya.

Setelah lulus sekolah menengah pertama, Ito melanjutkan ke sekolah menengah atas di Yogyakarta dan terpilih menjadi siswa yang masuk kelas akselerasi.

Hal tersebut membuatnya hanya menempuh masa pendidikan selama dua tahun di SMA Negeri 3 Yogyakarta.

"Ada program kelas akselerasi, saya coba-coba aja dan diterima.

Dari ratusan siswa, yang diterima cuma tiga orang dan sekolahnya cuma dua tahun," kata pria kelahiran 7 September 1987 itu.

Ia pun melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada.

Tepatnya di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro.

Saat lulus, ia juga mampu keluar dan menjadi lulusan terbaik.

Tidak berhenti disitu, Ito berkeinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Ia mencoba memperoleh beasiswa di negara pilihannya dan cita-citanya sejak kecil yakni Jerman.

Dia mendaftar di RWTH Aachen University, Jerman.

Universitas untuk pengembangan teknologi melalui riset dan aplikasinya dalam dunia industri sekaligus mantan sekolah BJ Habibie.

Sayangnya, ia tidak berhasil diterima lantaran kampus tersebut meminta menyerahkan ijazah S1 sebagai syarat administratif, tetapi ijazahnya belum bisa langsung keluar sehingga harus menunggu selama satu semester.

Akhirnya, Ito mendapat tawaran dari seorang profesor dari Taiwan untuk program kuliah lewat pembiayaan dan perusahaan semikonduktor. I

a memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan menempuh studi di Asia University, Taiwan.

Ito mampu lulus sebagai lulusan terbaik dengan meraih GPA 92 dan menyandang predikat Outstanding scholar of semiconductor engineering industry R and D master degree.

Ia pun memperoleh gelar Master of Engineering in Computer Science and Information Engineering

"Saya jadi lulusan terbaik, dapat master degree award. Itu kelas spesial yang menggabungkan industri dengan universitas. Masalah yang dihadapi di industri dilempar ke universitas," tuturnya.

Setelah itu, tekad Ito untuk mewujudkan impiannya ke Jerman terus meluap. Dia akhirnya berhasil diterima sebagai scientific student sekaligus research assistant di negeri beribu kota di Berlin itu.

Ito dapat menempuh studi dan bekerja di Technische Universitat Braunschweig. Kota itu dikenal sebagai sister city Bandung.

Seiring berjalannya waktu, Ito mampu menghasilkan banyak journal paper yang mendasari dirinya untuk mendapat sejumlah penghargaan diantaranya Best Young Scientist Poster Award pada 2012 di Krakow, Polandia, dari Eurosensors.

Terdapat 45 journal paper yang berhasil ia terbitkan sejak tahun 2011 hingga 2019.

Hal tersebut membuat orang-orang Jerman di kampus merasa bingung bagaimana bisa dia melakukan hal itu.

"Tadinya saya diremehin, dibilang itu susah, enggak berhasil. Tapi, semakin diremehin dan ditantang, saya semakin ingin membuktikan bahwa saya bisa," tegas Ito.

Ito berhasil lulus dari studi S-3 dibidang nanoteknologi di Technische Universitas Braunschweig sejak 2010 hingga 24 Juni 2014 dan mendapatkan gelar Doktor-Ingenieur (Dr Ing) in Electrical Engineering, Information, and Physics dengan status Summa Cum Laude with distinction/honor.

"Waktu wisuda saya diumumkan jadi PhD terbaik. Umur saya waktu itu 26 tahun dan akhirnya saya meraih gelar Dr Ing seperti Habibie. Itu doktor teknik yang cuma ada di Jerman," imbuh Ito.

Atas prestasi yang mampu ia peroleh, Ito berhak menyadang status German permanent residency for high-qualified person dan menduduki posisi sebagai Reasearch Group Leader.

Dia bertanggung jawab di Laboratory for Emerging Nanometrology (LENA) dan Institute of Semiconductor Technology (IHT), di Technische Universitat Braunschweig, Jerman.

Bisa dikatakan bahwa kedudukan itu setara dengan asisten profesor di Amerika Serikat. Artinya, selain sebagai dosen, Ito mempunyai kelompok mahasiswa sendiri dan otoritas untuk menentukan arah pengembangan riset apa yang akan dilakukan.

Tak terasa, sudah sekitar 9 tahun dia tinggal di Jerman.

Status ilmuwan diaspora yang disandangnya sekarang membuatnya tidak bisa melupakan Indonesia sebagai tanah airnya. Ito ingin berkontribusi nyata.

(Sumber: Kompas.com/Erwin Hutapea)

Sumber : https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/12/075444065/asal-usul-nama-habibie-dan-prestasinya-yang-jadi-sumber-inspirasi?page=all

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved