Kilas Balik Hari Ini 9 Tahun yang Lalu, Banjir Bandang Wasior Duka Papua Barat, 150 Orang Hilang
Hari ini 9 tahun lalu, tepatnya 4 Oktober 2010, mungkin tak akan pernah luput dalam ingatan warga Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
TRIBUNMATARAM.COM - Hari ini 9 tahun lalu, tepatnya 4 Oktober 2010, mungkin tak akan pernah luput dalam ingatan warga Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Hari itu, 4 Oktober 2010 sekitar pukul 08.30, saat warga hendak memulai aktivitas, terdengar suara gemuruh bersama datangnya luapan air Sungai Batang Salai.
Bagaikan tsunami, banjir bandang menyapu bersih rumah di wilayah itu dan menewaskan 150 orang.
Sementara, 150 lainnya dinyatakan hilang.
Harian Kompas, 6 Oktober 2010, memberitakan, hujan terus mengguyur desa Wasior sejak hari Minggu, 3 Oktober 2010, hingga Senin dini hari.
Kondisi itu menyebabkan sungai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy itu meluap.
Rumah warga yang rata-rata semi permanen dari kayu hanyut dan runtuh akibat terjangan banjir.
• Cerita Pendatang yang Diselamatkan Warga Asli Papua Saat Kerusuhan di Wamena Pecah!
Hal inilah yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa.
Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Wondama menyebutkan, warga yang sudah ke luar rumah bergegas menyelamatkan diri ke perbukitan.
Sedangkan warga yang masih tinggal di dalam rumah, sebagian besar tak bisa menyelamatkan diri.
Pemberitaan Harian Kompas, 7 Oktober 2010, menuliskan, ribuan rumah rusak dan 8.000 warga mengungsi menuju Manokwari dengan kapal perintis.
Sementara itu, 7.000 jiwa masih bertahan menunggu kabar keluarganya yang hilang.
Infrastruktur hancur
Setitik cahaya lampu tak lagi terlihat di Wasior malam itu. Instalasi listrik rusak parah, aliran listrik dan jaringan komunikasi pun terputus.
Di posko pengungsian hanya mengandalkan lampu minyak tanah seadanya.
Jalanan tertimbun bebatuan dan lumpur setinggi orang dewasa, sehingga tak bisa dilewati kendaraan.
Tak ada jalur darat untuk menuju Kabupaten Teluk Wondama dari Manokwari.
• Jadi Korban Tewas Kerusuhan Wamena, Dokter Soeko Marsetiyo Punya Alasan Haru Abdikan Diri di Papua
Lapangan terbang yang digenangi oleh banjir juga memutus jalur udara menuju Wasior.
Satu-satunya jalan menuju daerah itu adalah jalur laut yang harus ditempuh selama 10 jam perjalanan dari Manokwari dengan menumpang armada patroli Angkatan Laut atau kapal pengangkut kayu.
Apa penyebab banjir bandang ini?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat itu, mengatakan, bencana banjir di Wasior karena curah hujan tinggi.
Menurut dia, banjir ini bukan karena pembalakan liar, seperti dugaan yang sempat muncul.
Dikutip dari Harian Kompas, 8 Oktober 2010, Juru Kampanye Air dan Pangan Eksekutif Nasional Walhi, M Islah, mengatakan, pembalakan hutan di Papua Barat dimulai sejak awal 1990-an.
Meski pembalakan sempat terhenti pasca pelanggaran berat HAM di Wasior pada 2001, pembalakan hutan kembali berlanjut.
"Akumulasi kerusakan hutan itu yang menyebabkan banjir bandang," kata Islah.
• Dhandy Dwi Laksono Ditangkap Tengah Malam Terkait Kasus di Papua dengan Tuduhan Menebarkan Kebencian
Sementara itu, Ketua Institus Hijau Indonesia (IHI) Chalid Muhammad menyebutkan, perusakan itu terjadi secara legal.
Hal itu disebabkan oleh penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK).
"Pada 2009, pemerintah menerbitkan IPK di Papua Barat seluas 3,5 juta ha, termasuk izin menebang 196.000 ha di Kabupaten Teluk Wondama," kata Chalid, seperti diberitakan Kompas.com.
Berdasarkan penlitian IHI dan Yappika pada awal 2010, deforestasi hutan di Papua Barat pada 2005-2009 mencapai 1 juta hektar atau berkisar 250.000 hektar per tahun.
Selain itu, 6,6 juta hektar hutan primer dan sekunder Papua Barat terkepung Hak Pengusahaan Hutan (HPH), tambang, dan perkebunan.
Seperti diberitakan Harian Kompas, 14 Oktober 2019, Peneliti Bidang Ekologi Manusia Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Fadjri Alihar mengatakan, pemerintah terkesan tidak mau disalahkan atas kejadian ini. (Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh/Inggried Dwi Wedhaswary)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Bencana Banjir Bandang Wasior, Papua Barat, 150 Orang Meninggal Dunia"

Fakta Tragis Kerusuhan Wamena Papua, 32 Korban Tewas Banyak Ditemukan Terbakar dengan Puing Rumah
TRIBUNMATARAM.COM - Fakta tragis kerusuhan di Wamena, 32 korban tewas kebanyakan ditemukan terbakar di puing-puing rumah.
Korban kerusuhan di Wamena bertambah menjadi 32 korban tewas hingga Rabu (25/9/2019).
Tragisnya, kebanyakan korban tewas dalam kerusuhan di Wamena, Papua ditemukan hangus terbakar beserta puing-puing rumah mereka.
Korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terus bertambah.
Pada Rabu (25/9/2019), aparat TNI-Polri kembali menemukan 4 jenazah yang terbakar saat terjadi amukan massa.
"Total sudah 32 korban tewas sampai malam ini.
• Korban Kerusuhan Wamena Tambah Jadi 30 Orang, Gubernur Papua Minta Kedaulatan Papua Tak Lagi Diusik
• Fakta Lengkap Kerusuhan di Wamena, Kronologi Awal yang Dipicu Kabar Hoax
• Papua Kembali Ricuh, Kerusuhan Pecah di Wamena Demonstran Bersikap Anarkis
Yang ditemukan hari ini terbakar, ditemukan di puing-puing rumah," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Candra Dianto, melalui sambungan telepon, Rabu (25/9/2019) malam.
Ia mengakui, sebagian besar korban tewas ditemukan dalam keadaan hangus terbakar, yang lainnya ada yang terkena sabetan benda tajam, panah, dan juga luka akibat benda tumpul.
Candra menyebut, belum semua lokasi amukan massa pada 23 September 2019 lalu telah disisir oleh aparat.
"Sementara sudah 75 sampai 80 persen yang disisir, banyak sekali kerusakan," katanya.
Oleh karena itu, ia meyakini masih ada korban tewas yang belum ditemukan.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Papua Lukas Enembe menyampaikan duka yang mendalam atas peristiwa itu.
"Pemerintah Papua dan masyarakat Papua mengucapkan bela sungkawa atas kejadian yang terjadi pada hari Senin (23/9/2019)," ujar Lukas setelah mengunjungi para korban kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu (25/9/2019).
Aksi unjuk rasa siswa di Kota Wamena, Papua, Senin (23/9/2019), berujung rusuh.
Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat.
Unjuk rasa yang berujung rusuh itu diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswanya di Wamena.
Sementara Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar atau hoaks.
Rudolf mengklaim kepolisian sudah mengkonfirmasi isu tersebut dan memastikannya tidak benar. (Kompas.com/Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi)