Jadwal Lengkap Fenomena Hari Tanpa Bayangan, Cek Tanggalnya untuk Mataram NTB!
Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Indonesia yang telah dimulai sejak bulan September masih berlanjut hingga Oktober ini.
TRIBUNMATARAM.COM - Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Indonesia yang telah dimulai sejak bulan September masih berlanjut hingga Oktober ini.
Beberapa ibukota yang sudah mendapatkannya di bulan ini termasuk Palembang (1 Oktober 2019), Banjarmasin (2 Oktober 2019), Bengkulu, Ambon dan Kendari (3 Oktober 2019), Makassar (6 Oktober 2019) dan Bandar Lampung (7 Oktober 2019).
Besok, yakni pada tanggal 9 Oktober 2019), kulminasi utama hari tanpa bayang akan terjadi di Jakarta Pusat pada pukul 11.40.05 WIB dan Serang pada pukul 11.42.47 WIB.
Jadwal untuk waktu kulminasi utama di ibukota provinsi berikutnya adalah:
- Bandung pada 11 Oktober 2019 pukul 11.36.27 WIB
- Semarang pada 11 Oktober 2019 pukul 11.25.06 WIB
- Surabaya pada 12 Oktober 2019 pukul 11.15.46 WIB
- Yogyakarta pada 13 Oktober 2019 pukul 11.24.53 WIB
- Denpasar pada 16 Oktober 2019 pukul 12.04.49 WITA
- Mataram pada 16 Oktober 2019 pukul 12.01.16 WITA
- Kupang pada 20 Oktober 2019 pukul 11.30.34 WITA
Untuk kulminasi utama di kota-kota lainnya, Anda dapat melihat pada link BMKG ini.
• Viral Fenomena 4 Gunung yang Dikelilingi Awan Berbentuk Topi, Ini Penjelasannya
Hari tanpa bayangan
Astronom amatir, Marufin Sudibyo, menjelaskan kepada Kompas.com bahwa hari tanpa bayangan adalah suatu hari bagi suatu tempat tertentu di mana obyek yang berdiri tegak akan kehilangan bayang-bayangnya manakala Matahari mencapai titik kulminasi atas (istiwa') atau dalam kondisi transit.
Dilansir dari siaran pers BMKG, fenomena ini terjadi karena bidang ekuator atau rotasi Bumi tidak tempat berimpit dengan bidang ekliptika atau revolusi Bumi.
Alhasil, posisi Matahari dari Bumi akan terlihat berubah terus sepanjang tahun antara 23,5 derajat LU sampai dengan 23,5 derajat LS. Hal ini disebut sebagai gerak semu harian Matahari.
Dikarenakan posisi Indonesia yang berada di sekitar ekuator, maka kita pun bisa mengalami kulminasi utama di wilayah Indonesia dua kali dalam setahun, ketika Matahari berada di khatulistiwa.
Untuk diketahui, pada tahun ini Matahari tepat berada di khatulistiwa pada 21 Maret 2019 pukul 05.00 WIB dan 23 September 2019 pukul 14.51 WIB. (Kompas.com/Shierine Wangsa Wibawa/Shierine Wangsa Wibawa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadwal Lengkap Hari Tanpa Bayangan Oktober, dari Jakarta, Surabaya sampai Denpasar"

Viral Fenomena 4 Gunung yang Dikelilingi Awan Berbentuk Topi, Ini Penjelasannya
TRIBUNMATARAM.COM - Sejumlah warganet mengunggah foto yang menampilkan fenomena gunung bertopi awan yang nampak di dekat daerah mereka baru-baru ini.
Salah satunya seperti unggahan dari akun Twitter Merapi News, @merapi_news yang mengunggah empat foto gunung bertopi awan, yakni Gunung Lawu, Gunung Merapi, Gunung Arjuno, dan Gunung Merbabu.
Sebelumnya, sekumpulan awan yang membentuk topi juga terjadi di puncak Gunung Lawu pada Kamis (3/10/2019) sekitar pukul 05.22 WIB dan menjadi perbincangan di media sosial.
"Tidak hanya Gunung Lawu, tapi Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Arjuno juga diselimuti awan lenticular di puncaknya tadi pagi," tulis akun Merapi News dalam twitnya.
Menanggapi keseragaman fenomena awan topi yang terbentuk di waktu yang sama ini, astronot amatir Marufin Sudibyo menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi karena gunung menghadapi terpaan angin lokal.
"Awan ini disebut awan lentikular. Mereka terbentuk bersamaan karena pada saat yang sama, gunung-gunung itu menghadapi terpaan angin lokal pada situasi udara yang relatif lembab dan bersuhu lebih dingin," ujar Marufin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/10/2019).
Marufin mengungkapkan, awan lentikular merupakan awan stasioner (tak bergerak/menetap di satu tempat) yang terbentuk saat aliran udara menubruk satu penghalang besar, sehingga membentuk pusaran stasioner.
Adapun penghalang yang dimaksud bisa berupa puncak gunung, bisa berupa kawasan dengan tekanan udara lokal lebih tinggi.
"Di pusaran itulah awan terbentuk, yang bisa bertahan mulai beberapa jam hingga berhari-hari kemudian," ujar Marufin.
• Berkah Wisata Negeri di Atas Awan Gunung Luhur Viral, Warga Sekitar Kantongi Jutaan Rupiah per Hari
Pertanda badai
Tak hanya itu, Marufin juga mengungkapkan bahwa pada umumnya awan lentikular terbentuk saat pagi hari atau sore hari, di mana udara cenderung lebih dingin.
Namun, awan lentikular pun bisa terjadi pada siang hari asal kondisi pembentukannya terpenuhi.
Kemudian, ia menyampaikan bahwa suhu dingin ini tidak ada batasan ketat, selama udara tersebut lebih dingin dari kadar normal.
"Karena lebih dingin, jadi lebih mudah berkondensasi (mengembun)," ujar Marufin.
Selain itu, Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan, awan jenis lentikular atau altocumulus lenticular ini dapat berada pada lokasi yang sama dalam periode yang lama.
Sebab, adanya dukungan udara yang naik di atas pegunungan secara berkelanjutan yang terkondensasi dan menghasilkan awan.
Meski terlihat indah, awan lentikular dinilai berbahaya.
Pasalnya, kehadiran awan ini di puncak gunung menandakan sedang terjadi embusan angin setaraf badai.
Bagi pesawat, pusaran angin yang membentuk awan lentikular ini berbahaya, karena bersifat turbulance yang membuat pesawat terguncang hingga kehilangan altitude dengan cepat.
Meski begitu, Agie mengungkapkan bahwa fenomena ini tidak berbahaya bagi pendaki, karena tidak terjadi badai di sekitar awan tersebut.
Tetapi, ia mewaspadai suhu udara yang cenderung lebih dingin dari biasanya menjadi salah satu penyebab pembentukan awan lentikular ini. (Kompas.com/Retia Kartika Dewi/Sari Hardiyanto)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fenomena Topi Awan yang Terjadi Serentak di 4 Gunung, Ada Apa?"