Maraknya 'Human Trafficking' di NTT, Banyak Korban Perdagangan Manusia Anak dari Keluarga Miskin
Belum termasuk tenaga kerja ilegal yang jumlahnya capai puluhan ribu orang. Para TKI ilegal itu sebagian besar merupakan korban perdagangan manusia.
Yang Agustina ingat, Metilia hanya menelpon pada 2004 dan hingga kini tak pernah memberi kabar kepada keluarga tentang kondisi dan lokasi di mana dia bekerja saat ini
“Saya sekarang bingung harus buat apa karena tidak tahu siapa yang membawa Metilia ke Jakarta, sehingga mau lapor polisi pun saya tidak punya bukti kuat. Saya sekarang hanya pasrah saja, apalagi suami saya juga sudah meninggal tahun 2003 lalu. Walaupun begitu saya masih optimis suatu saat anak saya pasti kembali ke kampung,” jelas Agustina dengan mata berkaca-kaca.
Agustina berharap, suatu hari kelak anaknya bisa kembali ke rumah. Meski sudah lama tak bersua, Agustina rupanya masih menyimpan kerinduan yang mendalam pada Metilia.
• Fakta Miris Bocah SMP di Kupang NTT Bunuh Diri, Menyesal Tak Bisa Bunuh Ayah yang Sudah Bunuh Ibunya
Dibawa kabur calo
Usai menggali informasi di Desa Fatukoko, kami berempat lalu kembali dan bergerak menuju Desa Bonleu, Kecamatan Mollo Utara.
Di Desa Bonleu yang berada di bawah kaki Gunung Mutis (Gunung tertinggi di Pulau Timor), kami menemui seorang warga bernama Welmince Fallo
Welmince Fallo bercerita, soal anaknya Dina Mariana Fallo yang hilang sejak 21 April 2015.
Menurut Welmince, putri sulungnya menghilang dari rumah saat dirinya bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Mendengar kabar anaknya raib dari rumah, dia segera meminta izin majikannya untuk kembali ke Indonesia pada Mei 2015 silam.
“Saya sudah bekerja di Malaysia sejak tahun 2007 dan setiap tahun saya selalu izin pulang libur ke kampung. Anak saya ada dua orang dan Dina ini anak pertama, sedangkan adik laki-lakinya saat ini masih kelas VI SD Bonleu,” jelas Welmince.
Dina sempat menghubungi Welmince lewat telepon genggam. Saat itu, sang ibu dalam perjalanan menuju kampung halaman Soe, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS).

Waktu berbicara jarak jauh dengan dirinya, anaknya Dina tengah berada di Surabaya. Tetapi percakapan berlangsung singkat lantaran telepon genggam Dina direbut oleh seorang pria.
Pria itu menjelaskan ke Welmince kalau Dina akan diperkerjakan dengan baik. Si pria yang tak menyebutkan namanya itu tak menjelaskan kapan dan di mana Dina akan bekerja. Tetapi sejak itu, nomor selular Dina anaknya tak lagi bisa dihubungi.
Setiba di kampung, Welmince segera berembuk dengan keluarga. Termasuk mencari tahu dari tetangga mengenai keberadaan Dina.
Titik terang mengenai keberadaan Dina muncul saat anak perempuan bernama Marlis Tefa dideportasi dari Malaysia. Marlis dikembalikan lantaran tak memiliki dokumen resmi, saat menjadi TKI di negeri jiran itu.
Kepada keluarga Welmince, Marlis mengatakan kalau Dina bekerja di Malaysia bersama dirinya.
Mereka berdua bersama anak-anak perempuan lain direkrut oleh tiga calo Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia di Kupang. Ketiga calo itu yakni berinisial MO, AM dan RT
Bersama orang tua Marlis dan keluarganya, Welmince melaporkan tiga orang calo ke Kepolisian Sektor Mollo Utara pada akhir April 2015.
Kasus tersebut telah diproses oleh polisi dan tiga calo itu telah divonis tiga tahun penjara oleh pengadilan setempat dan sudah mendekam di Rutan Soe, TTS.
• Maksud Hati Mencari Nafkah di Malaysia, TKI Asal NTT Pulang dalam Kondisi Tinggal Potongan Tubuh
Calo incar anak perempuan keluarga miskin
Welmince hanyalah satu dari sedikit orang tua yang berani melaporkan kasus kehilangan anak ke kepolisian. Sebab orang tua lainnya tak berani melapor ke polisi karena takut dan juga rasa sungkan.
Jumlah anak perempuan yang menghilang dari rumah di TTS tak sedikit. Di Desa Bonleu, selain Dina Mariana Fallo dan Marlis, ada juga Yetri Liem, Serli Liem, Silpa Fallo, Vony Fobia dan Ida Ola.
Dari penelusuran Kompas.com pada empat desa di tiga kecamatan di TTS, anak-anak perempuan meninggalkan rumah karena termakan bujuk rayu para calo perusahaan pengerah jasa tenaga kerja.
Para calo berkeliaran di desa-desa miskin TTS untuk merekrut calon TKI. Semua anak-anak perempuan yang terekrut pun harus bekerja secara ilegal di luar NTT dengan dokumen yang dipalsukan.
Berbagai cara ditempuh para calo untuk merekrut calon TKI. Umumnya mereka mengincar anak perempuan belia dari keluarga miskin.
Ada juga calo yang menyerahkan sedikit uang alias “uang sirih pinang” kepada orang tua agar mengizinkan anaknya bekerja menjadi TKI di luar negeri. Rata-rata besaran uang sirih pinang yang diberikan berkisar Rp 1,5 juta – Rp 5 juta.
Sementara jika orang tua tetap berkeras menolak, para calo membawa kabur anak-anak perempuan dengan iming-iming diperkerjakan di tempat layak dengan gaji yang tinggi. Iming-iming lainnya adalah hidup mewah.
Saat ini, Kabupaten TTS menjadi daerah strategis untuk para calo memburu calon TKI. Sebabnya, di daerah ini termasuk banyak keluarga yang miskin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2014, jumlah penduduk miskin di Kabupaten TTS mencapai 124.010 atau 27,53 persen dari total jumlah penduduk 456.152 jiwa.
Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, pendapatan per-kapita warga TTS berkisar Rp 2 juta lebih, dengan penghasilan rata-rata per keluarga mencapai Rp 1,5 juta per bulannya.
Sebagian besar warga di kabupaten TTS bekerja sebagai petani penggarap lahan.
• Tetangga Dibuat Tak Percaya Gara-gara Lihat Perlakuan Sarwendah ke Betrand Peto saat Pulang ke NTT
Pengakuan calo perekrut TKI ilegal

Seorang calo berinisial RT, yang diwawancarai Kompas.com di Soe, membantah kalau dirinya terlibat dalam kasus perdagangan anak dibawah umur.
RT mengaku, direkrut secara resmi oleh salah satu PJTKI di Kota Kupang.
Menurut RT, sebagai calo dirinya dijanjikan uang sebesar Rp 1 juta untuk satu orang calon TKI oleh perusahaan PJTKI.
Namun, ketika dia berhasil merekrut Dina Mariani Fallo dan Marlis Tefa, uang yang dijanjikan perusahaan tak juga diterimanya sampai dirinya sekarang mendekam di penjara.
Dia mengaku merekrut anak-anak perempuan sekadar menolong. Anak-anak perempuan ini, ucap RT, meminta pekerjaan karena mengaku sulit mendapatkan uang di kampung.
Desak Gubernur NTT untuk bertindak
Relawan Jaringan Solidaritas Anti Perdagangan Orang NTT dan Peneliti di IRGSC, Ardy Milik, mendesak Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, agar lebih fokus mengatasi masalah perdagangan manusia di NTT.
"Mengenai persoalan perdagangan orang. Kita menyangsikan kebijakan pemerintah NTT yang inkonsisten. Satu sisi hendak menindak tegas pelaku perdagangan orang, tetapi hingga kini tidak ada kejelasan penanganannya," kata Ardy.
Hal itu disampaikan Ardy, menyusul sejumlah pernyataan kontroversi yang disampaikan Viktor dalam berbagai kesempatan.
Menurut Ardy, ada beberapa masalah krusial yang menghantui NTT yang merupakan warisan dari kepemimpinan sebelumnya.
Masalah tersebut yakni tingkat ketiga terkorup, pendidikan terendah, provinsi termiskin, provinsi darurat perdagangan orang, angka kematian ibu, dan anak yang tinggi dan krisis air.
Menurut Ardy, Viktor harus menentukan strategi yang tepat dalam menanggulangi masalah itu selama periode kepemimpinannya.
Namun, Ardy menyebut masalah itu tidak akan bisa selesai begitu saja. Ia berharap, pemerintah fokus pengatasan yang melibatkan para pihak lintas sektoral, tidak sebatas hanya mendengar tim ahli, tapi tidak ada kebijakan berarti.

Semisal, nasib moratorium tambang dan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia asal NTT hingga kini tidak ada kejelasan.
Ardy mengatakan, jumlah korban perdagangan manusia makin tinggi, akibat migrasi non prosedural berpuluh tahun lampau.
Pihaknya mencatat sedikitnya 2.000 kasus perdagangan orang. Anehnya, ada rencana mengirim 1.000 orang untuk menjadi pekerja di kebun kelapa sawit di Malaysia.
"Ada apa di balik ini? Kita mencurigai adanya kepentingan inventasi plus eksploitasi manusia yang dikirim dan okupasi lahan lahan strategis yang ditinggalkan," ujar Ardy.
"Sementara kita tahu bahwa ada 95.751 pekerja migran Indonesia (Migrant Care 2016-2017) di Malaysia, kemungkinan korban asal NTT di Malaysia akan berdatangan sampai 40 tahun ke depan," sambungnya.
Ardy menjelaskan, pada usia satu tahun kepemimpinan Gubernur Viktor dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi, masyarakat sipil berharap visi dan misi harus dijalankan tidak sebatas jargon tegas dan pernyataan kontroversial.
Pernyataan kontroversi oleh Gubernur NTT, seolah olah hendak menyelesaikan semua, tapi hanya selesai dalam citra yang tegas tidak menyentuh akar soal.
Karena itu, pemerintah NTT harus melibatkan para pihak lintas sektor dan mengakomodir kajian yang sering dihelat akbar di hotel berbintang.
Kebijakan yang mampu menanggulangi kemiskinan, korupsi, perdagangan orang, krisis air dan stunting yang tinggi di NTT.
• Cerita Pria Asal NTT Berhenti Kuliah di Akhir Semester, Kini Sukses Ternak Babi Beromzet Milyaran
Upaya maksimal
Secara terpisah, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, mengaku prihatin atas banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal dunia di Malaysia.
Dia menyayangkan warga NTT memilih menjadi TKI ilegal di luar negeri karena menjadi TKI ilegal tidak mendatangkan keuntungan bagi para pekerja itu sendiri.
"Ini kan akibat mereka yang mau menjadi TKI ilegal. Jadi kalau mereka meninggal di sana, ya sudah kita tinggal kubur saja mereka, mau apalagi," kata Viktor kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Viktor mengaku, pihaknya selama ini kesulitan mendeteksi keberadaan TKI ilegal asal NTT, baik yang bekerja di Negeri Jiran maupun di luar negeri.
"Mereka kan TKI ilegal. Kita tidak tahu mereka tinggal di mana. Kalau tidak terdata, bagaimana kita mau tahu keberadaan mereka," ujarnya.
Menurut dia, kebanyakan TKI ilegal yang dikirimkan ke luar negeri kerap menjadi korban human trafficking. Kasus meninggalnya TKI ilegal tidak akan berhenti dari tahun ke tahun.
"Polisi Malaysia saja kewalahan karena saat dikejar, mereka terus menghindar dan kabur ke hutan," ujarnya.
Dia mengaku, guna menekan kasus human trafficking terjadi pada pekerja asal NTT, pihaknya akan berkoordinasi dengan BNP2TKI dan Kementerian Ketenagakerjaan.
"Sekarang ini kita tidak tahu sehingga kita tunggu saja kalau dia hidup makmur dan sejahtera kita ucapkan syukur alhamdulilah. Kalau meninggal ya kubur. Mau apa lagi, karena tidak ada upaya lain," ujar Viktor. (Kompas.com/Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere/Aprillia Ika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menguak "Human Trafficking" di NTT: Berkedok Uang Sirih Pinang, Incar Anak Keluarga Miskin"