Penjelasan Ular Kobra Banyak Muncul di Akhir Tahun 2019 Ini, Akibat Kemarau Panjang
Meningkatnya jumlah temuan ular kobra di Indonesia disebabkan kemarau berkepanjangan yang terjadi di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek.
"Kesalahan si satpam ini dia tidak mengenali jenis ular tersebut, apakah berbisa atau tidak.
Yang kedua dia tidak tau first act, penanganan awal yang benar," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Tidak hanya itu, mitos-mitos yang berkembang di masyarakat terkait penanganan pertama ketika digigit ular selama ini hanya berdasarkan mistis, bukan medis.
• Di Tengah Kabar Kehamilan, Syahrini Dapat Kado dari Mama Mertua, Bukti Cinta Ibu Reino Barack
• Sikap Tegas Perusahaan Kosmetik Ini untuk Ahn Jae Hyun, Diputus Kontrak & Hapus Semua Fotonya
• Begitu Kalem, 5 Zodiak Ini Tak Suka Mengumbar Kemesraan di Medsos,Taurus Diam-diam Juga Romantis Kok
• Simpang Siur Ancaman Balik Hotman Paris Pada Farhat Abbas, Andar Situmorang: Hotman Mana Laporannya?
• Rizal Armada Umumkan Kelahiran Anak Pertamanya, Ungkap Nama dan Harapan untuk Sang Putra
"Di indonesia ini semua orang pakai diikat, disedot, ditempeli batu hitam, disuruh minum cuka dan Ajinomoto. Jadi sebelumnya first act orang indonesia itu salah semua karena mengandung mistis, bukan medis," ungkapnya.
Padahal menurut Tri, riset Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa bisa ular tidak menyebar melalui pembulu darah, tetapi melalui kelenjar getah bening.
"Karena tidak lewat pembuluh darah, maka diikat salah. (Jika) disedot (maka) salah," lanjutnya.
Oleh karenanya, jika seseorang tergigit ular berbisa, maka yang perlu dilakukan adalah imobilisasi.
Jika banyak bergerak, maka bisa ular tersebut akan menyebar ke seluruh tubuh.
"Imobilisasi itu dibuat tidak bergerak seperti patah tulang.
Jadi dikasih dua kayu dari ujung jari sampai pangkal sendi," ucapnya.
Imobilisasi dilakukan agar otot tidak bergerak.
Jika otot disekeliling area yang terkena racun itu bergerak, maka bisa pun akan ikut tersebar.
Setelah dilakukan imobilisasi, langkah selanjutnya adalah dibawa ke dokter untuk segera dilakukan penanganan lanjutan.
Menurutnya, setelah 24 sampai 48 jam tidak menjadi fase sistemik, maka tidak membutuhkan antivenom (antiracun) karena tubuh akan mengeluarkan racun itu dengan sendirinya. (Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh)