100 Hari Kepemimpinan Jokowi & Maruf Amin, Gebrakan Para Menteri yang Menuai Pro dan Kontra
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah memerintah selama 100 hari, banyak hal yang sudah dilakukan Jokowi dan para menterinya.
Contoh berikutnya adalah Yasonna Laoly yang menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDI-P.

Konflik kepentingan antara jabatan Yasonna tersebut dan tugasnya sebagai Menkumham kemudian tampak nyata dalam kasus dugaan suap yang melibatkan eks calon legislatif PDI-P Harun Masiku dan eks komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Yasonna bahkan dianggap sejumlah pihak dapat dikenakan pasal tentang perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana tertuang dalam UU Tindak Pidana Korupsi.
Ia diduga sengaja memanipulasi keberadaan Harun Masiku.
Baca juga: Dianggap Rintangi Kasus Harun Masiku, Yasonna Salahkan Sistem Keimigrasian
Dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan Yasonna itu kemudian dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK tengah mendalami laporan tersebut.
Selanjutnya, selain Airlangga dan Yasonna yang punya jabatan strategis di partai, ada Johnny G Plate yang menjabat sebagai Sekjen NasDem dan Suharso Monoarfa yang menjabat sebagai Plt Ketua Umum PPP.
Kemudian, Edhy Prabowo menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
Pro dan kontra kebijakan
Selama 100 hari menjabat, pro dan kontra mewarnai sejumlah kebijakan yang diambil para menteri dari kalangan parpol ini.
Salah satunya adalah kebijakan penghapusan tenaga honorer yang dinyatakan Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo.
Ia mengatakan pemerintah akan menghapus tenaga honorer secara bertahap hingga selesai pada 2023.
• Tanggapi Perbedaan Sikap Menteri Tangani China Masuk Perairan Natuna, Jokowi Angkat Bicara
"Pemerintah mulai 2018 sudah melakukan penyaringan termasuk tes ulang kembali, mana-mana yang bisa memenuhi standar.
Bagi (tenaga honorer) yang tidak memenuhi standar pun pemerintah akan berupaya melalui pemda dengan membuka program pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)," kata Menpan RB Tjahjo Kumolo di Batang, Jawa Tengah. Kamis (23/1/2020).
"Jangan sampai (bagi tenaga honorer) karena faktor usia yang tidak memungkinkan menjadi aparatur sipil negara (terabaikan), tetapi tetap akan diperhatikan," ujarnya.
Kebijakan tersebut telah melalui persetujuan dengan Komisi II DPR. Rencana penghapusan tenaga honorer itu mengacu pada UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan PPPK.