Virus Corona
Curhatan Pemudik Terkatung-katung di Pelabuhan NTB, 'Kami Cuma Mau Pulang, Bukan Bawa Penyakit'
Curhatan pemudik terlantar di pelabuhan Sape, NTB, kapal tak beroperasi, puluhan orang terkatung-katung.
TRIBUNMATARAM.COM - Curhatan pemudik terlantar di pelabuhan Sape, NTB, kapal tak beroperasi, puluhan orang terkatung-katung.
Tak lagi memiliki uang, para pemudik asal Bali, Mataram, hingga Bima, NTB hanya bisa memohon belas kasihan kepada pemerintah untuk mengizikan mereka pulang ke kampung halaman.
Puluhan pemudik ini memutuskan kembali ke kampung lantaran sudah tidak memiliki penghasilan di kota.
Sudah berhari-hari puluhan warga NTT yang hendak pulang kampung masih tertahan di Pelabuhan Sape, NTB.
• Duduk Perkara Pemudik Tergeletak di Jalan setelah Sesak, Ternyata Tak Diturunkan Paksa dari Travel
• Viral Foto Penumpang Nekat Mudik Duduk di Bagasi Bus, Bayar Rp 450 Ribu Hindari Titik Pemeriksaan
Mereka tertahan karena kapal Pelni dan Feri tidak bisa berlabuh di semua pelabuhan di NTT, sesuai instruksi dari Pemprov NTT.

Larangan itu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di NTT.
Florianus Pangkal, salah seorang penumpang asal NTT mengatakan, dirinya bersama puluhan orang sudah lima hari tertahan di Pelabuhan Sape.
Para penumpang itu ada yang datang dari Bali, Mataram, dan Bima, dengan status mahasiswa dan juga para pekerja yang kena PHK dari perusahaan.
Semuanya ingin pulang ke kampung halaman.
Mereka berasal dari Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai Tengah, Manggarai Barat, dan Kupang.
Florianus mengatakan, ia dan para penumpang lainnya sama sekali tidak mengetahui ada larangan kapal penumpang berlabuh di pelabuhan NTT.
Florianus menyebut, hingga saat ini nasib puluhan penumpang asal NTT masih terkatung-katung di Pelabuhan Sape.
Mereka masih menunggu kebijakan dari Pemprov NTT agar bisa melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Kami hanya ingin pulang ke kampung halaman, bukan mau bawa penyakit," ujar Florianus kepada Kompas.com, Minggu (26/4/2020).
"Kami di sini terpaksa tidur di kursi dan lantai ruang tunggu di pelabuhan. Mau sewa penginapan, biaya sangatlah mahal. Kami juga sudah mulai susah dapat makan di sini. Pemprov NTT tolong selamatkan kami. Kami ingin pulang kampung," sambung Florianus.
Florianus mengatakan, memasuki hari kelima, mereka tidak mendapat bantuan apa-apa dari pemerintah setempat.
"Kami mau balik ke Mataram dan Bali, uang sudah tidak ada. Mau balik ke Bali dan Mataram nyeberang sangat ketat. Tolong pemerintah Provinsi NTT pikirkan nasib kami ini," kata Florianus.
Para penumpang berharap agar Pemprov NTT bisa berkordinasi dengan pemerintah NTB untuk bisa memulangkan mereka.
"Bapak Gubernur NTT, bapak-bapak bupati, tolong kami. Kami sudah terlanjur di tengah jalan. Sekarang sudah tidak bisa pulang ke tanah orang lagi," ungkap Florianus.
Kepala Humas dan Protokol Pemprov NTT Marianus Jelamu mengatakan, secara regulasi, Menteri Perhubungan RI sudah melarang adanya penyeberangan penumpang.
Marianus mengatakan, Minggu, warga NTT yang masih di Pelabuhan Sape akan diizinkan melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Labuan Bajo.
"Kalau tidak diizinkan, kasihan juga, tetapi ini yang terakhir.
Setelah itu tidak diizinkan lagi demi memutuskan mata rantai penyebaran," ujar Marianus kepada Kompas.com.

Banyak yang Tetap Nekat
Wabah corona di Indonesia yang makin hari makin meningkat membuat pemerintah mengambil keputusan untuk melarang mudik.
Namun, meski larangan mudik telah diterapkan oleh pemerintah, sebagian masyarakat masih memaksakan diri pulang ke kampung.
Tak sedikit dari mereka yang harus pulang kampung lantaran sudah tidak memiliki pekerjaan dan uang untuk hidup di Ibu Kota.
• POPULER Kapan Corona Berakhir di Indonesia? Diprediksi Juli 2020 Asal Larangan Mudik Dipatuhi
• Dikarantina di Tempat Horor Berhantu, Pemudik yang Bandel Ini Nangis-nangis 2 Hari, Bagikan Kisahnya
Bahkan, dari mereka banyak yang akhirnya hidup menggelandang karena larangan mudik ini.

Hal tersebut kemudian membuat mereka nekat melakukan berbagai cara ekstrem untuk bisa lolos dari pengecekan polisi.
Sebuah foto viral di Twitter menjadi buktinya.
Dalam foto yang diunggah oleh akun @saeval, terlihat sejumlah penumpang yang duduk di bagasi bus bersama barang-barang.
Disebutkan oleh akun itu, bahwa gambar itu diabadikan di Ciledug.
"Gambar ini diambil oleh sepupu saya di terminal bus Ciledug siang ini.
Mereka adalah pendatang yang putus asa untuk tetap mudik walaupun telah dilarang oleh pemerintah.
Demi menghindari penggerebekan selama PSBB, mereka memilih duduk di bagasi bus dengan membayar Rp 450 ribu," jelas akun tersebut.
Padahal, duduk di bagasi bus bisa membawa dampak buruk bagi penumpang.
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), menjelaskan bila tindakan seperti itu memang bisa saja terjadi dalam kondisi yang sudah sangat terdesak.
Namun harus diperhatikan bahayanya bila memaksakan diri menjadi penumpang di dalam bagasi.
"Harus dipikirkan dari sisi kesehatan yang berujung pada dampaknya.
Kita mengerti memang kondisinya ini sangat kacau, tapi di satu sisi kita harus pahami bila ruang bagasi itu bukan peruntukannya untuk manusia, tapi barang," ujar Jusri, Minggu (26/4/2020).

Jusri menjelaskan ada bahaya tersembunyi yang bisa saja dialami seseorang ketika memaksakan diri berada di dalam bagasi dalam waktu yang lama. Hal ini harus disadari betul karena dampaknya bisa fatal, bahkan sampai nyawa taruhannya.
Selain karena minim udara yang bisa membuat orang kehabisan oksigen, ruang bagasi pada bus AKAP yang berada di bawah, umumnya juga sangat mudah dimasuki udara tak sehat yang berasal dari emisi gas buang atau CO2.
"Kita saja kalau duduk biasa di dalam kabin masih suka mencium bau yang tak nyaman dari gas emisi gas buang, apalagi yang di dalam bagasi dan dalam kondisi mesin hidup dan berjalan. Akan lebih mudah dan pasti sangat pengap," ucap Jusri.
"Meski di dalam bagasi ada beberapa ruang udara atau sirkulasi, tapi itu tidak menjamin lancar.
Dampak fatal orang bisa saja yang kekurangan oksigen atau dikenal hipoksia yang membuat badan tak bisa menjalankan fungsinya dengan baik," kata dia.

Jusri menjelaskan harusnya sopir bus juga memikirkan dampak terburuknya, karena bila sampai ada kejadian fatal, maka otomatis yang akan menanggung sanksi dan hukumannya adalah pengendaranya

Kejadian ini menurut Jusri harus disikapi dengan baik, bukan tidak mungkin sudah banyak mobil-mobil kecil atau pribadi juga sudah melakukan hal yang sama.
Artinya, dari sisi pengawasan yang dilakukan pemerintah juga harus lebih ketat. (Kontributor Maumere, Nansianus Taris) (TribunMataram.com/ Salma Fenty)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kami Hanya Ingin Pulang ke Kampung Halaman, Bukan Mau Bawa Penyakit".
dan di Tribunnews.com dengan judul Nekat Mudik, Viral Foto Penumpang Sembunyi di Bagasi Bus, Bayar Rp 450 Ribu Hindari Pemeriksaan dan Curhatan Pemudik Terkatung-katung di Pelabuhan NTB, "Kami Hanya Mau Pulang, Bukan Bawa Penyakit".