Roy Kiyoshi Terjerat Narkoba
Praktisi Hukum Nilai Ada Kejanggalan dalam Kasus Narkoba Roy Kiyoshi, Dianggap Tak Melanggar Hukum
Ketika praktisi hukum menilai tindakan Roy Kiyoshi atas kepemilikan psikotropika bukan tidak melanggar hukum.
TRIBUNMATARAM.COM - Ketika praktisi hukum menilai tindakan Roy Kiyoshi atas kepemilikan psikotropika bukan tidak melanggar hukum.
Roy Kiyoshi masih mendekam di balik jeruji besi setelah kedapatan mengkonsumsi obat penenang jenis psikotropika.
Namun, ditetapkannya Roy sebagai tersangka dianggap janggal di mata praktisi hukum.
Polres Metro Jakarta Selatan resmi menahan dan menetapkan Roy Kiyoshi sebagai tersangka atas kasus dugaan kepemilikan psikotropika.
• POPULER 3 Kontroversi Roy Kiyoshi Sebelum Kasus Narkoba, Operasi Plastik Hingga Dugaan Pesugihan
• 8 Artis Terjerat Narkoba Sepanjang Tahun 2020, Lucinta Luna Hingga Terbaru Roy Kiyoshi
Kepolisian telah memiliki dua alat bukti dari penangkapan Roy Kiyoshi.
Yakni 21 butir psikotropika dan hasil urin positif benzodiazepine milik yang bersangkutan.
Roy kedapatan membeli obat yang digunakan secara daring.
Terkait hal itu, praktisi hukum Ricky Vinando mengatakan, membeli obat tanpa resep dokter dan secara daring seperti yang dilakukan Roy bukanlah tindak pidana.
Ricky menyebut, Roy dikenakan Pasal 62 Undang-Undang Psikotropika akibat secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika.
Namun Ricky mempertanyakan apakah obat penenang yang dikonsumsi agar bisa tidur tersebut masih dianggap psikotropika.
"Pertanyaan kita apakah itu benar psikotropika? Kan sudah diolah menjadi obat dengan dosis yang benar, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pabrik obat. Sehingga sudah menjadi obat penenang, pereda kecemasan dan panik, yang sudah legal dan resmi. Jadi sifat melawan hukumnya sudah hilang, terlebih lagi sudah ada izin dari BPOM," ujar Ricky, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (9/5/2020).
Menurutnya yang melawan hukum apabila obat tersebut belum diolah menjadi obat penenang dan belum ditakar dosisnya.
Dia mencontohkan seperti daun ganja hingga bubuk psikotropika yang dijual dengan berat kilo-an di pasar gelap dan tak memiliki izin edar BPOM.
Roy, kata dia, dapat dianggap bersalah apabila memiliki psikotropika dalam wujud aslinya yakni sebelum diolah menjadi obat penenang yang resmi atau masih berbentuk bubuk seperti di pasar gelap.
Sementara obat yang dikonsumsi Roy dinilai Ricky sudah lolos uji klinis dan takaran dosisnya dilegalkan oleh BPOM, sehingga boleh diedarkan dan sah diperjualbelikan.