Virus Corona
Pemerintah Utamakan Bidang Kesehatan Tanpa Mengorbankan Ekonomi, Ini Ide Jokowi yang Belum Terwujud
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa pemerintah mengutamakan penanganan di bidang kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19.
TRIBUNMATARAM.COM - Untuk kesekian kalinya, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa pemerintah mengutamakan penanganan di bidang kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Kesehatan masyarakat, kesehatan publik, tetap nomor satu, tetap yang harus diutamakan. Ini prioritas," ujar Jokowi dalam video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/10/2020).
Namun Jokowi menyatakan, sektor ekonomi tidak boleh dikorbankan meskipun pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan masyarakat.
Menurut Jokowi, mengorbankan sektor ekonomi tak ubahnya mengorbankan kehidupan puluhan juta orang.
"Memprioritaskan kesehatan bukan berarti mengorbankan ekonomi. Karena jika kita mengorbankan ekonomi itu sama saja dengan mengorbankan kehidupan puluhan juta orang," kata dia.
• Imbau Tak Lakukan Lockdown Demi Tekan Penyebaran Virus Corona, Jokowi: Akan Mengorbankan Masyarakat
Oleh karena itu, Jokowi menegaskan, strategi pemerintah sejak awal adalah mencari titik keseimbangan.
Terkait itu, Jokowi menekankan pentingnya penerapan pembatasan sosial berskala mikro atau micro- lockdown ketimbang melakukan lockdown di tingkat kota, kabupaten atau provinsi.

Menurut Jokowi, lockdown di tingkat kabupaten, kota atau provinsi dapat mengorbankan kehidupan masyarakat.
"Kita buat lebih terarah, spesifik, fokus, tajam untuk mengatasi masalah Covid-19 tapi tidak membunuh ekonomi dan kehidupan masyarakat, ini yang harus kita lakukan," kata Jokowi.
Jokowi juga meminta publik untuk tidak menganggap Pemerintah bersikap mencla-mencle terkait penyesuaian kebijakan di tengah pandemi Covid-19.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan, pandemi Covid-19 merupakan masalah baru yang terjadi di seluruh negara di mana belum ada negara yang dapat mengeklaim telah memiliki solusi terbaik.
"Belum ada negara yang berani mengklaim sudah menemukan soslusi yang terbaik. Tiap negara juga berbeda-beda masalahnya, berbeda cara dalam menanganinya, jadi kita pun harus terus menyesuaikan diri mencari cara terbaik yang paling cocok dengan situasi kita," kata Jokowi.
Dalam kesempatan yang sama, Jokowi mengklaim penanganan Covid-19 sudah cukup baik bila dibandingkan negara-negara dengan jumlah penduduk besar dengan jumlah kasus Covid-19 yang lebih besar juga.
• Pandemi Covid-19 Berdampak Bagi Kesehatan Psikologis Masyarakat, Kemenko PMK: Kondisi Tak Menentu
Berdasarkan data saat Jokowi membuat perbandingan pada 2 Oktober 2020, Indonesia berada pada posisi 23 di tingkat kasus positif Covid-19 dari semua negara-negara di dunia dengan jumlah sebanyak 295.499 kasus.
Di atas Indonesia, terdapat sejumlah negara yang juga berpenduduk besar dengan jumlah kasus yang terpaut jauh, antara lain Amerika Serikat dengan 7.495.136 kasus, India dengan 6.397.896 kasus, dan Brazil dengan 4.849.229.

Seorang warga yang tidak mengenakan masker melintas, di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per hari Selasa (8/9/2020) lima kabupaten/kota yang tercatat mengalami kenaikan risiko, sehingga saat ini ada 70 kabupaten kota dengan risiko tinggi dari pekan lalu sebanyak 65 daerah. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Selain itu, Jokowi juga mengklaim pencapaian ekonomi Indonesia di tengah pandemi tidak buruk-buruk amat.
Mantan Wali Kota Solo itu menyebutkan, ada banyak negara lain yang memikul beban ekonomi lebih parah dibandingkan Indonesia.
"Dalam hal ekonomi, pencapaian kita juga tidak jelek-jelek amat. Ekonomi kita menurun, ya betul, itu fakta. Tapi, mana ada negara yg tidak menurun ekonominya?" kata Jokowi.
• Jemput Pasien Covid-19 Malah Dilumuri Kotoran Manusia, 3 Petugas Kesehatan Akhirnya Lapor ke Polisi
Dalam video tersebut, Jokowi menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal 2 2020 mencatat pertumbuhan negatif 5,3 persen.
Angka tersebut dinilai masih lebih terjaga dibanding negara-negara tetangga yang di antaranya Malaysia dengan minus 17,1 persen, Filipina dengan minus 16,5 persen, Singapura yang minus 13,2 persen, hingga Thailand dengan minus 12,12 persen.
Adapun di tingkat global, juga banyak negara yang mengalami pertumbuhan negatif dengan angka yang jauh lebih besar seperti India yang bertumbuh negatif 23,9 persen hingga Amerika Serikat dengan pertumbuhan negatif 9,5 persen.
Belum berjalan
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut pernyataan Jokowi untuk mencari tingkat keseimbangan antara penanganan di bidang kesehatan dan ekonomi memang baik.
Namun, Pandu menilai ide baik Jokwoi itu belum berjalan.
"Itu hanya idenya dia saja. Ide bagus. Tapi tidak dimengerti dan dieksekusi oleh para pembantunya," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/10/2020).
• Korban Pandemi hingga Dirumahkan, Pasangan Suami Istri Malah Untung Belasan Juta dari Usaha Barunya
Pandu menilai, pada kenyataannya sektor kesehatan masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari penularan kasus Covid-19 yang masih terus meningkat dari hari ke hari. Kematian juga terus terjadi dalam jumlah besar setiap harinya.
Hingga tujuh bulan pandemi berlangsung, angka penularan Covid-19 di Indonesia masih belum memperlihatkan tanda-tanda penurunan.
Sampai Minggu (4/10/2020) kemarin, masih ada penambahan sebanyak. 3.992 kasus baru. Penambahan itu menyebabkan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air kini berjumlah 303.498 orang, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020.

Warga melintas di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di Petamburan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Mural tersebut dibuat untuk mengingatkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas karena masih tingginya angka kasus COVID-19 secara nasional. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 228.453 orang telah dinyatakan sembuh, sementara 11.151 orang tutup usia.
"Weakest link-nya itu ada di kesehatan," kata Pandu.
Padahal, Pandu menilai, untuk menekan laju penularan bukan lah hal yang sulit jika memang ada kemauan. Pemerintah tak perlu sampai melakukan lockdown atau karantina wilayah yang bisa mengorbankan ekonomi.
• Konser Dangdut di Tengah Pandemi Covid-19, Mahfud MD Minta Polri Lakukan Proses Hukum Tindak Pidana
Namun, pemerintah cukup memperbanyak melakukan tes swab dan pelacakan kontak untuk menemukan sebanyak-banyaknya kasus positif di masyarakat. Lalu, melakukan isolasi atau perawatan kepada masyarakat yang dinyatakan positif.
Dengan begitu, penularan di masyarakat bisa ditekan seminimal mungkin.
"Kalau kita bisa menekan penularan, angka kematian juga akan turun," kata dia.
Namun kenyataannya, menurut Pandu, tes Covid-19 di Indonesia masih minim, bahkan belum memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO yakni 1 tes per 1000 penduduk per minggu.
Pandu menilai, minimnya tes ini karena fungsi di Kementerian Kesehatan yang belum berjalan maksimal.
"Itu dalam republik ini menteri ekonominya keren-keren tapi kesehatannya lemah banget. Kemenkes dipimpin oleh orang yang selama ini tak bisa memimpin, tak punya plan, action apa yang harus dilakukan," kata Pandu.
Pandu pun menyarankan Presiden Jokowi bisa memimpin langsung penanganan pandemi Covid-19.
Dengan begitu, Kepala Negara bisa memastikan secara langsung bahwa penanganan di sektor ekonomi dan kesehatan benar-benar berjalan seimbang.
"Jadi kalau Pak Jokowi mau keseimbangan hanya satu pilihan, jangan pakai Gugus Tugas, jangan pakai (lembaga) ad hoc, langsung Presiden pimpin untuk menyeimbangkan kementerian di bidang ekonomi dan kesehatan. Kalau minta orang lain susah," kata Pandu Riono.
(Kompas.com/ Ihsanuddin/ Bayu Galih)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Utamakan Kesehatan Tanpa Korbankan Ekonomi, Ide Jokowi yang Belum Terlaksana...".
BACA JUGA di Tribunnewsmaker.com dengan judul Ide Jokowi yang Belum Terwujud Demi Utamakan Kesehatan Tanpa Mengorbankan Ekonomi Saat Pandemi.