Virus Corona
4 Kisah Insipirasi Berhasil Bangkit di Tengah Pandemi Covid, Tak Miliki Pekerjaan Kini Bisnis Cacing
Sektor perekonomian turut terimbas pandemi Covid-19 yang telah terjadi selama delapan bulan di Indonesia.
TRIBUNMATARAM.COM - Sektor perekonomian turut terimbas pandemi Covid-19 yang telah terjadi selama delapan bulan di Indonesia.
Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan Maret 2020, gelombang PHK terjadi di berbagai daerah.
Ini kisah-kisah mereka yang berhasil membalikkan keadaan, mengubah keterpurukan ekonomi menjadi sebuah kesuksesan.
Baca juga: BELAJAR di Rumah Gegara Pandemi Berujung Skandal Seks Siswa & Guru, Aib Memalukan Bocor Gegara Debat
1. Berhenti jadi sopir dan sukses beternak cacing

Salah satu warga yang berhasil bangkit di tengah pandemi adalah Varian Arsyagam Isbandi (27).
Rian, demikian sapaan akrabnya, awalnya mengalami masa-masa terpuruk selama kurang lebih tujuh bulan lantaran pandemi.
Ia yang mulanya menjadi sopir rental terpaksa berhenti karena sepi penumpang.
Padahal ia memiliki dua orang anak dan keluarga yang harus dihidupi.
Tak menyerah dalam kondisi sulit itu, Rian mencari tahu mengenai budidaya cacing tanah dari saudaranya yang tinggal di Ponorogo.
Ia pun mantap memilih beternak cacing tanah lantaran kesulitan mencari kerja di perusahaan.
Rian kali pertama memulai bisnisnya pada Juli 2020 dengan modal Rp 35 juta. Uang itu ia peroleh dari tabungan serta utang.
Ia lalu membuat kolam cacing tanah di belakang rumah, menyiapkan oven pengering cacing serta membeli dua kuintal bibit.

Beternak cacing, kata Rian, cukup mudah. Ia hanya perlu menyirami air serta memberi ampas tahu.
Rian menuturkan, cacing tanah bisa kawin, bertelur sendiri serta tidak mudah sakit.
Cacing tersebut dipanen dua pekan sekali. Sekali panen, 36 kilogram cacing basah bisa dikumpulkannya.
"Untuk dijual di pasaran cacing yang dijual harus kering. Kalau panen 36 cacing basah maka bila dikeringkan menjadi enam kilogram,” ujar Rian.
Cacing lumbricus kering dijual dengan harga Rp 500.000 per kilogram.
Artinya, jika sebulan dia panen 72 kilogram cacing basah atau 12 kilogram kering, maka bisa meraup omzet Rp 6.000.000.
Selama ini Rian banyak memasok perusahaan jamu, karena cacing dianggap sebagai obat.
“Biasanya warga membeli untuk mengobati sakit maag , tipus, hingga melancarkan peredaran darah,” kata Rian.
Menurutnya, kebutuhan pabrik jamu herbal terhadap cacing kering masih sangat besar. Dari kebutuhan tujuh ton cacing kering, saat ini baru terpenuhi dua ton.
2. Dari bisnis hotel tekuni bertanam sayuran
Pandemi Covid-19 menghantam bisnis perhotelan, tak terkecuali yang dikelola oleh warga Manggarai Timur, NTT bernama Kornelis Dola.
Sempat kebingungan lantaran hotel sepi pengunjung, Dola memutar otak untuk tetap memiliki penghasilan.
Ia lalu membuka sebuah kebun sayur di samping rumahnya di Toka, Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Manggarai Timur.
Dola pun menggerakkan keluarganya untuk bercocok tanam sayuran. Sayur kangkung darat dan sawi yang awalnya ia pilih.
"Kami satu keluarga kerja pagi dan sore. Kasih gembur tanah dan buat bedeng," kata dia.
Ternyata, keuntungan bertanam sayur cukup menggiurkan.
Dalam tempo tiga pekan dengan 18 bedeng, Dola meraup keuntungan Rp 3,6 juta.
"Minggu ketiga itu sudah bisa panen. Tidak sangka banyak yang datang beli langsung di kebun," tutur dia.
Saat ini, di kebun seluas setengah hektar itu ditanami berbagi jenis sayuran seperti sawi bakso, terung, pare, tomat, dan bayam.
"Saya jadi semangat itu karena sudah rasakan hasil panen pertama. Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat uang sebanyak itu dari usaha sayur," kata Dola.
3. Dirumahkan, justru miliki penghasilan berlipat dari janda bolong

Josh (30), warga Jakarta Barat menjadi salah satu karyawan yang dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja lantaran pandemi.
Namun siapa sangka, kini ia memeroleh penghasilan berkali-kali lipat dari gajinya semasa menjadi pegawai.
Dalam sebulan ia bisa meraup pendapatan bersih hingga Rp 15 juta.
"Ternyata bisa 2-3 kali lipat dari gaji saya di kantor bisa saya peroleh dari penjualan tanaman ini. Jadi akhirnya saya lebih fokus di sini," kata dia.
Bersama istrinya Deli (26), ia fokus menjalankan bisnis jual beli tanaman hias terutama Monstera atau yang dikenal dengan janda bolong sejak Juni 2020.
Josh memeroleh tanaman dari petani. Kemudian ia menjualnya melalui akun media sosial.
Luar biasanya, konsumen Josh tersebar di penjuru Indonesia, mulai dari Kalimantan, Sumatera, Sulawesi hingga Papua.

4. Perkantoran tak buka lowongan, pilih berbisnis piyama
Sejumlah perusahaan membatasi penerimaan karyawan baru di tengah pandemi Covid-19.
Hal tersebut yang membuat seorang fresh graduate bernama Adella Maulidanti (22) menekuni bisnis busana piyama.
"Baru lulus. Bingung banget mau ngapain karena banyak banget kantor yang nutup lowongan pekerjaan, intern juga," kata Adelia.
Adelia membeli bahan baku kain secara daring.
Kemudian, ia mencari penjahit untuk memroduksi piyamanya.
Ia awalnya hanya menjual tak lebih dari 30 pasang piyama yang dihargai Rp 175.000.
Kondisi work from home saat pandemi rupanya juga memengaruhi penjualan piyamanya.
Peluang itu ditangkap Adelia. Kini, ia mampu memroduksi 200 piyama setiap bulan.
“Yang pasti, jangan overthink, orang banyak yang overthink, ‘Bisa enggak ya?’, ‘Apa aja ya tantangannya?’, ‘Yakin enggak ya bisa ngelakuinnya?’. Kalau punya ide yang fresh dijalanin aja. Mumpung masih ada kesempatan, yang penting dicoba!” kata dia.
(Kompas.com/ Editor : Pythag Kurniati)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Kisah Mereka yang Berhasil Bangkit di Tengah Pandemi, Ternak Cacing hingga Jual Janda Bolong".
BACA JUGA di Tribunnewsmaker.com dengan judul 4 Kisah Insipirasi Berhasil Bangkit Bisnis di Tengah Pandemi Covid, Dipecat Kini Jual Tanaman Hias.