Proses Evakuasi 4 Bocah Alami Gizi Buruk & Kuper, Tinggal dengan Ibu Pengidap ODGJ, Ayah Pemarah

Proses evakuasi empat bocah yang alami gizi buruk dan kurang pergaulan, ibu alami gangguan jiwa, ayah pemarah.

(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)
Kunjungan DPPAPPKB dan Psikolog serta petugas puskesmas didampingi Bhabinkamtibmas ke rumah keluarga eks TKI Malaysia di Balansiku Sebatik (Faridah) 

Hal ini, kata Faridah, tidak lepas dari penghasilan sang ayah, Herman, dari pekerjaan menombak buah kelapa sawit.

Dia menjadi buruh tombak dengan penghasilan Rp150.000 per ton. Padahal dalam sebulan ia hanya menombak buah kelapa sawit dua kali saja.

Untungnya pemilik kebun menanggung kebutuhan beras bagi keluarga Herman.

Rosnaeni istri ketujuh dan sering mengalami KDRT

Rosnaeni terpaut usia cukup jauh dengan suaminya Herman (52). Keduanya menikah saat sama-sama menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal di Sabah Malaysia.

Faridah mengatakan, sebab gangguan psikologi Rosnaeni tengah didalami.

Sebab, dari data yang didapat saat berkunjung ke rumah kebun yang berjarak sekitar 3 kilometer dari jalan raya ini, Rosnaeni sering mengalami siksaan fisik dan kekerasan dari Herman.

‘’Dari hasil obrolan psikolog, ibunya anak-anak ini istri ketujuh, kita juga belum tahu apakah Herman ini maniak atau bagaimana, info yang kita dapat ini perkawinannya yang ketujuh, istrinya ngaku sering kena pukul, bisa jadi itu salah satu sebab dia depresi,’’tuturnya.

Kemungkinan lain adalah, Rosnaeni pernah mengalami guncangan hebat saat anak ketiganya yang belum berusia setahun meninggal dunia.

Keluarga ini selalu tinggal terasing di dalam kebun sawit yang jauh dari tetangga sehingga interaksi dan sosialisasi sangat jarang, yang dimungkinkan juga menjadi sebab mengapa Rosnaeni mengalami goncangan batin.

‘’Selain itu pernah ada masalah saat melahirkan, dari penjelasan petugas puskesmas ada riwayat medis kalau darah putihnya sempat naik. Jadi kalau darah putih naik ke kepala saat perempuan melahirkan itu bisa mengakibatkan buta atau meninggal dunia, kemungkinan itu juga masih kami dalami,’’lanjutnya.

Dengan sekian banyaknya kemungkinan yang ada, petugas P2TP2A akan melakukan pendampingan dan konseling. Psikolog akan mencoba mengembalikan rasa percaya diri dan kesadaran Rosnaeni bahwa dia adalah seorang ibu yang memiliki anak dan membutuhkan perhatian orang tua.

‘’Sayangnya upaya penanganan keluarga ini sempat terhenti akibat pagebluk Covid-19, dan baru kembali fokus sebulan belakangan.’’lanjutnya.

Suami tidak rela istrinya diobati

Usaha untuk membawa Rosnaeni ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Nunukan terhalang oleh tingkah Herman yang plin plan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved