5 Kisah Keprihatinan Guru di Pedalaman Indonesia, Gaji Habis untuk Beli Air, Tak Digaji 9 Bulan

Memperingati Hari Guru Nasional Rabu (25/11/2020), pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah yang serius.

(KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)
Berta Bua’dera saat berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang ia lintasi selama 11 tahun sejak 2009 di Kampung Berambai Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kaltim, Rabu (28/10/2020).  

"Harga minyak tanah Rp 50 ribu per 5 liter, bensinnya 5 liter Rp 150 ribu," ucapnya.

"Biasa kita beli air mineral gelas perkartonnya Rp 100 ribu, biasa kita beli 10 dus untuk bertiga selama satu bulan. Kalau pas jalan kaki itu kita bawa satu-satu karton, lalu kita sewa anak murid dua orang untuk bantu kita," kata Diana.

Kondisi Distrik Haju yang merupakan wilayah rawa, tidak memungkinkan untuk mereka konsumsi air dari lokasi tersebut.

"Kita di sana borosnya di air minum, karena kondisi tempat tinggal kita kaya Asmat (rawa-rawa), jadi airnya tidak bisa untuk minum, jadi kita sangat bergantung sekali dengan air mineral," tutur Diana.

Bahkan mereka harus berjalan kaki 7 kilometer untuk mencari bahan makanan jika sungai surut dan perahu tak bisa digunakan.

"Sempat kali kering itu kita sempat mau mati kelaparan karena tidak bisa ke distrik. Jadi kita jalan kaki 7 kilometer lebih untuk bisa sampai ke distrik cari bahan makanan," ungkapnya.

2. Di Bulukumba, guru jalan kaki lewati jembatan bambu

Andi Sri Rahayu (29) seorang guru honorer asal Desa Sapobonto, Kecamatan Bulukumpa, rela melalui jalanan berkelok demi mengajar di Madrasah Aliyah Guppi Kindang, Desa Kindang, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Untuk menuju Desa Kindang bisa dilalui dua jalur.

Jalur pertama hanya bisa dilalui jalan kaki melewati jalan setapak dan jembatan bambu, jalur ini ditempuh 10 kilometer.

Sementara jalur keduan bisa ditempuh menggunakan roda dua dan roda empat dengan jarak sekitar 25 kilometer.

Setelah hamil ia memilik jalur kedua. Namun sebelum hamil ia melalui jalur pertama dengan berjalan kaki sejauh 10 kilometer.

Ia tak sendiri. Ada beberapa siswa yang melalui jembatan bambu termasuk petani yang memikul hasil panennya untuk dijual ke desa sebelah.

Empat tahun sudah Sri mengabdikan di sekolah yang berjarak 59 kilometer dari Kota Bulukumba.

Ia mengaku bangga dengan profesinya sebagai guru, meski hanya hanya mengajar di daerah terpencil. Alasan mengajar di daerah terpencil, hanya ingin membagikan ilmunya kepada banyak orang

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved