5 Kisah Keprihatinan Guru di Pedalaman Indonesia, Gaji Habis untuk Beli Air, Tak Digaji 9 Bulan
Memperingati Hari Guru Nasional Rabu (25/11/2020), pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah yang serius.
"Daripada ilmu tertinggal lebih baik dibagi dan semoga bisa jadi amal jariyah," kata Sri, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (22/9/2020). Ia mengaku menerima gaji Rp 300.000 yang dibayar per tiga bulan.
"Gajinya hanya Rp 300 ribu. Waktu terus berputar gaji mulai naik Rp 900 ribu per tiga bulan," tuturnya.
Sri mengaku ingin mengubah status dengan mendaftar CPNS, namun gagal terus.
"Sudah tiga kali saya daftar CPNS tapi tidak pernah lulus. Mungkin belum rezekinya," ungkapnya.
3. Mengajar di desa tanpa daratan, 9 bulan tak digaji

Hery Cahyadi mengajar di sebuah desa tanpa daratan yakni Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Desa tersebut berada di pesisir Danau Melintang. Rumah warga dibangun di atas danau tersebut.
Ia masuk ke desa tersebut pada tahun 1997 setelah lulus pesantren di Muara Muntai, Kutai Kartanegara.
“Saya awal ke sini tidak betah, tidak ada daratan. Mau ke sana kemari naik perahu. Satu tahun belum tentu lihat daratan. Hidup di atas air,” ungkap Hery saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2020).
Saat itu Desa Muara Enggelam masih berstatus dusun,
“Anak-anak olahraga dalam gedung dibangun di atas air. Di situ kadang anak-anak main futsal. Rata-rata di sini rumah panggung,” terang pria kelahiran 28 Agustus 1976 ini.
Setahun tinggal di desa tersebut, ia ikut tes pembukaan guru honorer kontrak oleh Pemkab Kutai Kartanegara.
Ia ditempatkan di Dusun Kuyung. Setahun kemudian, dia kembali desa tanpa daratan sekitar tahun 2000.
Gaji Herry naik menjadi Rp 325.000. Utuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia dan istri membersihkan ikan.
“Tapi di tahun itu juga gaji mulai mandek. Kadang tidak gajian 7 bulan. Bahkan pernah sampai 9 bulan tidak gajian. Saya mau menyerah jadi guru,” kenang Hery.