Mensos Juliari Tersangka Suap
MODUS Korupsi Sederhana Mensos Juliari Batubara hingga Kumpulkan 17M, Fee per Paket Rp 10 Ribu
Modus sederhana digunakan Menteri Sosial Juliari P Batubara dan kelima tersangka suap penyelenggaraan bansos Covid-19.
Penulis: Salma Fenty | Editor: Salma Fenty Irlanda
TRIBUNMATARAM.COM - Modus sederhana digunakan Menteri Sosial Juliari P Batubara dan kelima tersangka suap penyelenggaraan bansos Covid-19.
Hal tersebut terungkap setelah ditemukannya tujuh koper sebagai bukti beserta tiga ransel, dan juga amplop.
Dalam konstruksi perkara yang disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, korupsi diawali dengan adanya pengadaan bansos pengananan Covid-19 berupa paket sembako.

Baca juga: BUKTI Telak 7 Koper Milik Menteri Juliari Batubara Disita KPK Diduga Suap Bansos Terkuak, Ini Isinya
Baca juga: Mensos Juliari Ketahuan Terima Suap Barang & Jasa Bansos Covid-19 karena Laporan Masyarakat
Pengadaan ini dilakukan di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan total senilai Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan selama dua periode.
Kala itu, Mensos Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
"Untuk fee tiap paket Bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket Bansos," kata Firli saat konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, dikutip TribunMataram.com dari Tribunnews.com Minggu (6/12/2020) dini hari.
Selanjutnya, imbuh Firli, oleh Matheus dan Adi pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," sebut Firli.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, ungkap Firli, diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," ujar Firli.
Menurut Firli uang dugaan suap itu diamankan dari sejumlah pihak dibeberapa lokasi di Jakarta.
Namun, Firli enggan mengungkap secara detail lokasi uang itu ditemukan dan akhirnya diamankan.
Semantara itu, dari OTT di Jakarta dan Bandung pada Sabtu (5/12/2020) itu, KPK mendapati uang Rp14,5 miliar ini berupa pecahan mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura.
Uang Rp14,5 miliar itu disimpan dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil.
"Dari hasil tangkap tangan ini ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar USD171,085 (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar SGD23.000 (setara Rp243 juta)," kata Firli.
Hal itu diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Selain uang, dalam OTT itu Tim Satgas KPK mengamankan enam orang yakni, Matheus Joko Santoso (MJS) selaku PPK di Kemensos; Wan Guntar (WG) selaku swasta asal Tiga Pilar Agro Utama; Ardian I M (AIM) selaku swasta; Harry Sidabuke (HS) selaku swasta; Shelvy N (SN) selaku Sekretaris di Kemensos; dan Sanjaya (SJY) selaku swasta.
KPK menetapkan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap dana bansos Covid-19 se-Jabodetabek.
Selain Juliari, KPK juga menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos.
Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta.
Juliari disangkakan KPK menerima uang total Rp 17 miliar, yang berasal dari fee rekanan proyek bansos.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, Juliari menerima Rp 8,2 miliar.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar.
Ancaman Hukuman Mati Menanti
Penyalahgunaan dana bantuan sosial yang dilakukan Menteri Sosial Juliari P Batubara membuatnya terancam hukuman mati.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Ia menyatakan Menteri Sosial Juliari P Batubara bisa terancam hukuman mati.
Baca juga: Mensos Juliari Ketahuan Terima Suap Barang & Jasa Bansos Covid-19 karena Laporan Masyarakat
Baca juga: Mensos Juliari P Batubara Tersangka Suap 17 Milyar Bansos Covid-19, Akhirnya Serahkan Diri
Ancaman hukuman mati ini bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU 31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," kata Firli di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Dalam beberapa kesempatan, diketahui Firli kerap mengancam semua pihak agar tak menyalahgunakan bantuan sosial, sebab ancaman hukumannya adalah mati.
Apa lagi,dikatakannya, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona sebagai bencana nonalam.

"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonalam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," kata Firli.
Dia menyatakan, tim penyidik akan bekerja lebih keras untuk bisa membuktikan adanya pelanggaran dalam Pasal 2 UU Tipikor yang dilakukan Juliari.
Namun menurut Firli, untuk saat ini, Juliari baru dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor.
"Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kita masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu.
Dan malam ini yang kita lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," kata Firli.

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. (TribunMataram.com/ Salma)