Derita Ribuan Guru Honorer, Gaji Tak Turun 5 Bulan Malah Disunat, Terpaksa Utang Sana-sini
Di tengah krisis pandemi Covid-19, bak jatuh tertimpa tangga itulah yang tengah dialami oleh ribuan guru honorer di Jambi.
Pada masa pandemi, pemerintah menggelontorkan dana bantuan ke beberapa sektor. Sebaliknya guru honorer mengalami pemotongan dengan alasan tidak jelas.
"Semua guru honorer mengeluh. Karena gaji baru dibayar setelah lima bulan. Itu pun dibayar tiga bulan dulu, dua bulannya ditangguhkan sampai pembayaran berikutnya," kata DA menjelaskan.
Dengan adanya pemotongan, selama libur sekolah tidak bisa pulang kampung untuk bertemu keluarga. Lelaki yang tinggal di kontrakan ini, terpaksa berutang ke tetangga untuk mengirim uang ke kampung halaman.
Pengamat Kebijakan Publik dari UIN Sultan Thaha Saefuddin Jambi Bahren Nurdin berujar, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi harus transparan terhadap pemotongan gaji guru honorer.
Pemotongan gaji pada masa pandemi sudah melanggar hak guru untuk hidup layak. Tentu melukai hati banyak orang. Pemerintah harus bijak dalam menyikapi hajat hidup orang banyak.
"Jangan sampai pemotongan gaji ini, malah menguntungkan individu pejabat. Kalau memang ada indikasi korupsi, itu harus ditembak mati," kata Bahren menegaskan.
Sementara itu, Plt Kadis Pendidikan Provinsi Jambi, Muhammad Syahran menjelaskan pemotongan ini harus dilakukan, karena pemerintah kekurangan dana.
Menurut dia, jumlah dana yang diusulkan untuk pembayaran gaji, melebihi dana yang tersedia pada APBD 2020. Dengan begitu pemerintah mengalami kekurangan dana.
"Kita akan usahakan bulan Januari. Semua gaji guru yang dipotong, akan diganti pada APBD 2021," kata Syahran.
5 Kisah Kesulitan yang Dihadapi Guru
Peran guru dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia sangat besar dan menentuka masa depan.
Baca juga: KUMPULAN LENGKAP Ucapan Selamat Hari Guru 25 November, Bahasa Inggris & Terjemahan, Sangat Menyentuh
Baca juga: Subsidi Gaji Akan Dibagikan untuk Guru Honorer & Tenaga Pendidikan Non-PNS, Simak Syarat Lengkapnya
Namun perjuangan para guru di pedalaman untuk mengajar tak pernah berhenti.
Di Kabupaten Mappi, Papua, seorang Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) mengaku gajinya habis untuk membeli air dan minyak tanah.
Mereka mengambil gajinya setiap dua bulan sekali karena harus menyewa perahu kecil untuk mengambil gaji di Distrik Haju.
Sementara di Kutai Kartanegara, seorang guru bertahan mengajar di sebuah desa tanpa daratan yakni Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis.