Derita Ribuan Guru Honorer, Gaji Tak Turun 5 Bulan Malah Disunat, Terpaksa Utang Sana-sini
Di tengah krisis pandemi Covid-19, bak jatuh tertimpa tangga itulah yang tengah dialami oleh ribuan guru honorer di Jambi.
Saat mengajar, sang guru hampir saja menyerah karena 9 bulan tak digaji. Namun ia bertahan untuk mengajar para murid hingga dinyatakan lulus tes CPNS.
Berikut 5 kisah para guru yang mengajar di pedalaman:
1. Di pedalaman Papua, gaji habis untuk beli air

Diana Cristian Da Costa Ati (23), seorang Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) yang merupakan program Bupati Mappi menceritakan pengalamannya mengajar di pedalaman Papua.
Sebagai guru di SD Inpres Kaibusene, Distrik Haju, Kabupaten Mappi, Diana menerima gaji Rp 4 juta pe bulan se
Namun nilai tersebut harus dipotong pajak pendapatan 5 persen. Selain itu untuk mengambil gaji, mereka harus menyewa perahu kecil utnuk pergi ke Distrik Haju.
Untuk mengakali pengeluaran, mereka mengambil gaji ke Bank Papua setiap dua bulan sekali. Selain itu gajinya juga cepat habis untuk membeli air minum, minyak tanah, dan juga BBM.
"Harga minyak tanah Rp 50 ribu per 5 liter, bensinnya 5 liter Rp 150 ribu," ucapnya.
"Biasa kita beli air mineral gelas perkartonnya Rp 100 ribu, biasa kita beli 10 dus untuk bertiga selama satu bulan. Kalau pas jalan kaki itu kita bawa satu-satu karton, lalu kita sewa anak murid dua orang untuk bantu kita," kata Diana.
Kondisi Distrik Haju yang merupakan wilayah rawa, tidak memungkinkan untuk mereka konsumsi air dari lokasi tersebut.
"Kita di sana borosnya di air minum, karena kondisi tempat tinggal kita kaya Asmat (rawa-rawa), jadi airnya tidak bisa untuk minum, jadi kita sangat bergantung sekali dengan air mineral," tutur Diana.
Bahkan mereka harus berjalan kaki 7 kilometer untuk mencari bahan makanan jika sungai surut dan perahu tak bisa digunakan.
"Sempat kali kering itu kita sempat mau mati kelaparan karena tidak bisa ke distrik. Jadi kita jalan kaki 7 kilometer lebih untuk bisa sampai ke distrik cari bahan makanan," ungkapnya.
2. Di Bulukumba, guru jalan kaki lewati jembatan bambu

Andi Sri Rahayu (29) seorang guru honorer asal Desa Sapobonto, Kecamatan Bulukumpa, rela melalui jalanan berkelok demi mengajar di Madrasah Aliyah Guppi Kindang, Desa Kindang, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.