Kecelakaan Sriwijaya Air

Pasutri Ini Jadi Korban Sriwijaya Air Sepulang Melayat Ayahnya, Adik: Dia Sudah Merantau 28 Tahun

Pasutri ini jadi korban insiden Sriwijaya Air SJ-182 sepulang melayat ayahnya, keluarga yang ditinggal alami duka mendalam.

Editor: Irsan Yamananda
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan ke bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. 

TRIBUNMATARAM.COM - Pasangan suami istri turut jadi korban insiden Sriwijaya Air SJ-182 sepulang melayat ayahnya.

Sontak, hal tersebut menyisakan duka mendalam di benak keluarga mereka.

Berikut ungkapan duka dari keluarga pasutri tersebut.

Usai mudik pulang kampung halamannya di Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, pasangan suami istri ini menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182.

Pasutri itu adalah Muhammad Nur Kholifatul Amin (46) dan Agus Winarni (44).

Keduanya masuk daftar penumpang pesawat yang dinyatakan jatuh di perairan laut Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021).

Baca juga: Ungkap Temuan Sementara Pencarian Korban Sriwijaya Air, Basarnas Berhasil Angkat 18 Kantong Jenazah

Baca juga: 2 Korban Sriwijaya Air Gunakan KTP Orang Lain, Bagaimana Proses Pendataannya? Ini Kata Polisi

Baca juga: Mulai Ada Titik Terang, Basarnas Temukan Kartu Identitas, Diduga Terdaftar di Manifes Sriwijaya Air

Keluarga menunjukkan foto almarhum Muhammad Nur Kholifatul Amin (46), warga Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air
Keluarga menunjukkan foto almarhum Muhammad Nur Kholifatul Amin (46), warga Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air (KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI)

Adik Nur Kholif, Abdul Hanif Majid Amrullah, yang dihubungi pada Senin (11/1/2021) mengatakan, kedua korban mudik ke kampung halamannya untuk melayat ayahanda yang meninggal pada Kamis (24/12/2020).

Sebelum mudik, keduanya tinggal di Mempawah, Kalimantan Barat.

“Kakak saya sudah merantau 28 tahun di Kalimantan Barat. Usai mendapatkan kabar ayah meninggal, kakak saya memutuskan pulang kampung bersama istrinya,” kata Hanif.

Korban bersama istrinya tiba di Bumi Reog dua hari setelah ayahandanya meninggal, Sabtu (26/12/2020).

Korban bersama istrinya tinggal di Ponorogo selama sembilan hari. Almarhum Nur Kholif memilih agak lama tinggal di Ponorogo untuk menemani ibu kandungnya agar tidak kesepian.

Baca juga: Detik-detik Sriwijaya Air Jatuh, Terdengar Dentuman Lalu Kaca Rumah Bergetar, Saksi: Tiba-tiba Duar

Setelah lebih dari seminggu tinggal di Ponorogo, Nur Kholif bersama istrinya diantarkan keluarganya sampai di Madiun, Senin (4/1/2021), untuk pulang ke Kalimantan Barat. Dari Madiun, Nur Kholif bersama istrinya naik kereta api tujuan Jakarta.

Nur Kholif bersama istrinya memilih langsung menumpang pesawat di Jakarta lantaran tidak menginginkan naik dua kali pesawat bila terbang dari Surabaya.

Sebab, bila terbang dari Bandara Juanda Surabaya, pesawat akan transit terlebih dahulu di Jakarta.

Tak hanya itu, pasutri itu memilih pulang tanggal itu lantaran masa berlaku rapid test antigennya akan segera habis.

Namun, ternyata pilihan naik pesawat berubah harus menggunakan tes swab.

Untuk itu, kakaknya harus menunggu hasil swab-nya keluar selama tiga hari dan baru berangkat pada hari Sabtu.

Ia tak mengira kakak kandungnya bakal menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tersebut.

Baca juga: Bakal Masuk hingga Kedalaman 40 Meter, Berikut Kendala Penyelam yang Cari Jejak Korban Sriwijaya Air

Sebab, selama ini kakak kandungnya tidak pernah naik pesawat Sriwijaya Air bila kembali ke Kalimantan.

Hanif dan keluarganya mendapatkan informasi kakak kandung bersama istrinya menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air selepas shalat maghrib.

Sebelumnya, ia mendapatkan kabar jatuhnya pesawat Sriwijaya dari media sosial di ponselnya, Sabtu (9/1/2021) sore.

Namun, ia tidak memperhatikan lantaran almarhum tidak pernah menumpang pesawat Sriwijaya.

Harap jasadnya segera ditemukan

Petugas mengidentifikasi kantong jenazah korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut.
Petugas mengidentifikasi kantong jenazah korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Meski sudah mengikhlaskan kejadian tersebut, keluarga mengharapkan jasad Nur Kholif bersama istri segera ditemukan.

Baca juga: Mahasiswa Ini Pernah Palsukan Surat Rapid Test untuk 24 Calon Pengawas TPS Pilkada Jember

“Mudah-mudahan jenazah kakak kami dan istrinya segera ditemukan,” kata Hanif.

Saat ini, keluarga sudah ada yang di Posko Sriwijaya Air dan rumah sakit di Jakarta. Tak hanya itu, ada juga keluarga di Bandara Soekarno-Hatta.

Di mata keluarganya, almarhum merupakan sosok yang taat beribadah dan baik bagi keluarga.

Saat berada di dalam pesawat, almarhum sempat menghubungi dua anaknya yang sementara menimba ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

“Almarhum sempat pamit kepada anaknya untuk memohon doa agar lancar sampai rumah saat di dalam pesawat,” kata Hanif.

Detik-detik Sriwijaya Air Jatuh

Suara menggelegar jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 menghujam laut, menggetarkan rumah penduduk di kawasan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu.

Suara jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak di perairan gugusan Kepulauan Seribu, Utara Jakarta, pada Sabtu (9/1/2021) menggelegar seperti petir dan menggetarkan rumah penduduk di Pulau Lancang.

Penduduk Pulau Lancang, sekitar pukul 14.40 WIB, mengaku kaget karena mendengar suara gelegar bagaikan petir besar terdengar di tengah hujan lebat tersebut, bahkan menggetarkan kaca-kaca di jendela rumah penduduk.

"Hari itu hujan campur angin kencang, tiba-tiba ada suara 'duar' terdengar keras sekali sampai rumah (kaca rumah) bergetar," kata Junaenah (40) warga Pulau Lancang, Minggu petang.

Baca juga: Diminta Suami Pakai Baju Putih & Wakili Cium Anak, Istri Korban Sriwijaya Air: Gak Ngeh Itu Firasat

Baca juga: Bakal Masuk hingga Kedalaman 40 Meter, Berikut Kendala Penyelam yang Cari Jejak Korban Sriwijaya Air

Baca juga: Mirip Petir & Bom Jatuh, Ombak Sangat Tinggi saat Sriwijaya Air Jatuh, Saksi Sampai Tak Doyan Makan

Petugas Basarnas memeriksa benda yang diduga serpihan dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta - Pontianak yang hilang kontak di perairan Pulau Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta, Minggu (10/1/2021). Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak pada Sabtu (9/1) sekitar pukul 14.40 WIB di ketinggian 10 ribu kaki tersebut membawa enam awak dan 56 penumpang.
Petugas Basarnas memeriksa benda yang diduga serpihan dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta - Pontianak yang hilang kontak di perairan Pulau Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta, Minggu (10/1/2021). Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak pada Sabtu (9/1) sekitar pukul 14.40 WIB di ketinggian 10 ribu kaki tersebut membawa enam awak dan 56 penumpang. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut Junaenah, kala itu, situasi tidak ada yang berbeda, ada masyarakat yang melaut, mencari rajungan (sejenis kepiting), dengan kebanyakan masyarakat berada di dalam rumahnya berlindung dari hujan.

"Pas dengar saya kaget, ya Allah, suara apa itu, karena besar sekali seperti bom.

Tapi saya dan anak-anak tidak keluar karena saya kira hanya petir di tengah hujan," kata Junaenah yang jarak rumahnya dari bibir pantai hanya sekitar 200 meter tersebut.

Akhirnya kabar sebenarnya datang dan tersiar sekitar pukul 16.00 WIB di pulau yang masyarakatnya sebagian besar adalah keluarga nelayan itu, setelah adanya pengumuman Kementerian Perhubungan bahwa satu pesawat maskapai Sriwijaya Air hilang kontak di sekitar perairan Kepulauan Seribu.

Kabar itu juga diperkuat oleh warga lainnya kembali dari melaut.

Baca juga: Isti Rela Korbankan Waktu Libur & Gantikan Shift Teman, Berakhir Alami Kecelakaan Sriwijaya Air

Dari kabar yang dibawa nelayan yang melaut, warga Pulau Lancang mengetahui ledakan tersebut adalah berasal dari sebuah pesawat yang mengalami kejadian nahas jatuh di antara tempat mereka dengan Pulau Laki yang tak berpenghuni.

"Nelayan yang baru pulang mengabari bahwa di sana (perairan Pulau Lancang-Pulau Laki) ada pesawat yang jatuh.

Saya langsung ingat oh mungkin itu yang siang tadi (saat hujan) saya kira petir sangat besar," ucap Marsu, Ketua RT 001/RW 001 Pulau Lancang.

Marsu menyebutkan, seketika mendapatkan kabar tersebut, banyak warga Pulau Lancang yang dikerahkan untuk melakukan pencarian dan evakuasi di lokasi jatuhnya pesawat yang akhirnya diketahui merupakan milik Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak dengan nomor register PK-CLC.

"Akhirnya pihak berwenang di sini berinisiatif untuk mengumpulkan warga dan melakukan pencarian sebisanya sampai dihentikan sekitar pukul 21.00 WIB," ucap Marsu.

Kesaksian: Ombak Jadi Sangat Tinggi

Adalah Hendrik Mulyadi, seorang nelayan rajungan di sekitar perairan Pulau Lancang-Pulau Laki, Kepulauan Seribu, yang menjadi saksi kunci kejadian nahas pada Sabtu (9/1) siang tersebut.

Hendrik menceritakan dirinya saat kejadian nahas tersebut berada di lokasi yang diduga kuat menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 itu bersama dua rekannya yang merupakan ABK di kapal pencari rajungannya.

"Saat itu hujan cukup besar (kemungkinan berkabut), dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan), tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombaknya) tinggi sekali, untung kapal saya enggak apa-apa," kata pria 30 tahun itu dalam perbincangannya dengan Antara di lokasi.

Setelah rangkaian kejadian yang berlangsung di bawah dua menit tersebut, Hendrik mengaku dirinya dan dua rekannya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi dan sempat mengira itu adalah bom yang jatuh dan meledak.

Namun anehnya, Hendrik mengaku sesaat sebelum kejadian tidak terdengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras, serta tidak terlihat kobaran api membubung sesaat setelah dentuman keras.

"Suara mesin gak ada.

Terus saat kejadian gak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar," katanya.

Meski tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, hingga tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sedia kala.

Dari informasi yang dihimpun Pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 dengan rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada Sabtu (9/1) pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.

Pesawat jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak pada posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.

Pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pukul 14.36 WIB.

Jadwal tersebut mundur dari jadwal penerbangan sebelumnya 13.35 WIB.

Penundaan keberangkatan karena faktor cuaca.

Baca juga: Derai Air Mata Lena Sembari Peluk Foto Anaknya di HP, Liburan Rayakan Ultah ke-15 Berakhir Tragedi

Baca juga: Turbin Pesawat Sriwijaya Air Ditemukan di Hari Kedua, Menyusul Terdeteksinya Sinyal Black Box

Berdasarkan data manifest, pesawat yang diproduksi tahun 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru.

Dari jumlah tersebut, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, tiga bayi.

Sedangkan 12 kru terdiri atas, enam kru aktif dan enam kru ekstra.

Keberadaan pesawat itu tengah dalam investigasi dan pencarian oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Koordinasi langsung dilakukan dengan berbagai pihak, baik Kepolisian, TNI maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dua hari sudah Tim SAR Gabungan mencari penumpang dan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 tersebut yang mengalami kecelakaan di perairan Pulau Laki dan Lancang Kepulauan Seribu, dengan berbagai temuan baik itu serpihan yang diduga bagian pesawat nahas, juga ada bagian tubuh manusia.

Meski secara resmi sudah diumumkan bahwa kejadian ini merupakan kecelakaan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tersebut, alangkah baiknya semua pihak bisa melakukan berbagai upaya yang berempati pada semua pihak baik itu keluarga korban, relawan, hingga saksi-saksi kejadian, setidaknya tidak menyebarkan kabar-kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Karena, perlu diingat musibah serta bencana bisa menimpa siapa saja dan dalam keadaan apa saja, semua bisa menjadi korban. (Kompas/ Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pulang Melayat Ayah Meninggal, Pasutri Ini Jadi Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air".

BACA JUGA : di Tribunnewsmaker.com dengan judul Pasutri Ini Jadi Korban Sriwijaya Air Sepulang Melayat Sang Ayah, Adik: Dia Sudah Merantau 28 Tahun.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved