Tanggapi Kudeta Militer di Myanmar, Pengungsi Rohingya: Mengutuk Tapi Tak Kasihani Aung San Suu Kyi
Pengungsi Rohingya turut memberikan tanggapan terkait kudeta militer di Myanmar.
Presiden AS Joe Biden mengatakan kudeta itu menjadi serangan langsung kepada Myanmar yang sedang bertransisi menuju demokrasi dam supremasi hukum.
• Tak Minta Soal Hak Asuh Anak & Harta Gono-gini, Rachel Vennya Gugat Cerai Niko, Apa Alasannya?

Sebelum reformasi, Myanmar berada di bawah pemerintahan langsung militer selama puluhan tahun.
Joe Biden mengatakan, pemerintahan AS akan mengawasi tanggapan negara-negara lain perihal kondisi politik Myanmar.
"Amerika Serikat mencabut sanksi terhadap Burma selama dekade terakhir berdasarkan kemajuan menuju demokrasi."
"Pembalikan kemajuan itu akan membutuhkan peninjauan segera terhadap hukum dan otoritas sanksi kami, diikuti dengan tindakan yang sesuai," kata Biden dalam sebuah pernyataan.
"Kami akan bekerja dengan mitra kami di seluruh kawasan dan dunia untuk mendukung pemulihan demokrasi dan supremasi hukum, serta meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab untuk membatalkan transisi demokrasi Burma," katanya

Krisis Myanmar merupakan ujian besar untuk janji Biden yang ingin lebih banyak bekerjasama dengan sekutu untuk permasalahan internasional, utamanya mengenai China.
Sikap ini kontras dengan pendekatan 'America First' yang sering dilakukan mantan presiden Donald Trump.
Kecaman atas kudeta militer digaungkan sejumlah negara seperti Australia, Uni Eropa, India, Jepang, dan AS.
China tidak mengecam insiden itu dan mengatakan agar semua pihak menghormati konstitusi.
Negara-negara lain di kawasan itu termasuk tetangganya, Thailand, menolak berkomentar soal urusan dalam negeri Myanmar.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengungsi Rohingya Kutuk Kudeta Tapi Tak Kasihani Aung San Suu Kyi: Kami Menyadari Karakter Aslinya.