Cerita Sri Mulyono Soal Partai Demokrat: Dikuasai SBY Secara Absolut Sejak Anas Urbaningrum Lengser
Sri Mulyono ungkap cerita perihal Partai Demokrat. Sebut SBY kuasai partai secara absolut sejak Anas Urbaningrum dilengserkan.
TRIBUNMATARAM.COM - Sri Mulyono ungkap cerita perihal Partai Demokrat.
Sebut SBY kuasai partai secara absolut sejak Anas Urbaningrum dilengserkan.
Berikut ulasan selengkapnya.
Polemik antara Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono dan kubu KLB Deli Serdang pimpinan Moeldoko terus berlanjut.
Kubu Moeldoko melalui Sri Mulyono selaku Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia membeberkan bahwa Ketua Majelis Tinggi partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah merencanakan penguasaan partai secara sistematis dan terstruktur.
Menurutnya, penguasaan Partai Demokrat ini dimulai dari kriminalisasi menggunakan hukum kekuasaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan kudeta terhadap Ketua Umum PD saat itu, yakni Anas Urbaningrum pada 8 Februari 2013 silam.
• Kabar Terbaru Abraham Samad, Mantan Ketua KPK yang Pernah Jerat Calon Kapolri dan Orang Dekat SBY
• AHY Curhat Soal Dualisme di Demokrat, JK Minta Putra SBY Bersabar: Dulu Golkar Juga Alami Hal Serupa

"Sejak saat itu SBY benar-benar berkuasa absolut dan mulai membangun dinasti di Partai Demokrat.
Kejahatan politik internal ini dulu disaksikan oleh para kader Demokrat," kata Sri Mulyono kepada wartawan, Kamis (18/3/2021).

Dijelaskan Sri, seiring berjalannya waktu, publik mulai sadar bahwa SBY adalah pembunuh demokrasi dan pengusung dinasti.
"Kesadaran sekaligus pelaknatan publik ini diwujudkan dalam bentuk merosotnya elektabilitas PD pada pemilu 2014 lalu, yakni hanya sebesar 50 persen dari 21 persen menjadi 10 persen," lanjutnya seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Sri Mulyono Cerita SBY Kuasai Demokrat Secara Absolut Sejak Anas Urbaningrum Dilengserkan.
Padahal, dilanjutkan Sri, saat itu SBY yakin betul bahwa pada akhir 2013 elektablitas Demokrat sudah bisa 15 persen.
"Dan pada pemilu 2014 akan naik lagi serta kembali sebagai pemenang pemilu," tambahnya.

Sri mengatakan SBY yakin bahwa kalau Demokrat dipegang langsung oleh dirinya sebagai ketua umum, otomatis PD akan kembali berjaya.
Itu karena SBY beriman pada kalimat "partai Demokrat adalah SBY dan SBY adalah partai Demokrat".
"Ada juga petinggi lembaga survei yang melegitimasi hal tersebut. Penghukuman publik terhadap SBY terus berlangsung pada pemilu 2019, di mana Demokrat hanya memperoleh suara sekitar 7,5 persen," ungkapnya.
Dijelaskan Sri, situasi ini tidak cukup menyadarkan SBY.
Sri menyebut SBY memanipulasi sejarah berdirinya partai Demokrat bahwa hanya dia dan Ventje Rumangkang yang mendirikan partai itu.
• Dulu Tuding SBY Kriminalisasi, Begini Kabar Antasari Azhar Setelah Bebas, Ungkap Penyesalan Terbesar
Sri pun menjelaskan dasarnya yakni tertuang dalam AD/ART partai Demokrat versi Kongres Hotel Sultan pada Maret 2020.
"Dalam kongres tersebut, SBY juga mengkooptasi Demokrat secara absolut dengan merubah AD/ART pada pasal 17 tentang Majelis Tinggi. Partai Demokrat adalah Saya (SBY)," ucapnya.
Dirinya mencontohkan, kekuasaan absolut itu digunakan untuk menarik upeti dari kader-kader di daerah.
Kekuasaan absolut adalah nyata-nyata musuh demokrasi.
Menurut Sri, SBY telah melawan takdir demokrasi dengan membangun dinasti di partai Demokrat.
"Kini SBY dan Partai Demokrat bukan hanya dibenci oleh publik, tapi juga oleh para kadernya sendiri. Demokrat terancam punah jika terus mengamini atau ikut saja model dinasti yang anti demokrasi itu," ujar Sri..
"Sebelum tragedi ini benar-benar menjadi nyata, sadarlah dan lakukanlah sesuatu untuk mengembalikan Demokrat sebagai milik seluruh anggotanya dan seluruh rakyat. Jangan mau diperdaya oleh keluarga SBY yang haus kuasa itu," pungkasnya.
AHY Curhat Soal Dualisme di Demokrat
Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan 12 Jusuf Kalla memuji regenerasi di tubuh Partai Demokrat.
Menurut Kalla, proses regenerasi kader yang dilakukan partai berlambang mercy itu bisa menjadi contoh untuk partai politik lainnya.
"Partai Demokrat sudah baik dalam memberi contoh tentang regenerasi di partai politik."
"Namun harus tetap memikirkan pemilih tradisional," ungkap Kalla dalam pertemuan dengan AHY di kediamannya, Minggu (14/3/2021).
Baca juga: Dilema Jokowi Jika Tanggapi Moeldoko Kudeta AHY, Posisi Serba Salah, Opsi Pemecatan Mencuat
Baca juga: Moeldoko Dinilai Sulitkan Jokowi dengan Kudeta AHY, Presiden Masih Diam Saja : Beban Istana

Selain itu Kalla juga meminta Ketua Partai Demokrat ini untuk bersabar dalam menghadapi dualisme yang melanda partainya saat ini.
Kalla menceritakan bahwa permasalahan tersebut juga pernah dialami Partai Golkar dan meminta AHY untuk terus menjalin silaturahmi dan komunikasi dengan tokoh politik dan tokoh nasional
"Bersabar. Dulu Partai Golkar juga pernah mengalami hal serupa."
"Tetap jalin silaturahmi dan komunikasi dengan tokoh-tokoh politik maupun tokoh-tokoh nasional lainnya," sebut Kalla dalam keterangan tertulis.
Pada kesempatan yang sama AHY menjelaskan bahwa kunjungannya ini untuk meminta masukan tentang dinamika ekonomi dan sosial politik Indonesia saat ini.
Baca juga: Bebas Juni 2020, Nazaruddin Kini Andil Kudeta AHY, Bagi-bagi Uang ke Kader yang Sedia Berkhianat
Selain itu, AHY melihat bahwa Partai Demokrat selalu memiliki hubungan yang baik dengan Jusuf Kalla.
Maka silaturahmi keduanya penting untuk selalu terjaga.
"Bagaimana pun Partai Demokrat memiliki hubungan sejarah politik yang sangat baik dengan Pak JK."
"Pak JK pernah menjadi Wakil Presiden mendampingi Bapak SBY," jelas AHY.
"Partai Demokrat juga menjadi mitra strategis bagi Partai Golkar saat dipimpin oleh Pak JK sebagai Ketua Umum."
"Meskipun mengalami pasang surut, kebersamaan kita dicatat sejarah demokrasi modern di Indonesia," sambungnya.
Adapun konflik Partai Demokrat dengan sejumlah eks kader yang melaksanakan KLB kontra AHY dan mengangkat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum, sampai pada tahapan hukum.
Baca juga: Aldi Taher Ngaku Siap Hadiri Podcast Deddy Corbuzier, Namun Ajukan Syarat Undang AHY, Apa Alasannya?
Terbaru, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan yang dilayangkan Partai Demokrat terhadap 10 pihak terkait kisruh kepemimpinan di partai tersebut pada Jumat (12/3/2021).
Gugatan perbuatan melawan hukum dilayangkan Partai Demokrat didampingi Tim Pembela Demokrasi yang beranggotakan 13 praktisi hukum.
Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut para tergugat dinilai telah melanggar sejumlah aturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
(Tribunnews/ Reza Deni)
BACA JUGA : di Tribunnewsmaker.com dengan judul Kisah Sri Mulyono Soal Partai Demokrat: Dikuasai SBY Secara Absolut Sejak Anas Urbaningrum Lengser.