Bunuh 51 Jemaah Salat Jumat di Masjid Selandia Baru, Pelaku Minta Status Terorisnya Dikaji
Brenton Tarrant minta statusnya sebagai teroris dikaji. Seperti diketahui, ia adalah pelaku pembunuhan 51 jemaah salat jumat di Selandia Baru.
TRIBUNMATARAM.COM - Brenton Tarrant minta statusnya sebagai teroris dikaji.
Seperti diketahui, ia adalah pelaku pembunuhan 51 jemaah salat jumat di Selandia Baru.
Berikut ulasan selengkapnya.
Pembunuh 51 jemaah di masjid Selandia Baru saat Shalat Jumat dilaporkan meminta statusnya sebagai teroris dikaji.
Brenton Tarrant, pendukung supremasi kulit putih, bertanggung jawab atas insiden paling berdarah dalam sejarah "Negeri Kiwi".
Pada 15 Maret, dia menembaki dua masjid di Christchurch, ketika jemaah sedang melaksanakan Shalat Jumat.
• Sosok Abah Popon, Pria yang Disebut Terduga Teroris Orang Pintar, Dianggap Bisa Beri Ilmu Kebal
• Ngaku DBD saat Ramai Soal Teroris, Arie Untung: Orang Pada Minta Pendapat, Gue Lihat Trombosit Turun

Sebanyak 51 orang tewas dan 40 lainnya terluka.
Brenton Tarrant pun ditangkap ketika hendak menuju ke lokasi ketiga.
Pada Agustus tahun lalu, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebsan bersyarat.
Vonis itu merupakan yang terberat dalam sejarah Selandia Baru, di mana dia bersalah atas dakwaan pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan terorisme.
• Ditangkap di Bandung, Terduga Teroris Berencana Ledakkan SPBU Pertamina, Simpatisan FPI Tahun 2019
Aksinya mengejutkan "Negeri Kiwi" maupun dunia, dan membuat sejumlah perubahan drastis dalam sistem hukum setempat.
Salah satunya adalah pembentukan Direktorat Tahanan Risiko Ekstrem yang bertugas menangani narapidana paling berbahaya.
Pada Kamis (15/4/2021), Tarrant dijadwalkan bakal hadir di sesi sidang Pengadilan Tinggi Auckland.
Sebabnya, dia mengajukan petisi antara lain perubahan kondisi penjara yang ditempatinya atas dasar kemanusiaan.
Selain itu, dia juga meminta agar statusnya sebagai teroris berdasarkan Undang-undang Pencegahan Teroris Selandia Baru dikaji lagi.
Dilansir Russian Today Rabu (14/4/2021), pembunuh asal Australia itu ditempatkan sayap terpisah, penjara berkeamanan tinggi di Auckland.
Dijuluki "penjara dalam penjara", aktivitas Tarrant dan dua napi berbahaya lainnya dimonitor oleh 18 penjara.
Pengelolaan hotel prodeo tersebut dilaporkan menghabiskan 2,77 juta dollar Selandia Baru (Rp 28,8 miliar) per tahun.
Namun, terdapat sorotan mengenai kondisi yang diterima Tarrant selama sisa hidupnya, dan apakah sesuai dengan standar kemanusiaan di sana.
Sorotan yang menggelayut adalah bertahun-tahun tinggal sendiri, hanya diawasi monitor, bakal mengganggu mentalnya.
• Hal Konyol Dilakukan Terduga Teroris, Jemur Bahan Peledak hingga ke Orang Pintar Agar Kebal
Pakar hukum meyakini, kondisi itulah yang tengah diperjuangkan Brenton Tarrant di hadapan Hakim Geoffrey Venning.
Peninjauan kembali itu takkan mengubah vonis yang diterima Tarrant seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Pembunuh 51 Jemaah saat Shalat Jumat di Masjid Selandia Baru Minta Status Terorisnya Dikaji".
Di mata hukum, dia tetaplah pembunuh sadis dan teroris.
Meski begitu, banyak yang meyakini Hakim Venning akan memberikan kelonggaran terkait kondisi penjaranya.
Dihukum Seumur Hidup
Brenton Tarrant, teroris penembakan di masjid Selandia Baru, dihukum seumur hidup tanpa mendapatkan pembebasan bersyarat.
Hukuman yang diterima Tarrant merupakan yang terlama, serta baru pertama kali diterapkan untuk penghapusan bebas bersyarat dalam sejarah "Negeri Kiwi".
Hakim Cameron Mander mengumumkan vonis bagi Brenton Tarrant setelah sidang maraton selama empat hari, dengan 91 korban maupun keluarganya menghadapinya.
Para korban penembakan di Masjid Al Noor dan Linwood, Christchurch, mengungkapkan dampak fisik, emosi, dan psikologi yang mereka terima.
"Engkau tidak punya rasa kasih. Perbuatanmu itu kejam dan brutal. Engkau sama sekali bukanlah manusia," tegas Hakim Mander dalam putusannya.
Hakim Mander melanjutkan, teroris berkebangsaan Australia itu sama sekali tak punya empati kepada para jemaah yang tengah melaksanakan Shalat Jumat.
Tarrant disebut sangat emosi pada saat kejadian sekaligus marah kepada masyarakat, dan memutuskan merusaknya sebagai bentuk balas dendam.
Sang teroris dilaporkan mengatakan apa pun dalam hari terakhir sidang vonis, dan mengutus standby lawyer Pip Hall berbicara atas namanya.
"Tuan Tarrant tidak menentang fakta bahwa dia dihukum seumur hidup tanpa mendapatkan pembebasan bersyarat," jelas Hall di sidang.
Hakim Mander kemudian beralih kepada Tarrant, apakah dia ingin mengucapkan sesuatu. "Tidak, terima kasih," ujarnya kemudian diam.
Jaksa Penuntut Mark Zarifeh menerangkan, hukuman seumur hidup tanpa mendapat parole adalah vonis terbaik mengingat perbuatan jahat yang dilakukannya.
Tarrant menyerang Masjid Al Noor dan Linwood di Christchurch pada 15 Maret 2019, dengan 51 jemaah yang hadir tewas baik di lokasi maupun saat dirawat.
Zarifeh mengatakan, teroris berusia 29 tahun tersebut sudah merencanakan kekejamannya dengan matang, dan menyebabkan kerusakan tak terhingga.
"Dia jelas merupakan pembunuh paling kejam dalam sejarah Selandia Baru," tegas Zarifeh seperti diberitakan Sky News Kamis (27/8/2020).
Zarifeh melanjutkan, Brenton Tarrant nampaknya sudah mulai menunjukkan penyesalan, di mana dia berkata kepada psikiater bahwa perrbuatannya menjijikkan.
Meski begitu, Zarifeh menegaskan Tarrant tidak bisa mengontrol hasratnya untuk melakukan pembunuhan, meski dia tahu hal itu salah.
Tarrant sendiri selama empat hari menghadiri sidang dengan diam, hanya memandang sekeliling, dan menghadapi korbanya dengan muka datar.
(Kompas/ Ardi Priyatno Utomo)
BACA JUGA : di Tribunnewsmaker.com dengan judul Pelaku Pembunuhan 51 Jemaah Salat Jumat di Masjid Selandia Baru Minta Status Terorisnya Dikaji.