TRIBUNMATARAM.COM - Suara Maruli Togatorop bergetar, matanya berkaca-kaca saat menceritakan kejadian yang dialaminya 2014 lalu.
Saat itu, pria yang berprofesi sebagai dokter gigi ini bolak balik rumah sakit.
Ia tidak sedang bertugas, namun menjadi pasien.
“Saya tidak tahu sakit apa, bermacam dokter spesialis belum menemukan diagnosa yang pasti,” ujar Maruli kepada Kompas.com di Bandung, Minggu (1/12/2019).
Hingga Juli 2014, dokter yang menangani Maruli memutuskan untuk melakukan pengecekan HIV-AIDS.
Hasilnya, Maruli HIV positif.
Betapa kagetnya Maruli mendengar hasil yang disampaikan dokter.
Meski bekerja di bidang kesehatan, ia merasa awam dengan penyakit itu.
“Saya korban ketidaktahuan walau saya medis. HIV hanya fakta medis, tidak beda dengan fakta kronis lainnya.
Dia tidak memilih siapa yang akan diinfeksinya,” tutur Maruli.
Terpuruk
Semakin hari kondisi Maruli semakin drop, apalagi setelah keluarga tidak menerima kenyataan tersebut dan menolak keberadaan Maruli.
• Setelah Hampir 20 Tahun Ditemukan Strain Terbaru HIV, Ilmuwan Sebut Tak Perlu Khawatir
Puncaknya saat sang istri memutuskan untuk menceraikan Maruli, penolakan itu membuat kondisi Maruli makin terpuruk.
Berat badannya drop dari 75 kilogram ke 45 kg, kulitnya pun berubah drastis menjadi bersisik.
Saat itu yang ada dalam pikirannya adalah kematian.
“Saya sekaligus mendapat dua gelar. Terinveksi HIV dan duda. Istri sendiri non reaktif, dia tidak terinfeksi HIV,” ungkapnya.
Lama dinanti, kematian tak kunjung datang, itulah yang membuat Maruli semangat dan mencoba bangkit.
• Puasa Periksa Darah Boleh Minum, Ini Aturannya Agar Hasilnya Benar-benar Akurat
Semangat inilah yang membuat kondisi Maruli membaik.
Pindah ke Merauke
Setahun setelah vonis, Maruli mengirim surat ke Kementerian Kesehatan.
Ia menceritakan kondisinya dan meminta dipindahkan kembali ke Merauke, Papua.
Di Merauke, ia kembali bekerja seperti biasa menjadi dokter gigi.
Meski hidup sendiri, ia tetap semangat untuk sembuh dengna mengonsumsi ARV dan menerapkan pola hidup sehat.
• Tanda-tanda Alami Gangguan Philophobia, Fobia Jatuh Cinta, Awas Terkesan Sepele!
“Saya terbuka pada siapapun tentang kondisi saya HIV positif. Kalau ada pasien yang nanya, saya juga ceritakan,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia pun berbagi informasi dengan banyak orang terkait HIV-AIDS.
Sebab ia tidak ingin orang-orang mengalami apa yang terjadi padanya.
“Biarlah orang tahu informasi HIV/AIDS dari saya. Stop virus sampai di saya sehingga tidak ada lagi yang terinveksi HIV,” ungkapnya.
• 7 Gejala Penyakit Jantung yang Sering Disepelekan karena Dianggap Biasa Saja, Bahaya!
Perjuangan hidupnya ini ia tulis menjadi sebuah buku berjudul “Dokter Kena HIV-Perjuangan Penerimaan Diri Hingga Membuka Diri”.
Lewat buku juga ia ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa ia masih hidup sampai sekarang dan berprestasi lebih dari sebelumnya.
Bahkan ia kini merasa HIV adalah berkah dalam hidupnya.
Dengan HIV ia bisa berbagi dengan sesama.
• Punya Perut Bergelambir, Coba Minuman yang Bisa Bakar Lemak dengan Cepat Sebelum Tidur Ini, Gampang!
Tujuannya agar orang tahu informasi HIV dan tidak meninggalkan orang dengan HIV-AIDS (ODHIV-ODHA), sehingga mereka tidak terpuruk.
Ketika ditanya dari mana kemungkinan Maruli tertular, ia mengatakan, kecil kemungkinan dari profesinya sebagai dokter gigi. Maruli kemungkinan besar tertular dari hubungan seks. (Kompas.com/Reni Susanti)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjuangan Dokter Gigi Maruli, Ditinggalkan Istri karena HIV hingga Lawan Stigma"
Meski Dinobatkan Jadi Ramen Terenak di Dunia, Ini Bahayanya Jika Konsumsi Indomie Tiap Hari
TRIBUNMATARAM.COM - Mi instan memang menjadi makanan primadona yang kelezatannya sulit ditolak oleh siapa pun.
Nah, baru-baru ini, salah satu kolumnis makanan dari salah satu media di Los Angeles, California, LA Times, menobatkan Indomie sebagai ramen paling enak di dunia.
Saking terkesan dengan kenikmatan indomie, Lucas Kwan Peterson, kolumnis tersebut menuliskan bahwa dirinya bisa dan mau memakan mi instan asal Indonesia itu setiap hari.
Tentu ungkapan Peterson itu tak perlu kita tiru. Meski rasanya nikmat, kita tetap tak boleh mengonsumsi mi instan setiap hari.
Pasalnya, sebagian besar mi instan mengandung kalori, serat dan protein yang rendah.
Namun, kandungan lemak, karbohidrat, dan natrium dalam mi instan sangat tinggi.
Karena kandungan serat dan proteinnya yang rendah, mi instan bisa memicu kenaikan berat badan.
• Tak Lagi Jadi Asisten Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, Merry Ungkap Gak Pernah Lagi Makan Enak
Satu bungkus mi instan rata-rata hanya mengandung 4 gram protein dan 1 gram serat.
Meski rendah kalori, mi instan tidak akan membuat kita merasa kenyang.
Mie instan juga mengandung monosodium glutamate (MSG), bahan tambahan pada makanan yang digunakan untuk meningkatkan rasa dalam makanan olahan.
Meski aman dikonsumsi, terlalu sering mengonsumsi MSG bisa menyebabkan obesitas, peningkatan tekanan darah, sakit kepala dan mual.
Beberapa penelitian juga membuktikan MSG dapat berdampak negatif bagi kesehatan otak. MSG juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kematian sel-sel otak dewasa.
Pada orang-orang yang sensitif terhadap MSG, sedikit jasa mengonsumsinya bisa membuat mereka sakit kepala, otot tegang, mati rasa dan kesemutan.
Kandungan sodium yang tinggi dalam mi instan juga bisa memicu peningaktan tekanan darah yang bisa mengarah pada penyakit kardiovaskular (berhubungan dengan jantung).
Demi kesehatan tubuh, sebaiknya kita jangan terlalu sering mengonsumsi mi instan.
Bisa jadi makanan sehat, asal...
Untuk meredam bahaya mi instan, kita juga bisa mengolahnya dengan cara sehat dengan cara berikut:
1. Membuang bumbunya
Jumlah natrium dalam bumbu mi instan setara dengan setengah sendok teh garam atau 63 persen dari dosis garam harian.
Agar mi instan yang kita konsumsi lebih sehat, buanglah sebagian besar bumbu yang disediakan.
Gantilah bumbu-bumbu tersebut dengan rempah-rempah seperti cabai, kecap ikat atau miso.
Semakin sedikit bumbu mi instan yang kita gunakan, maka akan semakin baik.
2. Tambahkan sayuran
Selain menambah cita rasa pada mi, sayuran juga mengandung serat tinggi yang membuat kita merasa lebih kenyang.
Kita bisa menambahkan sayuran seperti sawi, selada air, bok choy, bawang bombay atau daun bawang.
3. Menambahkan sumber protein
Mie instan mengandung protein yang sangat rendah.
Oleh karena itu, kita bisa menambahkan sumber protein lain seperti telur.
Telur mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Satu butir telur mengandung vitamin A, asam folat, vitamin B5, vitamin B12, vitamin B2, fosfor, selenium, vitamin D, vitamin E, vitamin K, vitamin B6, kalsium, dan seng. (Kompas.com/Ariska Puspita Anggraini/Resa Eka Ayu Sartika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meski Indomie Jadi Ramen Terenak Dunia, Ini Bahaya Jika Dimakan Tiap Hari"