TRIBUNMATARAM.COM - Cara pemakaman korban virus corona yang dinyatakan meninggal dunia, keluarga tidak diperbolehkan menyaksikan jenazah untuk terakhir kali.
Virus corona telah memakan korban meninggal hingga ribuan jiwa.
Lalu bagaimana prosedur pemakaman korban virus corona yang meninggal dunia agar tidak menulari keluarganya?
Korban meninggal akibat wabah virus corona masih terus bertambah hingga kini
Diketahui info terbaru pada Selasa (11/2/2020) mengutip data dari South China Morning Post 1.018 orang telah meninggal dunia akibat virus corona.
• Indonesia Belum Terdeteksi Virus Corona, Menkes Terawan Bingung: Disyukuri Bukan Dipertanyakan
Untuk pertama kalinya sejak merebak pada Desember 2019 ada lebih dari 100 orang meninggal dalam sehari karena virus corona.
Melihat banyaknya jumlah korban meninggal, bagaimana jenazah korban virus corona dimakamkan?
Komisi kesehatan nasional China (NHC) seperti dikutip dari webnya menerbitkan aturan terkait pemakaman korban virus corona.
Aturan yang diterbitkan 1 Februari 2020 menyebutkan, setelah dipastikan kematian pasien dengan pneumonia karena virus corona langsung diterbitkan laporan kematian.
• Pemerintah Cegah Virus Corona Masuk ke Indonesia, Siagakan KRI di Perbatasan RI dengan Singapura
Dikremasi
Lembaga medis yang menangani pasien memberikan sertifikat kematian kepada kerabat korban untuk pemberitahuan kremasi.
Jika perintah segera melakukan kremasi ditolak oleh keluarga korban, sementara lembaga medis dan rumah duka gagal meyakinkan maka wewenang menjadi otoritas keamanan publik.
"Setelah pemberitahuan kematian pasien dengan pneumonia karena virus corona, tidak ada upacara perpisahan jenazah dan kegiatan pemakaman lainnya," tulis aturan tersebut.
Pemindahan jenazah hanya dilakukan oleh rumah duka dan ada rute khusus dari rumah sakit ke rumah duka.
Setelah jenazah sampai di rumah duka akan langsung dilakukan kremasi.
Kemudian, setelah kremasi selesai, abu rumah duka diambil oleh staf layanan rumah duka, dan sertifikat kremasi dikeluarkan, yang diserahkan kepada kerabat untuk dibawa pergi.
Apabila keluarga menolak untuk mengambilnya, itu akan diperlakukan sebagai abu dari tubuh yang tidak diklaim.
Prosedur tersebut juga diberlakukan untuk orang asing di China, Hong Kong, Makau atau Taiwan yang meninggal di China karena virus corona.
Kata peneliti
Mengenai kebijakan China yang langsung mengkremasi jenazah korban virus corona ditanggapi Ronald St John, mantan direktur jenderal Pusat Kesiapan dan Tanggap Darurat di Badan Kesehatan Masyarakat Kanada, yang pernah menangani wabah SARS 2003.
Menurut Ronald, virus corona berbeda dengan Ebola yang memang harus ada protokol saat pemakaman jenazah.
"Mungkin ada elemen praktis untuk keputusan ini, kremasi cepat dan memakan ruang lebih sedikit dari penguburan standar jika sejumlah kematian terjadi," kata Ronald dikutip dari Aljazeera.
Sementara Dr Hagai Levine, profesor epidemologi dengan keahlian penyelidikan wabah di Universitas Ibrani-Hadassah Yerusalem mengatakan bahwa risiko penularan tetesan dari mayat sangat rendah.
"Ada sejarah panjang ketakutan dari mayat selama epidemi," tuturnya. (Sosok.id/*)
Corona Kepung Negara Tetangga, WHO & Ahli Harvard Heran Indonesia Negatif Virus
Virus corona diketahui telah mengepung negara tetangga Indonesia, mulai dari Thailand, Singapura, hingga Malaysia.
Namun, hingga kini belum ada temuan kasus corona di Indonesia.
Hal ini rupanya membuat badan kesehatan dunia yang dinaungi PBB, WHO merasa heran.
Tak hanya itu, tidak adanya laporan kasus virus corona di Indonesia membuat ahli Harvard merasa khawatir.
Mereka khawatir virus corona sudah menyebar di Indonesia tetapi tak terdeteksi.
Pasalnya, pihaknya menilai, jika hal tersebut benar terjadi maka virus akan membentuk epidemi yang lebih besar.
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, hingga kini, negeri Thailand yang cukup dekat dengan Indonesia telah melaporkan 25 kasus.
• Huang Xiqiu, Sosok Arsitek Bangun Rumah Sakit Corona Selama 8 Hari Non Stop, Lahir di Indonesia
Sementara Indonesia sama sekali belum melaporkan adanya wabah.
“Indonesia telah melaporkan nol kasus, dan Anda akan mengharapkan telah melihat beberapa kasus,” ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch di Harvard TH Chan Scool of Public Health, sebagaimana dikutip VOA News.
Penelitian para ahli Harvard sendiri didasarkan pada perkiraan jumlah rata-rata penumpang pesawat yang terbang dari Wuhan ke kota-kota lain di seluruh dunia.
Asumsinya, semakin banyak penumpang maka berarti ada kemungkinan penularan kasus virus corona.
"Kasus-kasus yang tidak terdeteksi di negara mana pun berpotensi menyebarkan epidemi di negara-negara itu yang dapat menyebar di luar perbatasan mereka,” jelasnya.
• Pasangan Pengantin Asal Natuna Nyaris Gagal Menikah Gegara Lokasi Resepsi Dekat Karantina Corona
Meski demikian, ketiga penelitian terbaru itu sendiri diakui tak melalui proses ilmiah normal yang ditinjau oleh ahli dari luar.
Namun, menurut peneliti yang dihubungi oleh VOA, penelitian tesebut menurut mereka masuk akal.
WHO Beri Peringatan
Melansir dari The Sydney Morning Herald, sebelumnya WHO mengingatkan agar Indonesia berbuat lebih banyak untuk mempersiapkan kemungkinan wabah virus corona di tengah kekhawatiran belum adanya satu pun temuan kasus.
WHO menginginkan agar Indonesia meningkatkan pengawasan, deteksi kasus, dan persiapan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk apabila terjadi wabah.
Perwakilan WHO di Indonesia, Dr Navaratnasamy Paranietharan, mengatakan, Indonesia telah mengambil langkah konkret, termasuk penyaringan di perbatasan internasional dan menyiapkan rumah sakit apabila terdapat kasus yang potensial.
"Indonesia sedang melakukan apa yang mungkin untuk dipersiapkan dan dipertahankan terhadap virus corona baru," katanya.
Namun, menurutnya, masih banyak hal yang harus disiapkan Indonesia mulai dari pengawasan, deteksi, hingga persiapan fasilitas terkait skenario bila wabah terjadi.
"Ketersediaan alat tes khusus untuk mengonfirmasi nCoV (novel coronavirus) minggu ini adalah langkah yang signifikan ke arah yang benar," ujarnya, sebagaimana dikutip The Sydney Morning Herald, Jumat (7/2/2020).
Menanggapi hal ini, pihak perwakilan Kementerian Kesehatan pun angkat bicara.
Melalui Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian dr Siswanto menanggapi penelitian ahli dari Universitas Harvard itu.
"Penelitian Harvard itu model matematik untuk memprediksi dinamika penyebaran novel coronavirus berdasarkan seberapa besar orang lalu lalang," kata Siswanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Senin (10/2/2020).
Ia menyebutkan, jika didasarkan perhitungan matematis, seharusnya terdapat 6-7 kasus positif virus corona di Indonesia.
Namun, pihaknya menegaskan, sampai dengan hari ini belum ada satu pun kasus yang dinyatakan positif corona berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Litbang Kemenkes.
Kemenkes sendiri telah melakukan uji laboratorium terhadap 59 kasus dari 62 kasus yang ada.
Hasilnya, tak ada satu pun spesimen yang terbukti positif virus corona, sedangkan 3 spesimen lain tengah diteliti.
"Kalau diprediksi harusnya ada 6 kasus, ternyata sampai hari ini tidak ada, ya harusnya justru kita bersyukur.
Kita sudah teliti dengan benar. Itu (penelitian ahli Harvard) hanya prediksi saja," kata dia. (TribunMataram.com/ Salma Fenty)