Sebelumnya, dalam sejumlah kesempatan Jokowi juga sempat menegaskan bahwa pemerintah tak akan mengambil jalan lockdown.
Misalnya pada jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020), Jokowi menegaskan bahwa kebijakan lockdown hanya boleh diambil oleh pemerintah pusat.
Ia melarang Pemda mengambil kebijakan itu.
"Kebijakan lockdown baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tak boleh diambil oleh Pemda. Dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," kata Jokowi tanpa merinci lebih jauh alasan melarang lockdown.
Selanjutnya, saat rapat dengan gubernur seluruh Indonesia lewat video conference, Selasa (24/3/2020), Jokowi juga kembali menyinggung soal lockdown.
Jokowi menyebut, ia kerap mendapat pertanyaan kenapa tak melakukan lockdown seperti negara-negara lain.
Lagi-lagi Jokowi tak mengungkap alasan yang gamblang. Ia hanya menegaskan, setiap negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda-beda.
"Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda. Oleh karena itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Jokowi.
Meski demikian, arahan Jokowi itu diabaikan oleh sejumlah kepala daerah.
Sejumlah daerah tetap memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau local lockdown dengan caranya masing-masing, misalnya terjadi di Tegal, Tasikmalaya, Papua, Makasar, Ciamis dan Surabaya.
Belakangan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan surat permohonan untuk karantina wilayah ibu kota kepada pemerintah pusat.
Pembatasan sosial berskala besar
Banyaknya pemerintah daerah yang tetap melakukan lockdown membuat pemerintah pusat sempat mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang karantina wilayah.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD tak lama setelah menerima surat dari Anies.
Namun, pada akhirnya opsi untuk menerbitkan PP Karantina Wilayah itu ditolak Presiden Jokowi.