Mereka berulang-ulang meminta kepada kapten kapal agar jenazah rekannya itu dikubur saat kapal berlabuh.
"Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," kata NA.
"Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," ujar NA menirukan jawaban kapten kapal.
Dihadapkan kenyataan pahit seperti itu, NA dan rekan-rekannya yang beragama Islam akhirnya hanya bisa memandikan dan menshalati jenazah rekan-rekannya.
"Kami mandikan, shalati dan baru 'dibuang'," ungkapnya.
MY mengatakan, hal itu melanggar kontrak ABK karena di perjanjian awal "(jenazah) ABK bisa dipulangkan."
• ABK Lain Getol Kuburkan Jasad Temannya Tapi Ditolak Kapten Kapal, Sempat Mandikan & Shalati Jenazah
Minta pemerintah gugat
RV, BR, KR, MY, dan NA sepakat bahwa Pemerintah Indonesia harus melakukan gugatan hukum kepada pemilik kapal asing.
"Agar kejadian ini tidak terulang lagi," ujar mereka.
Sementara itu, MY dan NA berharap pengalaman buruk mereka di atas kapal Long Xin 629 tidak dialami warga Indonesia yang tertarik untuk "melaut".
Untuk itulah, mereka mengharapkan agar perusahaan yang mengirimkan calon ABK agar lebih memperhatikan soal hak-hak mereka sebagai ABK.
"Kita kan sudah ada perjanjian, dan ada pelanggaran kayak gini. Kita maunya perusahaan (yang mengirimkan mereka) bersikap lebih tegas," kata MY.
• Viral Kekejaman Kapal China pada ABK Indonesia Diberitakan Korea, Kerja 30 Jam Gaji 1,7 Juta Setahun
"ABK, pekerjaan berisiko tinggi"
Koordinator ILO Asia Tenggara untuk Proyek Perikanan, Abdul Hakim, mengatakan, para pekerja berhak tahu rincian pekerjaan mereka, seperti jam kerja, dalam kontrak awal.
"Itu pelanggaran," kata Abdul menanggapi pengakuan sejumlah ABK Indonesia yang mengaku kontrak kerjanya tak keterangan itu.