TRIBUNMATARAM.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Novel Baswedan khawatir hasil persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya menjadi bukti tidak berpihaknya negara pada upaya pemberantasan korupsi.
Seperti diketahui, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhasap Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, masing-masing divonis hukuman 2 tahun dan 1,5 tahun penjara.
"Saya tidak ingin katakan bahwa ini adalah kemenangan para penjahat dan koruptor.
Tapi saya khawatir akhir persidangan ini adalah cerminan yang nyata bahwa negara benar-benar tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi," kata Novel, Kamis (16/7/2020).
• Daftar Harta Kekayaan 5 Dewan Pengawas KPK, Harjono Terkaya Capai 13 Milyar, Artidjo Cuma 181 Juta!
Novel melanjurkan, bercermin pada vonis kasus ini, kasus penyerangan terhadap insan KPK dan orang-orang yang berjuang untuk memberantas korupsi dikhawatirkan akan sulit terungkap.
"Karena satu-satunya kasus yang dijalankan diproses peradilan yaitu kasus ini, justru ditutupi untuk membuka aktor lainnya dan pelaku di atasnya," kata Novel.
Novel sendiri mengaku tidak kaget atas vonis yang dijatuhkan hakim kepada kedua terdakwa.
Ia justru merasa ironis karena majelis hakim tetap menghukum kedua terdakwa padahal jalannya persidangan ia nilai telah menyimpang dari fakta sebenarnya.
"Saya tidak terkejut dan hal ini tentunya sangat ironis karena penyimpangan yang begitu jauh dari fakta sebenarnya akhirnya mendapat justifikasi dari putusan hakim," kata Novel.
Novel mengaku tidak tertarik mengikuti jalannya sidang pembacaan putusan karena menurutnya persidangan yang sudah berjalan dipenuhi oleh sandiwara.
Ia pun mengaku tidak berharap banyak kepada vonis yang akan dibacakan majelis hakim karena banyaknya kejanggalan selama proses persidangan.
• Bukan Hanya Tuntutan Satu Tahun Penjara, Novel Baswedan: Ada Banyak Permasalahan di Sini
"Bahkan sejak awal proses, saya sudah mendapat informasi dari banyak sumber yang katakan bahwa nantinya akan di vonis tidak lebih dari 2 tahun. Ternyata semua itu sekarang sudah terkonfirmasi," ujar Novel.
Diberitakan, dua terdakwa penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis masing-masing divonis 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam putusan hakim, Rahmat dan Ronny terbukti bersalah karena melanggar Pasal Subsider 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Lebih Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut satu tahun penjara.
Adapun, Novel disiram air keras pada 11 April 2017 lalu setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan.
Kuasa Hukum Penyiram Air Keras Minta Klien Dibebaskan, Sebut Mata Novel Baswedan Rusak karena Dokter
Ketika kuasa hukum penyiram Novel Baswedan meminta kliennya dibebaskan.
Sidang penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan masih terus bergulir.
Namun, banyak kejanggalan yang justru mencuat di tengah persidangan.
Sidang tuntutan dua terdakwa penyerang air keras berjenis asam sulfat kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan pekan lalu menjadi sorotan.
• Dituduh Pakai Sabu setelah Kritik Penyiraman Novel Baswedan, Bintang Emon Buktikan Tes Urine Negatif
• Bukan Hanya Tuntutan Satu Tahun Penjara, Novel Baswedan: Ada Banyak Permasalahan di Sini
Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya satu tahun terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis memunculkan banyak reaksi publik.
Salah satunya soal faktor ketidaksengajaan yang dilakukan Rahmat selaku eksekutor penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Alasan jaksa menuntut rendah hukuman terhadap Rahmat ini menjadi bulan-bulnan warga karena dinilai tidak masuk akal.
Kemarin, Senin (16/6/2020) giliran terdakwa yang membacakan pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Pembelaan terdwaka Rahmat Kadir dibacakan seluruhnya oleh kuasa hukum. Di dalam materi pembelaan, Kuasa hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan Rahmat dari semua dakwaan.
"Kami mohon, majelis hakim yang mulia berkenan untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut. Satu menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah," kata kuasa hukum Rahmat dalam siaran langsung akun YouTube PN Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).
Sebelumnya, jaksa mendakwa Rahmat melakukan tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam dakwaan primer Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Bahkan, meski terdakwa telah mengakui perbuatannya, kuasa hukum meminta Rahmat untuk dibebaskan dari tahanan, dan mendapat pembersihan nama baik.
Kuasa hukum berpendapat, ada beberapa unsur yang tak terbukti berdasarkan fakta persidangan.
1. Sebut gangguan pengelihatan Novel akibat kesalahan medis
Alasan pertama yaitu penganiayaan yang dilakukan Rahmat terhadap Novel disebutkan oleh kuasa hukum bukanlah sebuah penganiayaan berat.
Kuasa hukum berpendapat, gangguan pengelihatan yang dialami Novel Baswedan bukanlah akibat dari penyiraman cairan asam sulfat yang dilakukan oleh kliennya.
"Kerusakan mata korban yang bukan merupakan akibat dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa, melainkan diakibatkan oleh sebab lain yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai," kata kuasa hukum Rahmat Kadir.
Menurut dia, gangguan pengelihatan yang dialami Novel Baswedan terjadi akibat kesalahan penanganan medis dan tidak kooperatifnya korban semasa perawatan.
Mengutip dari keterangan dokter RS Mitra Keluarga yang pernah bersaksi di persidangan, dokter tersebut pernah menguji pandangan Novel dari jarak satu meter sesaat setelah tiba di rumah sakit.
Kala itu, Novel bisa melihat dengan baik tangan dari dokter tersebut.
Lalu tindakan medis yang dilakukan adalah menyiramkan air murni hingga kandungan asam sulfat pada mata Novel larut atau mencapai pH 7,0.
"Namun ternyata saksi korban mengatakan Rumah Sakit Mitra Keluarga tidak bisa dihandalkan untuk mengobati mata sehingga saksi korban meminta untuk rujuk ke Jakarta Eye Center (JEC)," ucap Kuasa Hukum Rahmat Kadir.
Kemudian kuasa hukum mengutip keterangan dari saksi dokter JEC, Novel seharusnya diobservasi selama 10 hari.
Tetapi di tengah masa observasi tersebut, Novel meminta untuk dirujuk ke Singapura atas keinginan keluarga.
"Dokter menyayangkan tindakan tersebut dianggap buru-buru. Seharusnya saksi korban bersabar untuk menunggu respon internal untuk mengevaluasi dan memperbaiki luka tersebut," tutur Kuasa Hukum Rahmat Kadir.
Disebutkan pula oleh kuasa hukum, Dokter JEC sebenarnya lebih menyarankan korban dibawa ke Sydney ketimbang Singapura.
Kuasa hukum Rahmat Kadir juga menyampaikan, sebelum dipindahkan ke Singapura, kondisi mata Novel Baswedan sudah berhasil dinetralkan dari asam sulfat.
Namun setelah dibawa ke Singapura justru terjadi komplikasi dan membuat pengelihatan Novel menurun. (Kompas.com/ Ardito Ramadhan/ Diamanty Meiliana/ Jimmy Ramadhan Azhari)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Vonis 2 Penyerang Novel Bukti Negara Tak Berpihak pada Pemberantasan Korupsi" dan "Ketika Kuasa Hukum Polisi Penyerang Novel Baswedan Minta Pembebasan Kliennya...".
BACA JUGA: Tribunnewsmaker.com dengan judul Pelaku Penyiraman Air Keras Divonis 2 Tahun Penjara, Novel Baswedan: Tidak Terkejut, Sangat Ironis