Virus Corona
Sebaran Virus Corona di Indonesia, Pasien Positif Covid-19 Capai 16.006, NTB Totalnya 350 Kasus
Pemerintah kembali memperbaharui data kasus Covid-19 di Indonesia, Kamis (14/5/2020).
TRIBUNMATARAM.COM - Pemerintah kembali memperbaharui data kasus Covid-19 di Indonesia, Kamis (14/5/2020).
Informasi tersebut disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB, Kamis sore.
Yuri mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun pemerintah hingga Kamis pukul 12.00 WIB, ada penambahan 568 kasus baru Covid-19.
"Dengan demikian total ada 16.006 kasus positif Covid-19 (di Indonesia) sampai saat ini, " ujar Yuri.
• Ketika WHO Memperingatkan Jika Virus Corona Tak Akan Hilang Meski Vaksin Ditemukan
Berdasarkan data yang dipaparkannya, kasus baru pasien positif Covid-19 tersebar di 26 provinsi, antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Sementara itu, penularan kasus Covid-19 hingga saat ini terjadi 382 kabupaten/kota yang berada 34 provinsi.

Merujuk kepada data pemerintah, kasus penularan Covid-19 secara total terbanyak berada di DKI Jakarta dengan 5.688 kasus.
Kemudian disusul Jawa Timur dengan 1.863 kasus, Jawa Barat 1.565 kasus, Jawa Tengah 1.066 kasus dan Sulawesi Selatan 840 kasus.
• Gadis Belia Prank Petugas Medis Ngaku Positif Corona, Pura-pura Kejang & Sesak Napas Ternyata Mabuk
Pemerintah juga mencatat ada penambahan 231 pasien yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19.
"Dengan demikian, total pasien sembuh ada 3.518 orang," tutur Yuri.
Kemudian, Yuri menyatakan kabar duka dengan masih adanya penambahan kasus Covid-19 yang meninggal dunia.
Ada penambahan 15 pasien yang tutup usia setelah sebelumnya dinyatakan positif virus corona.
"Sehingga jumlah pasien meninggal dunia menjadi 1.043 orang," ujar Yuri
• Wilayah di China Kembali Berlakukan Lockdown karena Muncul Klaster Baru Virus Corona
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di 34 provinsi berdasarkan data yang dihimpun pemerintah hingga 14 Mei 2020 :
1. Aceh: total 17 kasus
2. Bali: tambah 5 kasus, total 337 kasus
3. Banten: tambah 13 kasus baru, total 593 kasus
4. Bangka Belitung: total 29 kasus
5. Bengkulu: tambah 2 kasus, total 42 kasus
6. DIY: tambah 4 kasus, total 185 kasus
7. DKI Jakarta: tambah 134 kasus, total 5.688 kasus
8. Jambi: tambah 1 kasus, total 66 kasus
9. Jawa Barat: tambah 9 kasus, total 1.565 kasus
10. Jawa Tengah: tambah 43 kasus, total 1.066 kasus
11. Jawa Timur: tambah 91 kasus, total 1.863 kasus
12. Kalimantan Barat: total 129 kasus
13. Kalimantan Timur: tambah 8 kasus, total 238 kasus
14. Kalimantan Tengah: tambah 3 kasus, total 223 kasus
15. Kalimantan Selatan: tambah 3 kasus, total 294 kasus
16. Kalimantan Utara: total 138 kasus
17. Kepulauan Riau: total 111 kasus
18. NTB: tambah 6 kasus, total 350 kasus
19. Sumatera Selatan: tambah 119 kasus,total 441 kasus
20. Sumatera Barat: tambah 32 kasus, total 371 kasus
21. Sulawesi Utara: tambah 1 kasus, total 83 kasus
22. Sumatera Utara: tambah 2 kasus, total 202 kasus
23. Sulawesi Tenggara: total 166 kasus
24. Sulawesi Selatan: tambah 37 kasus, total 840 kasus
25. Sulawesi Tengah: tambah 9 kasus, total 111 kasus
26. Lampung: total 66 kasus
27. Riau: tambah 6 kasus, total 94 kasus
28. Maluku Utara: tambah 3 kasus, total 81 kasus
29. Maluku: tambah 12 kasus, total 62 kasus
30. Papua Barat: tambah 18 kasus, total 88 kasus
31. Papua: tambah 4 kasus, 332 kasus
32. Sulawesi Barat: Tambah 1 kasus baru, total 74 kasus
33. NTT: total 19 kasus
34. Gorontalo: tambah 2 kasus, total 21 kasus
Dalam proses verifikasi: 21 kasus
Total: 16.006 kasus

WHO Memperingatkan Jika Virus Corona Tak Akan Hilang
Ketika WHO memperingatkan jika virus corona tidak akan hilang meski ada vaksin.
Penelitian terhadap Covid-19 dan upaya penemuan vaksinnya masih terus dilakukan peneliti di berbagai belahan dunia.
Namun, di tengah upaya pencarian vaksin Covid-19, Direktur Kedaruratan WHO justru menyampaikan fakta kurang menyenangkan.
Direktur kedaruratan WHO, dr Mike Ryan, memperingatkan bahwa virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 mungkin tak akan pernah hilang meski nanti ada vaksin.
• Virus Corona Masih Meresahkan, WHO: Covid-19 Mungkin Tidak Akan Pernah Hilang
• Penderita Covid-19 yang Sudah Sembuh Masih Bisa Terinfeksi Lagi, Ini Penjelasan WHO
Kalau pun nanti sudah ada vaksin untuk melawan Covid-19, itu berfungsi untuk mengendalikan virus.
Bukan untuk menghilangkan virus dari muka Bumi.

Hingga Kamis (14/5/2020), lebih dari 4,3 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus corona baru. Dari kasus yang tercatat itu, hampir 300.000 orang di antaranya meninggal dunia akibat Covid-19.
"Penting diketahui, virus (corona baru) ini bisa menjadi virus endemik yang ada di masyarakat, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang," ungkap Ryan dalam konferensi pers virtual dari Jenewa, Rabu (13/5/2020).
"HIV belum hilang. Dan kini kita berhadapan dengan virus corona," imbuhnya seperti dilansir BBC, Kamis (14/5/2020).
Ryan sendiri mengaku tidak percaya pada siapapun yang membuat prediksi kapan penyakit Covid-19 akan hilang.
"Saya tidak percaya pada siapa pun yang dapat memprediksi kapan penyakit itu (Covid-19) akan hilang," ungkapnya seperti dilansir Science Alert, Kamis (14/5/2020).
Sejauh ini ada lebih dari 100 vaksin potensial yang masih dalam pengembangan. Jika ingin vaksin berhasil menghilangkan virus, butuh upaya besar.
"Kami memiliki harapan besar, jika menemukan vaksin yang sangat efektif, vaksin itu dapat didistribusikan ke semua orang di dunia. Dengan itu, kami mungkin memiliki kesempatan untuk menghilangkan virus ini," ujar Ryan.
"Namun, vaksin itu harus tersedia dan harus sangat efektif. Vaksin itu harus tersedia dan digunakan semua orang".
Banyak contoh yang menunjukkan vaksin tidak bisa menghilangkan virus penyakit, tapi mengendalikan atau mencegah penularan.
Sebagai contoh, vaksin campak dan rubella (MR) sudah diperkenalkan sejak 1963.
Namun hingga saat ini, masih ada orang yang terpapar campak bila tidak divaksin.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pun menekankan pengendalian virus corona dibutuhkan upaya sangat besar.
"Semua orang harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini," kata Tedros.
Menyusul pelonggaran lockdown dan kebijakan lain
Pernyataan keras WHO ini menyusul beberapa negara yang sudah mulai melakukan pelonggaran lockdown, dan para pemimpin yang mempertimbangkan kapan dan bagaimana memperbaiki perekonomian di negara masing-masing.
Tedros memperingatkan, dengan melonggarkan kebijakan seperti lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan memicu gelombang infeksi kedua.
"Banyak negara mulai melakukan pelonggaran. Namun rekomendasi kami (WHO) adalah tetap waspada. Negara mana pun harus memiliki tingkat kewaspadaan setinggi mungkin," kata Tedros.
Fase new normal Indonesia
Sebelumnya, beberapa ahli Indonesia menyebutkan kondisi Indonesia usai pandemi akan memasuki fase the new normal.
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menegaskan usai pandemi Covid-19, baik secara global maupun khusus Indonesia, kondisi tidak akan kembali seperti pra-pandemi.

"Kita tidak akan kembali ke situasi Indonesia seperti sebelum pandemi yang kita dulu normal. Kita akan menuju Indonesia baru yang berbeda," kata Pandu dalam diskusi daring bertajuk "Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik", Senin (4/5/2020).
Maksud dari new normal yang disebutkan Pandu tercermin dari banyak aspek. Mulai dari kehidupan sosial, kesehatan, ekonomi, psikologis, dan lain sebagainya.
"Dulu yang kita anggap normal, ternyata tidak siap dalam menghadapi pandemi yang seperti ini. Kita harus menuju Indonesia yang baru yang berbeda atau disebut new normal. Apakah kita akan normal seperti masa lalu? Berkerumun, berkumpul-kumpul, pergi ke restoran, bisa melakukan kegiatan arisan, halal bihalal, atau yang lain, mungkin tidak seperti itu. Seperti apa nantinya, kita gak tahu," imbuhnya.
Pandu menyebutkan setidaknya ada beberapa rekomendasi untuk mempersiapkan new normal di Indonesia.
1. Mitigasi kesehatan masyarakat dan sosial, ekonomi, serta psikologis
Dalam langkah pertama ini, pemerintah bersama penduduk harus tetap mengutamakan public health atau kesehatan masyarakat.
Selain itu, masalah sosial, ekonomi dan psikologis perlu dipersiapkan mitigasinya sejak saat ini.
2. Perkuat resilien komunitas
Tidak jauh berbeda dari sebagian aspek dalam mitigasi di atas. Resilien komunitas berarti kita harus memperkuat kultural komunitas.
Kultural atau budaya yang baik dari komunitas di masyarakat baik lokal maupun skala besar akan berkaitan juga dengan kehidupan sosial Indonesia usai pandemi.
3. Pelepasan pembatasan sosial dan pemulihan yang bertahap
Menurut Pandu, pemerintah bisa melakukan pelepasan pembatasan sosial secara bertahap, karena tidak mungkin untuk dilepaskan sekaligus.
Pembatasan sosial yang dilepaskan bertahap ini juga seiring dengan pemulihan yang bertahap.
4. Reformasi struktural
Dijelaskan Pandu, reformasi struktural perlu dilakukan untuk merespon cepat mengatasi krisis kesehatan dan menuju ekonomi baru.
"Untuk itu kita harus siap melakukan berbagai perubahan birokrasi, struktural belajar dari penanganan pandemi ini," jelasnya.
5. Memasuki Indonesia baru
Pada langkah ini, merupakan implikasi dari langkah-langkah lain yang saling berkaitan tersebut dapat dilakukan dengan semaksimal dan seoptimal mungkin.
"Maka kita siap memasuki Indonesia baru," kata dia. (Kompas.com/ Dian Erika Nugraheny/ Fabian Januarius Kuwado/ Gloria Setyvani Putri)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebaran 16.006 Kasus Covid-19 di 34 Provinsi, DKI Catat 5.688 Kasus" dan "WHO Peringatkan, Virus Corona Mungkin Tak Akan Hilang Meski Ada Vaksin".
BACA JUGA: Tribunnews.com dengan judul UPDATE Sebaran Virus Corona di Indonesia, Pasien Positif Covid-19 Capai 16.006, DKI Catat 5688 Kasus