Virus Corona
Update Jumlah Pasien Virus Corona Rabu 20 Mei 2020 di NTB, NTT, Bali Hingga Kalimantan
Berikut ini, jumlah kasus Covid-19 hingga hari ini untuk provinsi Jatim, DIY, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan.
TRIBUNMATARAM.COM - Pemerintah kembali memperbarui data kasus Covid-19 di Indonesia.
Pengumuman disampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta pada Rabu (20/5/2020) sore.
Berdasarkan data dalam 24 jam terakhir hingga hari ini, Rabu pukul 12.00 WIB, jumlah kasus secara nasional masih bertambah sejak kasus pasien pertama terinfeksi virus corona diumumkan pada 2 Maret 2020.
• Perawat Meninggal karena Virus Corona, Sebelumnya Sempat Dilarang Bekerja karena Sedang Hamil
Jumlah kasus positif dikonfirmasi berdasarkan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Berikut ini, jumlah kasus Covid-19 hingga hari ini untuk provinsi Jatim, DIY, Bali, Nusa Tenggara Timur ( NTT), Nusa Tenggara Barat ( NTB), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan:

Jatim
Positif: 2496
Sembuh: 387
Meninggal: 228
DIY
Positif: 209
Sembuh: 97
Meninggal: 8
Bali
Positif: 371
Sembuh: 276
Meninggal: 4
NTB
Positif: 393
Sembuh: 213
Meninggal: 7
NTT
Positif: 76
Sembuh: 6
Meninggal: 1
Kalimantan Barat
Positif: 132
Sembuh: 32
Meninggal: 4
Kalimantan Selatan
Positif: 547
Sembuh: 76
Meninggal: 52
Data selengkapnya bisa dilihat di http://kompas.com/corona

Viral Istilah Herd Immunity untuk Atasi Corona, WHO Ingatkan Bahayanya
Belakangan ini, istilah Herd Immunity menjadi viral dan banyak dicari di mesin pencarian.
Beberapa negara di Eropa bahkan beranggapan jika teori Herd immunity ini akan mampu mengatasi wabah corona.
Namun, alih-alih mendukung kepercayaan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahayanya Herd Immunity.
• POPULER Nekat Buka Peti & Mandikan Jenazah Positif Covid19, 15 Warga di Sidoarjo Ikut Positif Corona
• 5 Update Kabar Baik Terbaru Penanganan Virus Corona di Indonesia, Temukan Alat Pendeteksi Covid-19
Apalagi, jika dipercaya untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan herd immunity dan mengapa digunakan beberapa negara untuk menghadapi wabah?
Herd immunity atau kekebalan kelompok merupakan sebuah teori yang muncul dari konsep hewan.
Epidemiolog dr Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD (Cand) Global Health Security CEPH Griffith University menjelaskan, konsep awal herd immunity berasal dari kesehatan hewan yang mengutamakan kesehatan secara kelompok.
"Dengan arti lain tidak terlalu mengutamakan kesehatan individu," kata Dicky, dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com.
Dia menambahkan, terkait pada kesehatan manusia, herd immunity merupakan konsep yang dilakukan saat vaksin tersedia untuk mencegah penyakit menular.
Konsep herd immunity saat vaksin ada tersebut, lanjut Dicky, digunakan karena secara realita selalu ada kesulitan untuk mencapai cakupan imunisasi 100 persen.
"Sehingga pada beberapa kondisi, ditargetkan setidaknya (misal) 90 persen telah terimunisasi," ujar dia.
Sehingga yang telah terimunisasi ini akan menjadi barier atau benteng bagi orang yang masih belum terproteksi.
Artinya, konsep herd immunity tanpa adanya vaksin merupakan kesalahan dan juga tidak manusiawi.
"Karena berarti, mengabaikan hak kesehatan individu dan menempatkan masyarakat pada posisi berbahaya," tegas Dicky.
Menurut WHO, konsep ini justru berbahaya jika diterapkan pada manusia.
WHO sebelumnya telah memperingatkan bahwa teori Herd Immunity untuk mengatasi virus corona sangat berbahaya.
Direktur eksekutif program darurat kesehatan WHO Dr Mike Ryan menegaskan bahwa manusia bukanlah kawanan ternak.
"Ini adalah penyakit serius. Ini adalah musuh publik nomor satu. Kami mengatakannya lagi, lagi, dan lagi," kata Dr Ryan diberitakan The Telegraph, 12 Mei 2020.
Lebih lanjut, menurut Dicky, Indonesia saat ini masih bisa melakukan upaya untuk melakukan strategi pandemi.
Sementara itu, ciri pemerintah yang menerapkan konsep atau strategi herd immunity yaitu dengan tidak melaksanakan strategi pandemi (testing, tracing, isolasi) secara serius atau bahkan sama sekali tak melakukannya.
"Jadi inti negara yang menerapkan herd immunity atau tidak itu terlihat pada kemauan dan kemampuannya," papar dia.
Ia menyampaikan, ada negara maju seperti Inggris atau Swedia yang mempunyai kemampuan, tapi terlihat tidak ada kemauan untuk melakukan strategi utama pandemi, dan cenderung ke herd immunity.
Sementara negara seperti Indonesia, masih mempunyai kemauan untuk melakukan strategi testing, tracing, dan isolasi.
Tapi, ada tantangan dalam kemampuan melaksanakannya.
Tantangan kemampuan tersebut seperti kapasitas laboratorium, SDM, penyusunan strategi komprehensip, dana, dan lainnya.
Dampak Buruk Herd Immunity
Dicky menegaskan, strategi herd immunity dalam pandemi Covid-19 akan menimbulkan tidak hanya kematian dan kesakitan yang berjumlah jutaan, namun jga tidak dijamin akan berhenti.
Hal ini dikarenakan potensi kekebalan yang timbul setelah penderita Covid-19 pulih masih belum dapat dipastikan akan bertahan berapa lama.
"Potensi kematian jika strategi herd immunit dipilih (di Indonesia) bisa hingga 2 juta jiwa," ujar Dicky.
Ini belum dihitung angka yang harus dirawat di rumah sakit dan orang sakit yang sembuh tapi menyisakan penyakit-penyakit lain.
"Ingat pasien Covid-19 yang pulih punya potensi terganggunya fungsi beberapa organ," tutupnya.
Corona Tak Akan Hilang dari Bumi
Sebelumnya, Direktur kedaruratan WHO, dr Mike Ryan, memperingatkan bahwa virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 mungkin tak akan pernah hilang meski nanti ada vaksin.
• Virus Corona Masih Meresahkan, WHO: Covid-19 Mungkin Tidak Akan Pernah Hilang
• Penderita Covid-19 yang Sudah Sembuh Masih Bisa Terinfeksi Lagi, Ini Penjelasan WHO
Kalau pun nanti sudah ada vaksin untuk melawan Covid-19, itu berfungsi untuk mengendalikan virus.
Bukan untuk menghilangkan virus dari muka Bumi.

Hingga Kamis (14/5/2020), lebih dari 4,3 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus corona baru. Dari kasus yang tercatat itu, hampir 300.000 orang di antaranya meninggal dunia akibat Covid-19.
"Penting diketahui, virus (corona baru) ini bisa menjadi virus endemik yang ada di masyarakat, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang," ungkap Ryan dalam konferensi pers virtual dari Jenewa, Rabu (13/5/2020).
"HIV belum hilang. Dan kini kita berhadapan dengan virus corona," imbuhnya seperti dilansir BBC, Kamis (14/5/2020).
Ryan sendiri mengaku tidak percaya pada siapapun yang membuat prediksi kapan penyakit Covid-19 akan hilang.
"Saya tidak percaya pada siapa pun yang dapat memprediksi kapan penyakit itu (Covid-19) akan hilang," ungkapnya seperti dilansir Science Alert, Kamis (14/5/2020).
Sejauh ini ada lebih dari 100 vaksin potensial yang masih dalam pengembangan. Jika ingin vaksin berhasil menghilangkan virus, butuh upaya besar.
"Kami memiliki harapan besar, jika menemukan vaksin yang sangat efektif, vaksin itu dapat didistribusikan ke semua orang di dunia. Dengan itu, kami mungkin memiliki kesempatan untuk menghilangkan virus ini," ujar Ryan.
"Namun, vaksin itu harus tersedia dan harus sangat efektif. Vaksin itu harus tersedia dan digunakan semua orang".
Banyak contoh yang menunjukkan vaksin tidak bisa menghilangkan virus penyakit, tapi mengendalikan atau mencegah penularan.
Sebagai contoh, vaksin campak dan rubella (MR) sudah diperkenalkan sejak 1963.
Namun hingga saat ini, masih ada orang yang terpapar campak bila tidak divaksin.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pun menekankan pengendalian virus corona dibutuhkan upaya sangat besar.
"Semua orang harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini," kata Tedros. (Kompas.com/ Editor : Pythag Kurniati) (TribunMataram.com/ Salma Fenty) (Kompas.com/ Mela Arnani)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTT, NTB, Kalbar, Kalsel 20 Mei 2020" dan "Ingatkan Bahaya Herd Immunity, WHO: Manusia Bukan Kawanan Ternak"
BACA JUGA: Tribunnews.com dengan judul Update Jumlah Pasien Virus Corona Rabu 20 Mei 2020 di NTB, NTT, Bali, Jatim, hingga DIY