Kontroversi Kematian George Floyd
POPULER Hasil Autopsi Kematian George Floyd, Penyebab Kematian Pembunuhan karena Leher Ditindih
Kematian George Floyd setelah ditindih oleh seorang polisi bernama Derek Chauvin menimbulkan kontroversi.
TRIBUNMATARAM.COM - Kematian George Floyd setelah ditindih oleh seorang polisi bernama Derek Chauvin menimbulkan kontroversi.
Belakangan terungkap bahwa hasil autopsi menyatakan George Floyd tewas sebagai korban pembunuhan.
Kendati demikian, pihak keluarga meminta demonstrasi tak berlangsung rusuh.
• UPDATE Virus Corona Dunia 31 Mei 2020: 6,1 Juta Kasus, 370 Meninggal, Amerika Masih Posisi Pertama
• Iran Beri Balasan dengan Menghujani Markas Pasukan Amerika Serikat di Irak dengan Puluhan Rudal
Menyerukan keadilan bagi saudaranya, Terrence Floyd kepada massa di Minneapolis berujar, demonstrasi berujung rusuh "tidak akan membawa saudaranya kembali".
Dia lalu meminta publik untuk memberikan suaranya dalam pemilu yang akan datang. "Jangan berpikiran suara Anda tak akan berarti, segeralah memilih," jelasnya.
Permintaan keluarga itu terjadi beberapa jam sebelum pakar medis mengeluarkan laporan mengenai penyebab kematian George Floyd.
Dari hasil autopsi, diketahui kematian Floyd adalah pembunuhan. "Mendiang mengalami peningkatan cardiopulmonary ketika ditahan polisi," ulas laporan itu.
Dalam laporan post-mortem yang dirilis, diketahui pria 46 tahun itu mengalami sesak napas, seperti dilaporkan Sky News Senin (1/6/2020).
Kematian George Floyd karena sesak napas, di mana leher dan punggungnya ditekan ketika ditindih oleh pelaku yang bernama Derek Chauvin.
"Aku tak bisa bernapas." Inilah kalimat terakhir yang diteriakkan Floyd saat ditindih. Chauvin langsung dipecat dan ditangkap begitu insiden itu viral.
Adapun pemeriksaan post-mortem itu dilakukan dokter yang menangani jenazah Eric Garner, yang tewas di tangan polisi pada 2014, memunculkan pergerakan Black Lives Matter.
Hasil pemeriksaan menyatakan, tekanan pada leher memutus aliran darah ke otak, dengan berat di punggung membuatnya tak bisa bernapas.
Temuan ini berbeda jauh dengan rilis yang disampaikan otoritas kehakiman, yang menjadi dasar pelaporan pidana kepada Derek Chauvin.
Versi yang disampaikan sebelumnya juga menyertakan efek dari tindihan, bersama dengan penekanan Floyd punya masalah kesehatan dan potensi intoksikasi dalam sistem tubuhnya.
Namun, laporan tersebut sama sekali tidak menyebutkan diagnosa asphyxia traumatik atau tewas karena tercekik dalam kematian Floyd.
Dalam pidatonya, Terrence Floyd meminta publik tak menahan diri dalam Pilpres AS November mendatang maupun pemilu lain di masa depan.
"Edukasi diri Anda, jangan sampai menunggu seseorang memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan. Ketahui siapa yang Anda pilih. Ini cara kita menghantam mereka," kata dia.
Meneriakkan "perdamaian di tangan kiri, keadilan di tangan kanan", massa yang berkumpul untuk mengenang Floyd bersorak bagi Terrence.
Terrence menyatakan, kemarahan karena tewasnya saudaranya, ditambah kebrutalan polisi akan kulit hitam, bisa ditempuh melalui jalan damai untuk memberi perubahan.

Dia kemudian mengomentari kerusuhan yang terjadi dalam demonstrasi memprotes kematian saudaranya, dan menyatakan cara itu tak akan membawa Floyd hidup kembali.
"Mungkin beberapa saat akan indah, seperti Anda minum-minum. Tapi setelah itu, Anda akan menyesali apa yang Anda lakukan," jelasnya.
Dia menjelaskan, otoritas berkuasa tidak tersentuh dengan perbuatan pendemo karena mereka menghancurkan barang milik publik.
"Jadi mereka ingin menghancurkan apa yang menjadi milik kita. Mari kita lakukan dengan cara berbeda. Lakukan dengan cara kita," pintanya.
Pernyataan mereka terjadi beberapa saat setelah Presiden AS, Donald Trump, memberi tahu para gubernur negara bagian mereka harus "mendominasi".
Presiden dari Partai Republik itu menginstruksikan agar mereka yang berbuat kerusuhan "harus dipenjara paling sedikit selama 10 tahun".
Pendahulunya, Barack Obama, dalam tulisannya di Medium mengatakan "minoritas kecil" sudah mengganggu unjuk rasa yang berlangsung damai itu.
Obama berkata, kekerasan itu dia samakan dengan menghancurkan lingkungan mereka yang sudah kekurangan layanan dan menyebabkannya makin rusak.

Pelaku Dipindahkan ke Penjara Berkemanan Maksimum
Derek Chauvin, polisi yang menindih leher George Floyd hingga tewas, dilaporkan dipindahkan ke penjara berkeamanan maksimum.
Chauvin, yang kemudian dipecat sejak insiden itu viral, awalnya ditempatkan di Penjara Ramsey County, sebelum ditransfer ke fasilitas Hennepin.
KSTP memberitakan, Derek Chauvin kemudian dibawa ke Fasilitas Hukuman Minnesota, Oak Park Heights yang berlokasi di Stillwater.
Departemen Hukuman (DOC) Minnesota menerangkan, Oak Park Heights merupakan penjara berkeamanan maksimum yang ada di sistem penegakan hukum mereka.
"Namun, mayoritas tahanan di sini ditempatkan berdekatan, dengan beberapa narapidana membutuhkan pengawalan tingkat tinggi," ulas DOC.
Komisioner DOC, Paul Schnell, dalam konferensi pers dilansir New York Post Senin (1/6/2020), berujar, transfer ini bukan hal baru.
Dia menjelaskan langkah serupa pernah mereka lakukan ketika mantan polisi Minneapolis, Mohamed Noor, ditahan setelah membunuh Justine Damond.
Schnell mengatakan, permintaan untuk memindahkan mantan polisi berusia 44 tahun itu datang dari Sheriff Hennepin County, David Hutchinson.
Chauvin, yang kemudian dipecat bersama tiga penegak hukum lain, ditangkap pada Jumat (29/5/2020) dan dijerat dengan pembunuhan tingkat ketiga.
Dia dibekuk setelah videonya menindih leher George Floyd, yang ditangkap karena diduga menggunakan uang palsu pada Senin (25/5/2020).
Dalam laporan kriminal yang dilayangkan, Chauvin disebut menekan korban selama delapan menit dan 46 detik, hingga membuat Floyd tewas.
Video itu tak pelak membangkitkan kemarahan publik di seluruh dunia, dengan di AS, demonstrasi berujung kericuhan terjadi pada pekan lalu.
Keluarga Floyd melalui pengacarnya mengaku tak terima dengan tuduhan itu.
Dalam pandangan mereka, Floyd menjadi korban pembunuhan berencana.
Kepada CBS News, sang pengacara Benjamin Crump menyebut seharusnya pasal yang paling tepat bagi Chauvin adalah pembunuhan tingkat satu.
"Kami pikir bahwa dia memang sengaja, karena dia menindih leher hampir sembilan menit. Padahal Floyd sudah memohon dan mengaku tak bisa bernapas," kata dia.
Keluarga Floyd menyatakan, mereka menghendaki tiga polisi lain yang datang ke lokasi juga ditahan.
Sebab, mereka dianggap gagal menghentikan aksi Chauvin.
Sang adik, Philonise Floyd mengatakan, mereka menginginkan keadilan. "Mereka mengeksekusi kakak saya di jalan. Untung ada yang merekamnya," ujar dia.
Sebelumnya, Wali Kota Minggu, Jacob Frey, mengatakan bahwa Chauvin dan koleganya membunuh Floyd karena dia berkulit hitam.
"Saya bukan jaksa penuntut. Namun biar saya pertegas, polisi itu membunuh seseorang. Dari apa yang saya lihat, ada rasisme di sini," jelas Frey.
Jaksa Hennepin County Mike Freeman menjelaskan, ada kemungkinan tiga penegak hukum lainnya diproses karena penyelidikan masih berlanjut.
Selain Chauvin, tiga petugas lainnya, Thomas Lane, Tou Thao, dan J Alexander Kueng, dipecat dari kesatuannya begitu insiden itu viral.
Wakil Presiden Dewan Kota Minneapolis, Andrea Jenkins, menuturkan Floyd dan Chauvin saling mengenal karena pernah bekerja di sebuah kelab malam.
Mantan Presiden AS Barack Obama menyerukan supaya insiden itu diusut setuntas-tuntasnya. "Jika kita ingin anak cucu kita hidup di kondisi ideal, kita harus bersikap lebih baik," tegasnya.
(Kompas.com/ Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hasil Autopsi, Kematian George Floyd adalah Pembunuhan" dan "Derek Chauvin, Polisi Penindih Leher George Floyd, Dipindah ke Penjara Berkeamanan Maksimum".
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Hasil Autopsi Kematian George Floyd, Dipastikan Jadi Korban Pembunuhan karena Leher Ditindih.