Berita Terpopuler
POPULER Bawa Ratusan Piala & Daftar 8 Sekolah, Anak Yatim Piatu Putus Sekolah karena Tak Lolos PPDB
Aristawidya Maheswari tak dapat memungkiri kekecewaan yang dirasakannya lantaran harus putus sekolah tahun ini karena tidak lolos PPDB Jakarta 2020.
TRIBUNMATARAM.COM - Aristawidya Maheswari tak dapat memungkiri kekecewaan yang dirasakannya lantaran harus putus sekolah tahun ini karena tidak lolos PPDB Jakarta 2020.
Siswa yang dikenal sebagai peraih ratusan penghargaan di bidang lukis ini terpaksa berhenti sekolah karena gagal terjaring seleksi PPDB.
Padahal, Arista sudah mendaftar ke delapan sekolahan di Jakarta.
Ia memilih putus sekolah setelah tidak terakomodasi oleh sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jakarta 2020.
• POPULER Curhatan Ibu Anaknya Jadi Korban Kecurangan PPDB Zonasi, Depresi & Sering Tertawa Sendiri
"Agak sedih juga, tapi karena memang tidak masuk karena nilai. Nilai aku tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah juga. Udah coba ke delapan sekolah, tapi tidak dapat juga," kata Arista saat dijumpai di kediamannya, Rusun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020), seperti dikutip Antara.

Rabu (8/7/2020) pukul 15.00 WIB adalah batas waktu penerimaan sekolah negeri melalui jalur terakhir berupa "bangku sisa" yang dialokasikan dari peserta PPDB yang tidak mendaftar ulang serta siswa tidak naik kelas.
Meski faktor usia tidak lagi dipertimbangkan dalam jalur terakhir itu, perempuan peraih lebih dari 700 penghargaan seni lukis tingkat daerah dan nasional itu kalah bersaing dalam perolehan pembobotan nilai.
Alumnus SMPN 92 Jakarta itu hanya mengumpulkan total nilai 7.762,4 berdasarkan akumulasi nilai rata-rata rapor 81,71 dikalikan nilai akreditasi 9,5 poin.
"Pada jalur terakhir ini aku mencoba di SMAN 12, 21, 36, 61, 53, 59, 45, dan 102. Tapi, rata-rata yang diterima nilainya 8.000-an," katanya.
Arista memutuskan untuk putus sekolah pada tahun ini. Kondisi itu akan dimanfaatkan untuk fokus mengajar lukis di sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur.
"Rasanya sedih juga, tapi senangnya, aku bisa meluangkan waktu untuk melukis, mengajar, dan lebih banyak waktu berbagi di RPTRA," katanya.
Saat ini, Arista memiliki aktivitas rutin mengajar lukis di RPTRA Cibesut, Jaka Berseri, Jaka Teratai, dan Yayasan Rumah Kita.
Selain berbagi ilmu melukis kepada anak jalanan, perempuan yatim piatu yang mengidolakan pelukis Basuki Abdullah itu juga memiliki murid dari kalangan anak-anak perumahan di sekitar RPTRA.
"Kalau di RPTRA itu sifatnya sosial, tidak ada biaya, kecuali yang privat panggilan ke rumah di dekat RPTRA, ada untuk uang jajan saya," ucapnya.
Adapun untuk bersekolah di swasta, Arista terbentur dengan biaya.
Putri dari pasangan Triyo Nuryamin dan Armeisita Nugraha Riska itu berstatus yatim piatu sejak usia dua tahun setelah orangtuanya meninggal pada kurun 2010 dan 2012.
Peraih lebih dari 700 penghargaan sejak usia TK dan SD itu gagal di jalur prestasi PPDB 2020 karena sistem mensyaratkan penghargaan lomba diraih maksimal tiga tahun terakhir.
Banyak Siswa Stres
Berlakunya PPDB Zonasi yang menyulitkan rupanya mula berdampak pada psikis sang anak, berikut curhatan seorang ibu.
Seorang wali murid di Jember, Jawa Timur Dwi Riska mencurahkan isi hatinya terkait persoalan PPDB sistem zonasi.
Sambil menangis, Dwi menuturkan, anaknya depresi lantaran terdampak PPDB sistem zonasi.
"Saya dibikin pusing, kadang (anak saya) tertawa sendiri, tidak mau makan.
• Sekolah Masih Belum Dibuka, Mendikbud: Pemebelajaran Jarak Jauh, Akan Jadi Permanen
Bagaimana seorang ibu melihat anaknya seperti itu," kata Dwi sembari terisak, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Jember, Kamis (2/7/2020).
Berawal tak diterima, diduga ada kecurangan

Ilustrasi/Dwi menuturkan, awalnya anaknya mendaftar di SMAN 2.
Sesuai dengan aturan zonasi, seharusnya sang anak diterima lantaran sekolah tersebut berjarak 1,6 kilometer.
Namun, rupanya sang anak malah diterima di SMAN 5 yang jaraknya lebih jauh.
Diduga ada pemalsuan Surat Keterangan Domisili (SKD).
Mereka yang berjarak jauh, hingga 36 kilometer justru malah lolos diduga lantaran SKD palsu.
"Kalau tidak ada kecurangan mungkin saya terima," kata Dwi Riska.
• Ruben Onsu Puas dengan Rapor Sekolah Betrand Peto, Sarwendah Soroti Nilai yang Jeblok, Pelajaran Ini

Wali murid yang tergabung dalam persatuan orang tua peduli pendidikan anak Jember saat mendatangi kantor DPRD Jember
Desak DPRD lakukan investigasi
Selain Dwi, sejumlah wali murid yang lain juga menggeruduk DPRD Jember.
Mereka menuntut DPRD turun langsung ke SMA yang diduga terkait dengan SKD palsu untuk melakukan investigasi.
Para wali murid mendesak, jika benar ditemukan SKD palsu maka mereka yang dinyatakan lolos masuk SMA tersebut harus dibatalkan.
Ketua Komisi D DPRD Jember Hafidi mengemukakan, pihaknya berjanji akan melakukan rapat gabungan untuk menindaklanjuti aduan tersebut.
"Untuk membongkar perlu rapat gabungan karena surat domisili urusan Dispenduk,” jelas dia.
Tak Mau di Swasta & Pilih Sekolah Tahun Depan, Siswi SMP: Harusnya Hak Saya, Jangan Usia Diduluin
PPDB di DKI Jakarta cukup menarik perhatian, salah satu calon siswi SMA pilih sekolah tahun depan tak mau di swasta takut menyusahkan orang tuanya.
"Sekolah di swasta mahal. Saya enggak mau menyusahkan orangtua," demikian pengakuan yang diucapkan Naira Callista Maheswari (15), setelah mengetahui dirinya tak diterima di sekolah negeri.
Ya, Naira terancam tak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA.
• Ruben Onsu Puas dengan Rapor Sekolah Betrand Peto, Sarwendah Soroti Nilai yang Jeblok, Pelajaran Ini
• Sekolah di Zona Hijau Boleh Dibuka, Nadiem Makarim Berikan Salah Satu Syarat Adanya Izin Orang Tua
Ia telah gagal dalam seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 melalui jalur zonasi.
"Kalau dapat Alhamdulillah, kalau enggak dapat, tunggu sekolah tahun depan.
Mau bagaimana lagi? Saya enggak ada rencana swasta," ujar Naira seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (1/7/2020).

Bahkan suara gadis ini sempat meninggi di tengah teleponnya saat membahas usia yang jadi prioritas utama.
Ia mengatakan jika haknya untuk bersekolah sesuai dengan zonasinya.
"Saya pilih itu deket rumah saya, kualitasnya lumayan.
Saya enggak mungkin sekolah jauh dari rumah saya. Zonasi itu mencakup rumah saya.
Harusnya itu hak saya, jangan usia yang diduluin. Kan zonasi, pakai jarak," ujarnya.
• DIBUKA HARI INI Link Pendaftaran 6 Sekolah Kedinasan, IPDN, STIS hingga STIN, Jadwal Lengkap
Naira tinggal di bilangan Bukit Duri Selatan, Tebet, Jakarta.
SMA 8, SMA 26, dan SMA 54 menjadi pilihannya utamanya.
Dari rumahnya, SMA 8 berjarak sekitar 1,3 kilometer.
Selain tiga SMA itu, Naira juga memilih SMA 100, SMA 27, SMA 79, SMA 55, dan SMA 3.
Perasaan sedih tentu juga dirasakan Naira.
Usahanya belajar dan mendapatkan nilai bagus untuk mencari SMA sia-sia.
Ia bercerita selalu belajardari pagi dan rajin mengerjakan tugas sekolah hingga persiapan ujian nasional (UN).
Saat PPDB DKI Jakarta 2019, pemerintah Jakarta mempertimbangkan nilai ujian nasional (UN) jenjang SMP sebagai syarat masuk SMA.
• Beda dengan Mendikbud, Ikatan Dokter Anak Imbau Kegiatan Sekolah Tidak Dibuka sampai Desember 2020
Namun pemerintah Jakarta mendadak merubah aturan.
Tadinya zonasi menerapkan jarak rumah dengan sekolah.
Namun kini usia jadi indikator daya tampung jika sekolah melebihi kapasitas.
"Sedih bangetlah, saya capek-cape belajar.
Gunanya saya belajar itu apa? Gitu lho," ujar Naira.
Saat memantau PPBD DKI Jakarta jalur zonasi, ia tak berhenti menangis.
Naira mengaku hampir setiap hari menangis karena tak diterima di SMA pilihannya.
"Saya sudah ngarep banget, yang dekat dan lumayan kualitasnya.
Umur saya masih muda," kata Naira.
Tanggapan Orang Tua
Lidya Widyasari, orangtua Naira mengaku tak mampu untuk membiayai anaknya jika sekolah swasta.
Ia mengaku lebih baik menunggu PPDB tahun depan.
"Di dalam planning hidup saya, enggak ada rencana swasta," ujar Lidya seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
• Siswa SMP Ditemukan Gantung Diri Pakai Dasi Sekolah, Sempat Diancam Orang Tua Gegara Kebiasaan Ini
Apalagi ia ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai karyawan swasta.
Selain Naira, ada juga adiknya, Naufal, yang kini sedang menempuh PPDB DKI Jakarta 2020 di jenjang SMP.
"Saya sudah tanya teman-teman untuk sekolah swasta, mahal." tambahnya.
Lidya juga ragu dengan sekolah swasta lainnya.
Ia menimbang tentang akreditasi dan lingkungan sekolah yang reputasinya belum diakui.
"Terus terang saya takut pergaulannya di sekolah," jelas Lidya.
Saat ini, Lidya masih berusaha untuk mencoba PPDB DKI Jakarta 2020 jalur prestasi.
(Kompas.com/ Kontributor Jember, Bagus Supriadi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Lolos PPDB Jakarta, Pelajar Peraih Ratusan Penghargaan Akhirnya Putus Sekolah" dan judul ""Kadang Anak Saya Tertawa Sendiri, Tak Mau Makan, Bagaimana Seorang Ibu Melihat Anaknya Seperti Itu..""
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Meski Gondol Ratusan Piala & Daftar 8 Sekolah, Anak Yatim Piatu Putus Sekolah karena Tak Lolos PPDB.