Subsidi Pekerja Terdampak Pandemi
Pro Kontra Bantuan Tunai Rp 600.000 dari Pemerintah untuk Karyawan Swasta, Disebut Diskriminasi
Santer wancana pemberian dana bantuan dari pemerintah sebesar Rp 600.000 pada karyawan yang memiliki gaji di bawah 5 juta, namun timbulkan pro kontra.
Penulis: Asytari Fauziah | Editor: Asytari Fauziah
TRIBUNMATARAM.COM - Santer wancana pemberian dana bantuan dari pemerintah sebesar Rp 600.000 pada karyawan yang memiliki gaji di bawah 5 juta, namun timbulkan pro kontra.
Pemerintah gencar menggelontorkan dana untuk memberikan bantuan pada masyarakat di tengah pandemi covid-19.
Salah satunya adalah stimulus bagi karyawan swasta yang berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan.
Mereka akan mendapatkan bantuan gaji tambahan per bulan dari pemerintah.
• Syarat Karyawan yang Dapat Bantuan Pemerintah Rp 600 Ribu, untuk Karyawan Swasta hingga BUMN
"Bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan selama empat bulan," kata Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir dalam keterangan tertulis, dikutip dari Kompas.com, Jumat (7/8/2020).
Program ini disebut Erick sedang di tahap finalisasi.
Setelahnya akan dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada bulan September 2020.

"(Bantuan) akan langsung diberikan per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan,” ujarnya.
Artinya tiap karyawan akan dua kali menerima transfer dari pemerintah dengan nominal Rp 1,2 juta.
Sehingga, total tiap karyawan menerima bantuan Rp 2,4 juta.
Syarat yang Harus Dipenuhi
Kendati demikian, ada syarat yang harus dipenuhi karyawan swasta jika ingin mendapat bantuan ini.
Karyawan harus aktif terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan iuran Rp 150.000 per bulan atau setara gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
Erick memperkirakan ada sekitar 13,8 juta karyawan swasta yang memenuhi syarat dan akan menerima bantuan ini.
• Rencana Presiden Jokowi Berikan Bantuan Rp 600 Ribu Pada Karyawan Swasta Bergaji di Bawah 5 Juta
Tujuan Pemberian Bantuan
Bantuan tunai ini diberikan untuk memberikan gaji tambahan pada karyawan.
Diharapkan bisa mendorong konsumsi masyarakat di tengah pandemi covid-19.
Juga untuk mendorong dan menggerakkan ekonomi negara.
"Hal ini penting untuk menggerakkan perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, pemerintah akan menggelontorkan anggaran Rp 31,2 Triliun untuk merealisasikan program ini.
Sepertinya banyak yang mendukung program pemerintah ini.
Namun ada juga yang kontra bahkan menyebut diskriminatif hingga tak efektif.
Jangan Diskriminatif
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendukung pemerintah memberi bantuan kepada karyawan dengan gaji minim.
Namun ia meminta pemberian bantuan dari pemerintah tidak hanya diberikan kepada karyawan atau pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
"Pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta dan tidak terdaftar di BPJS Naker pun harus mendapat subsidi upah juga.
Pakai saja data TNP2K Sekretariat Wapres atau data BPJS Kesehatan," katanya.
Said Iqbal juga mengatakan jika semua buruh adalah rakyat Indonesia yang juga membayar pajak.
Menurutnya hal ini membuat mereka memiliki hak yang sama.
Prinsipnya seluruh karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta harus mendapatkan bantuan dari pemerintah tanpa melihat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
"Jadi negara tidak boleh melakukan diskriminasi," kata dia.
• Sultan Jember Janjikan Sumbangan Rp 16 Miliar ke PMI, Bupati: Ternyata Bantuan Tidak Terealisasi
Apalagi ucap Said, karyawan yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan bukanlah salah karyawan tersebut.
"Yang salah adalah pengusaha yang nakal, bukan buruhnya.
Karena menurut Undang-Undang BPJS, yang wajib mendaftarkan buruh sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah pengusaha," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Taufiq Ahmad.
Taufiq mengatakan jika tak adik jika pemerintah hanya memberi bantuan pada 13,8 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal secara keseluruhan, jumlah buruh dan pegawai di Indonesia mencapai 52,2 juta orang.
"Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan dan kenapa hanya peserta BPJS yang dijadikan dasar, semua merasa berhak kalau konteksnya pekerja," ujarnya.
Tak Efektif
Taufiq juga menilai, pemberian insentif kepada karyawan swasta tersebut berisiko kian meningkatkan kesenjangan masyarakat.
Pasalnya, dia menilai pemerintah tidak memperhitungkan besaran pengeluaran antar masyarakat dengan gaji di bawah Rp 5 juta tersebut.
"Untuk penghasilan upah buruh saja Rp 2,9 juta per bulan. Jadi yang Rp 5 juta itu bukan buruh, dan dia juga dapat (bantuan).
Ini timbulkan kesenjangan antara Rp 2,9 juta sampai yang Rp 5 juta," ujar dia.
Taufiq menambahkan, masyarakat dengan gaji mendekati Rp 5 juta tidak masuk dalam kategori penduduk miskin.
Sementara, penduduk yang masuk dalam kategori miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 2,3 juta per bulan.
• Ngaku Bohong, Suami Kinem Sebut Terima Bantuan Rp 50 Juta: Beli Motor dan Sapi, Tidak Jadi Operasi
Menurut dia, BLT kepada karyawan tersebut tidak akan tepat sasaran dan tidak akan efektif dalam mendongkrak kinerja perekonomian.
Sebab, penduduk dengan penghasilan di kisaran Rp 5 juta akan cenderung menggunakan bantuan tersebut untuk ditabung ketimbang dibelanjakan.
"Ini menurut saya jadi dasar ketika diberikan ke kelompok antara Rp 2,92 juta hingga Rp 5 juta akan jadi masalah dan uang itu akan sia-sia dan menjadi saving saja dan ini tentu saja akan sangat sulit untuk dorong ekonomi jauh lebih tumbuh," jelas dia. (TribunMataram.com/ Asytari Fauziah) (Kompas.com/ Ihsanuddin/ Krisiandi)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com dengan judul Bantuan Tunai Pemerintah Rp 600.000 untuk Karyawan Swasta Tuai Pro Kontra, Disebut Tak Efektif