Virus Corona
Peneliti Temukan Fakta Virus Corona Sudah Eksis di Tubuh Kelelawar yang Ditemukan 10 Tahun Lalu
Peneliti menemukan fakta baru virus corona ternyata ditemukan pada kelelawar yang ditangkap 10 tahun lalu.
TRIBUNMATARAM.COM - Peneliti menemukan fakta baru virus corona ternyata ditemukan pada kelelawar yang ditangkap 10 tahun lalu.
Untuk menguji sumber utama virus corona, para peneliti di berbagai belahan dunia terus melakukan penelitian.
Kali ini, sebuah temuan mengejutkan dari peneliti Kamboja dan Jepang bahwa virus corona ditemukan eksis pada kelelawar yang sudah dibekukan dan ditangkap tahun 2010 lalu.

Baca juga: Kisah Dokter 8 Bulan Ambil Tes Swab 6000 Pasien Sendirian, Kini Ikut Terpapar & Positif Virus Corona
Baca juga: POPULER Vaksin Covid-19 Jadi Satu-satunya yang Sangat Penting Memulihkan Krisis Ekonomi Dunia
Para peneliti menemukan virus corona pada kelelawar yang disimpan di lemari pendingin laboratorium di Kamboja dan Jepang.
Penelitian tentang virus yang berkaitan erat dengan SARS-CoV-2 itu dipublikasikan di jurnal Nature pada Senin (23/11/2020).
Melansir Xinhua Indonesia pada Kamis (26/11/2020), virus corona di Kamboja ditemukan pada dua kelelawar tapal kuda Shamel yang disimpan di lemari pendingin yang ditangkap di Kamboja utara pada 2010 lalu.
Sementara itu, sebuah tim di Jepang menemukan virus corona lain yang juga memiliki kaitan erat dengan SARS-CoV-2 pada kotoran kelelawar beku, menurut studi tersebut.
"Virus ini adalah kerabat SARS-CoV-2 yang pertama kali diketahui ditemukan di luar China," tulis penelitian tersebut, mencatat bahwa temuan baru ini mendukung upaya pencarian oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di seluruh Asia untuk menyelidiki asal hewan pandemi Covid-19.
Namun, menurut penelitian itu masih belum diketahui apakah virus corona baru SARS-CoV-2 ditularkan langsung dari kelelawar kepada manusia atau melalui inang perantara.
"Kedua penemuan ini menarik karena mengonfirmasi bahwa virus yang terkait erat dengan SARS-CoV-2 relatif lazim pada kelelawar Rhinolophus, dan bahkan pada kelelawar yang ditemukan di luar China," kata Alice Latinne, ahli biologi evolusi di Wildlife Conservation Society Vietnam di Hanoi.
Latinne sejauh ini telah melihat beberapa analisis tim Kamboja, seperti dikutip dari pernyataannya.
Aaron Irving, peneliti penyakit menular di Universitas Zhejiang di Hangzhou, China, mengatakan temuan itu menunjukkan bahwa "kerabat SARS-CoV-2 lain yang belum ditemukan" dapat disimpan di lemari pendingin laboratorium.
Ia mengatakan memiliki rencana untuk menguji juga sampel kelelawar dan mamalia lain yang disimpan.
Belum Ada Izin Edar Vaksin di Indonesia
Alasan mengapa BPOM belum memberikan izin edar pada vaksin Covid-19 di Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) Indonesia hingga kini belum memberikan izin edar terhadap satupun dari 44 kandidat vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Bukannya tanpa alasan, hal tersebut dilakukan atas dasar pemberlakuan uji klinis terlebih dahulu.
Baca juga: POPULER Inilah 2 Kelompok yang Diprioritaskan Menerima Vaksin Covid-19 Terlebih Dahulu
Baca juga: Jumlah Vaksin Covid-19 yang Tersedia Lebih Sedikit dari Target, Ini Dua Kelompok yang Diprioritaskan
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) per tanggal 19 Oktober 2020, ada sejumlah 44 kandidat vaksin Covid-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik dan 154 kandidat vaksin yang sedang pada tahap pre-klinik.
Di antara sejumlah kandidat vaksin tersebut yang sudah memasuki tahap uji klinik fase 3 antara lain adalah vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac, Sinopharm, University of Oxford dengan biofarmasi AstraZeneca, CanSino, Gamalea dari Rusia, Janssen Pharmaceutical, Moderna, BioNTech Pfizer dan Novavax.
"Semua kandidat vaksin Covid-19 yang ada masih dalam proses pengembangan uji klinik baik pre klinik maupun uji klinik itu sendiri," kata Dra Togi J Hutadjujlu Apt MHA selaku Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM.
Alasan BPOM belum keluarkan izin edar
Dalam diskusi daring bertajuk Pengawalan BPOM dalam Proses Penyediaan Vaksin Covid-19, Rabu (28/10/2020), Togi memaparkan bahwa badan pengawas obat memiliki standar dalam perizinan untuk obat-obatan dan vaksin.
Standar tersebut yakni harus melalui proses uji klinik sebagai pembuktian khasiat dan keamanannya.
"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai pengawas obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah strategis perihal vaksin Covid-19, dengan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," ujarnya.
Tidak hanya itu, pemenuhan mutu produk melalui hasil evaluasi persyaratan mutu dan pemastian proses produksi atau pembuatan vaksin sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik atau good maintenance practicise juga harus terpenuhi.
"Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat dan mutu, maka barulah Badan POM akan memberikan perizinan penggunaan," ungkap Togi.
Perizinan penggunaan tersebut ialah berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar (marketing authorization).
EUA adalah suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini.

Badan POM sebagai otoritas regulatori di bidang obat, dapat mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat apabila memang sudah sesuai berdasarkan hasil evaluasi klinik.
Selain itu, hasil pembuatan obat memenuhi aspek vaksin tersebut memiliki potensi baik dari khasiat dan keamanan, serta berasal dari jumlah subjek pemantauan.
Namun, saat ini, untuk data-data tersebut masih terbatas, sehingga, kata Togi, untuk mendapatkan EUA tersebut dibutuhkan data-data dari uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang.
"Pengambilan keputusan penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya," jelasnya.
Dalam memberikan persetujuan obat dan vaksin, Badan POM dapat memperoleh data dari uji klinik yang dilakukan di Indonesia maupun data yang diperoleh dari uji klinik di negara lain dengan pelaksanaan uji klinik yang sama.
Data-data ini menjadi tambahan pendukung dalam proses evaluasi untuk khasiat dan keamanan, sambil menunggu hasil uji klinis fase 3 di Indonesia selesai secara lengkap.
Persetujuan penggunaan darurat telah ditetapkan dengan peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 27 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan nomor 24 tahun 2017 tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat.
Sistem pemberian EUA oleh BPOM mengacu pada pedoman registrasi obat pada kondisi darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dan Badan Pengawas Obat (FDA) Amerika Serikat.
Nantinya, berdasarkan ketentuan yang berlaku industri farmasi yang mendapatkan EUA harus bertanggung jawab terhadap mutu vaksin Covid-19, bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.
Dua Kelompok yang Diprioritaskan
Kementerian Kesehatan menyebutkan pemberian vaksin Covid-19 tidak bisa dilakukan langsung tuntas sesuai jumlah target kekebalan komunitas, melainkan diberikan sesuai ketersediaan vaksin yang ada.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Achmad Yurianto.
Untuk diketahui, pemberian vaksin Covid-19 di Indonesia ditargetkan akan dimulai bulan November 2020 mendatang.
Jumlah penduduk Indonesia yang berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) 2020 mencapai 268.583.016 jiwa
Baca juga: Vaksin Virus Corona yang Diproduksi Bio Farma Disebut Menlu Sudah Diakui Secara Internasional
Yuri menyebutkan dalam penanggulangan pandemi Covid-19 ini, kalau kita menginginkan bisa dicapainya kekebalan komunitas atau herd immunity, maka vaksinasi itu tidak perlu dilaksanakan terhadap 100 persen orang.
Cukup dikisaran antara 70 persen saja, kata dia, sebenarnya kita sudah bisa mencapai herd immunity atau kekebalan imunitas.
"Nah, dasar inilah yang kemudian kita pakai bahwa perhitungan kita hanya mencapai di herd immunity, artinya sekitar 160 juta orang (yang perlu divaksin)," kata Yuri dalam press briefing: Update Kesiapan Vaksin Covid-19 di Indonesia, Senin (19/10/2020).

Kebutuhan vaksin mencapai 2 kali 160 juta yaitu 320 juta vaksin. Sementara, ketersediaan vaksin untuk bulan November-Desember 2020 ini hanya sekitar 9,1 juta saja.
Maka daripada itu, kata Yuri, pemberian vaksin akan dilakukan dengan mekanisme urutan menyesuaikan ketersediaan vaksin yang ada, sampai nanti bisa tercapai jumlah 320 juta tersebut.
Yuri menekankan bahwa tidak ingin menyebutkan urutan pemberian vaksin ini sebagai prioritas, karena nanti banyak yang berpikiran tidak menjadi prioritas padahal masyarakat Indonesia juga.
Total orientasinya adalah pada ketersediaan jumlah vaksin corona, jika ketersediaan 9,1 juta vaksin itu nanti dinyatakan bermanfaat yang ditandai dengan surat emergency use authorization (EUA) dari Badan POM, dan ada surat dari kementerian agama dan majelis ulama terkait kehalalan.

Maka, sejumlah ketersediaan 9,1 juta vaksin itulah yang akan dilakukan penyuntikan vaksinasi Covid-19.
"Sedang berproses, mudah-mudah bisa berjalan dengan baik," ujarnya.
Lantas, siapa saja yang berada diurutan pertama dalam periode pemberian vaksin Covid-19 ini?
Orang-orang yang akan diberikan vaksin corona dalam periode pertama ini dikategorikan menjadi dua kelompok.
Baca juga: Belum Ditemukan Obat Covid-19, Ketua Satgas: Patuhi Protokol Kesehatan Adalah Vaksin Terbaik
1. Tenaga kesehatan
Dalam pemaparannya, Yuri menyampaikan, dari diskusi yang dilaksanakan dengan berbagai pihak, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para ahli, dan negara lain yang sudah melakukan vaksinasi, maka pemberian vaksin urutan pertama adalah tenaga kesehatan.
"Karena merekalah yang lebih berisiko dan akan sangat berisiko untuk tertular dan menjadi sakit oleh Covid-19," kata dia.
Tenaga kesehatan yang akan diberikan vaksin pertama kali adalah tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit rujukan, yang melayani pasien terinfeksi Covid-19.
Kedua, petugas kesehatan yang ada di laboratorium dan melakukan pemeriksaan spesimen Covid-19.
"Itu paling bahaya karena berhadapan langsung dengan virusnya bukan hanya pasiennya," kata Yuri.
Baca juga: Menkes Terawan : Vaksin Covid-19 Diprioritaskan untuk Tenaga Medis dan Pekerja Usia 18-59
Selanjutnya, adalah tenaga kesehatan yang melakukan kontak tracing untuk mencari kasus-kasus yang baru.
"Ini adalah kelompok-kelompok yang sangat berisiko terhadap kemungkinan paparan dan kemudian menjadi sakit," imbuhnya.
Jumlah kelompok tersebut, dalam perhitungan yang ada kurang lebih keseluruhannya hampir sekitar 2 juta orang.
Data ini juga akan terus di update oleh pemerintah, karena petugas kesehatan ini bukan hanya ada di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), dan perlu ada update dari dinas kesehatan yang ada di provinisi dan kabupaten/kota.

Konfirmasi update data ini perlu dilakukan karena tidak semua petugas kesehatan adalah aparatur sipil negara (ASN) seperti yang telah terdata, melainkan banyak juga petugas kesehatan yang masih berstatus honorer di rumah sakit dan data tersebut dipegang oleh instansi terkait.
Sehingga, jika jumlah update telah dikumpulkan barulah diketahui jumlah petugas kesehatan dengan tepat.
2. Kelompok pelayanan publik (public services)
Dalam kategori kelompok pelayanan publik ini, Yuri menyebutkan diutamakan kepada mereka yang tugasnya melakukan penegakkan yustisi kepatuhan protokol kesehatan.
"Mereka memiliki risiko yang besar di antaranya (seperti) Satpol PP, Polri, TNI, yang bersama-sama menegakkan operasi yustisi penegakkan kepatuhan pelaksanaan protokol kesehatan," jelas Yuri.
Kelompok ini juga menjadi orang-orang yang berada dalam urutan yang didepankan setelah petugas kesehatan dalam pemberian vaksin Covid-19.
Kelompok pelayanan publik lainnya juga termasuk pegawai yang memberikan layanan pengguna jasa bandara, stasiun, pelabuhan, dan juga beberapa kelompok pekerjaan yang lain yang berisiko terhadap infeksi kasus Covid-19.
(Kompas.com/Ellyvon Pranita)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ditemukan Virus Corona pada Kelelawar yang Ditangkap pada 2010 di Kamboja"
dan "BPOM Belum Keluarkan Izin Edar Vaksin Covid-19 di Indonesia, Apa Alasannya?"
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul PENEMUAN Baru Virus Corona Sudah Eksis di Tubuh Kelelawar yang Ditangkap 10 Tahun Lalu