Tangis Histeris Irmawati Tahu Bayinya Meninggal saat Dilahirkan karena Dokter Positif Covid-19
Nyawa anaknya tak tertolong saat operasi dilakukan lantaran menunggu sang dokter yang positif Covid-19 selesai isolasi.
TRIBUNMATARAM.COM - Irmawati (29) terpaksa menelan pil pahit menerima kenyataan sang bayi yang hendak dilahirkannya meninggal dunia.
Nyawa anaknya tak tertolong saat operasi dilakukan lantaran menunggu sang dokter yang positif Covid-19 selesai isolasi.
Tangis wanita 29 tahun ini pun pecah saat mengetahui kenyataan anak yang dilahirkannya dinyatakan meninggal dunia dalam kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin (28/12/2020).

Baca juga: Ibu Hamil Hendak Melahirkan Malah Tak Dilayani Rumah Sakit, Keluarga Mengamuk, Ini Faktanya
Baca juga: Ibu Melahirkan Ditelantarkan RS di Jombang, Anak Tewas : Bayi Kelihatan Rambut, Tetap Nanti Jam 9
Warga Kampung Pa'lingang, Kecamatan Pajukukang Bantaeng itu kehilangan bayinya lantaran diduga terlambat mendapatkan pertolongan oleh dokter.
Sebelum dilarikan ke RSUD Bantaeng, Irmawati sempat diantar ke bidan, Kamis (24/12/2020).
Ketika tiba ditempat tujuan, bidan menyarankan agar Irmawati ditangani pihak RSUD Bantaeng.
"Saya mengantar istri ke rumah bidan untuk memeriksakan kandungan dan sempat tinggal bermalam. Setelah itu bidan menyarankan untuk membawa ke Rumah Sakit," kata Roa, suami Irmawati, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (29/12/2020).
Dirujuk ke RS, tiba Sabtu, ditangani Senin
Akhirnya Roa membawa sang istri ke RSUD pada Sabtu, (26/12/2020), sekitar pukul 02.00 WITA, istrinya tiba di RSUD Bantaeng. Namun, baru ditangani pada Senin (28/12/2020).
Pada hari itu, dilakukan tindakan operasi untuk menyelamatkan bayi dan istri. Namun, ketika bayi itu lahir tak ada suara mengangis yang terdengar, sehingga pihak keluarga menduga sudah meninggal sejak dalam kandungan.
Atas insiden tersebut Roa amat kecewa dengan pelayanan RSUD Bantaeng yang mengakibatkan bayinya meninggal dunia.
RSUD Bantaeng bantah keterlambatan penanganan
Kepala Bidang Pelayanan Medik, RSUD Bantaeng, dr Hikmawaty membantah adanya keterlambatan penanganan bagi pasien Irmawati.
Menurutnya penanganan pihak RSUD Bantaeng sudah SOP (Standard Operating Procedure).
"Kami sudah sesuai SOP, tidak ada unsur kesegajaan lalai dan terlambat menangani pasien," kata Hikmawaty.
Pekan lalu pihaknya mengumumkan bahwa ada pembatasan layanan di RSUD, terutama untuk pasien kebidanan karena ada dokter spesialis dan tenaga medis di Ruang Operasi yang Positif Covid -19.
Ditangani setelah dokter selesai isolasi mandiri Covid-19
"Khusus untuk pasien Irmawati tetap dalam koordinasi dengan dokter yang menangani, yang sementara isolasi mandiri," tutur Hikmawaty.
"Jadi bidan melaporkan secara rutin mengenai perkembangan bayi dalam kandungan, dan diupayakan bisa melahirkan secara normal," lanjutnya.
Setelah melakukan isolasi mendiri dokter spesialis datang pada Senin untuk melakukan tindakan operasi, terhadap Irmawati.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diputuskan untuk dilakukan tindakan operasi, untuk menyelamatkan ibu dan bayi, namun bayi tidak tertolong.
"Jadi bayinya ada gawat janin, sehingga bayinya tidak bisa terselamatkan," ungkapnya.
Kasus Serupa, Bayi Meninggal karena Ibu Dipaksa Rapid
Kisah ibu hamil akan melahirkan dan minta tolong diperiksa namun tak dihiraukan dan disuruh rapid test, akhirnya bayi disebut meninggal di kandungan.
Kisah sedih dialami Gusti Ayu Arianti (23) yang kehilangan bayinya.
Petugas rumah sakit telat memberikan pertolongan karena tak membawa surat rapid tes.
Padahal air ketubannya sudah pecah dan sudah mengeluarkan darah.
• Viral Curhatan Ibu Saat Anak Gadisnya yang Baru 14 Tahun Dihamili dan Dibawa Kabur Duda
Peristiwa ini bermula saat Arianti merasakan mulas saat sedang hamil tua.
Berikut fakta lengkap Ariyanti yang kehilangan bayinya karena telat mendapat pertolongan.
Awal Mula

Selasa (18/8/2020) Ariani mengeluarkan cairan bercampur darah.
Ia menduga jika ketubannya sudah pecah.
Ditemani sang suami, Yudi Prasetya (24) dan sang ibu, Jero Fatmawati, Arianti pergi ke RSAD Wira Bhakti Mataram.
Mereka sengaja memilih rumah sakit tersebut karena anak pertama Arianti lahir di sana.
Kepada petugas, Arianti mengatakan jika ketubannya sudah pecah dan mengeluarkan darah.
Karena tak ada fasilitas tes cepat, petugas menyarankan rapid test Covid-19 di puskesmas terdekat.
Petugas rumah sakit tidak menyarankan test di laboratorium karena akan lama hasil keluarnya.
• Ditemukan, Fisik Bocah 14 Tahun yang Dibawa Kabur Duda Memprihatinkan, Baru Melahirkan Dicabuli Lagi
Ariani Sempat Memohon Kesakitan
Ariani mengaku sempat memohon kepada petugas yang saat itu mengenakan alat pelindung diri.
"Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu, " kata Arianti sedih seperti dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com.
Karena tak ada pilihan lain, Arianti pun menuju ke Puskesmas Pagesangan untuk melakukan rapid test.
• Ibu Melahirkan Ditelantarkan RS di Jombang, Anak Tewas : Bayi Kelihatan Rambut, Tetap Nanti Jam 9
Di Puskesmas Tak Juga Diperiksa
Saat di puskesmas ia bercerita sempat memohon kepada petugas agar kandungannya diperiksa dan menjelaskan jika cairan serta darah sudah keluar.
Namun oleh petugas, Arianti yang kondisinya lemah diminta untuk mengikuti antrean.
Sang suami yang tak tega melihat kondisi istrinya melayangkan protes.
Akhirnya petugas pun mengizinkan Arianti mendaftar tanpa perlu mengantre.
Selama menungga hasil rapid test yang diperkirakan keluar dalam 30 menit, Arianti kembali meminta dokter untuk memeriksa kehamilannya.
Lagi-lagi petugas medis menolak dengan alasan hasil rapid test belum keluar.
"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu."
• Minta Tolong Akan Melahirkan Namun Tak Dihiraukan Petugas RS, Ini Kesaksian Ibu yang Kehilangan Bayi
"Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.
Karena tak tahan, ia pun memilih pulang untuk ganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test.
Saat keluarga meminta surat rujukan agar bisa ditangani di RSAD Mataram, petugas tak bisa langsung mengeluarkan dengan alasan Arianti tidak ada di lokasi.
Dokter Sebut Bayi Meninggal dalam Kandungan

Dengan berbekal surat hasil rapid test dari puskesmas, pihak keluarga membawa Arianti ke Rumah Sakit Permata Hati.
Namun ternyata di rumah tersebut hasil rapid test tidak diakui karena keluarga tak melampirkan alat rapid test.
Arinati pun terpaksa melakukan tes ulang.
Tim medis kemudian memeriksa kondisi kandungnya Arianti.
Walaupun kandungannya normal, dokter menyebut jika jantung janinnya lemah. Ia pun mempersiapkan diri untuk operasi sesar.
Setelah operasi, Arianti sempat menanyakan kondisi bayinya kepada dokter.
• Kronologi Ibu Wafat karena Corona setelah Lahirkan Bayi Kembar, 1 Bayi Meninggal, Dokter Terpapar
Saat itu dokter mengatakan jika bayinya sedang diinkubator.
Namun nasib berkata lain, setelah perjuangan yang dilakukannya, bayi laki-laki yang hendak diberi nama I Made Arsya Prasetya Jaya itu dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.
Arianti yang masih tak percaya menghubungi suaminya yang membawa bayinya ke rumah duka.
Saat video call dengan suaminya, tangis Arianti pecah. Kesedihan tak terbendung.
"Saya tak sanggup, saya tidak bisa lagi mengatakan apa-apa, saya hanya membesarkan hati istri saya," kata suami Arianti, Yudi.
Sang Ayah Tak Terima namun Tetap Ikhlas
Sementara itu ayah kandung Arianti, Ketut Mahajaya mengatakan jika keluarga tidak terima jika cucunya dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.
"Kalau memang meninggal tujuh hari lalu, kan akan berbahaya bagi ibunya, anak saya, akan ada pembusukan, tapi ini tidak demikian, bayi itu sama sekali tak berbau busuk, masih segar, seperti layaknya bayi baru lahir, diagnosa dokter inilah yang kami pertanyakan," kata Ketut Mahajaya.
Ia mengaku tak akan menuntut kasus tersebut dan telah ikhlas.
Namun ia berharap agar masalah ini ditangani serius sehingga tak ada korban lain yang memiliki masalah sama dengan anaknya.
"Tapi kami hanya ingin ada perbaikan ke depannya, tangani dulu pasien, utamakan kemanusiaan, jangan mengutamakan rapid test dulu baru tangani pasien," jelas Mahajaya.
(Kompas.com/ Kontributor Bulukumba, Nurwahidah) (TribunMataram.com/*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tangis Irmawati Pecah, Bayinya Meninggal di Kandungan gara-gara Dokter RSUD Positif Covid-19"
BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Pecah Tangis Irmawati saat Tahu Bayinya Meninggal karena Dokter Positif Covid-19, Ini Kronologinya