Beda Nasib Ayah & Anak Kader Demokrat Blora, Bapaknya Dipecat karena Dukung KLB Moeldoko Jadi Ketum

Meski berada dalam satu keluarga, nasib berbeda dialami dua kader Partai Demokrat yang merupakan ayah dan anak ini.

(Tribun Medan/Danil Siregar)
Momen KLB Demokrat 

TRIBUNMATARAM.COM - Meski berada dalam satu keluarga, nasib berbeda dialami dua kader Partai Demokrat yang merupakan ayah dan anak ini.

Ialah Yusuf Abdurrohman, seorang anak yang juga kader Demokrat DPC Kabupaten Blora, dan ayahnya Bambang Susilo.

Ayah Yusuf dipecat dari Partai Demokrat lantaran mendukung KLB pemilihan Moeldoko sebagai Ketua Umum.

DPC Partai Demokrat Kabupaten Blora menggelar konsolidasi terkait kondisi Partai Demokrat belakangan ini.

Dalam konsolidasi tersebut, hadir anggota DPRD Kabupaten Blora Fraksi Partai Demokrat, Yusuf Abdurrohman.

Yusuf merupakan anak dari Bambang Susilo.

Bambang merupakan eks Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Blora yang dipecat karena mendukung Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang yang memilih Moeldoko sebagai ketua umumnya.

Baca juga: Dilema Jokowi Jika Tanggapi Moeldoko Kudeta AHY, Posisi Serba Salah, Opsi Pemecatan Mencuat

Baca juga: Mahfud MD Sebut Jokowi Kaget Saat Tahu Soal Pergerakan Moeldoko, Pengamat: Kenapa Tidak Bertanya?

Berbeda dari ayahnya yang mendukung KLB, Yusuf mengaku berseberangan dengan sang ayah dan mendukung kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Anggota DPRD Kabupaten Blora Fraksi Partai Demokrat, Yusuf Abdurrohman pada konsolidasi DPC Partai Demokrat di Blora, Minggu (14/3/2021)(KOMPAS.com/ARIA RUSTA YULI PRADANA)
Anggota DPRD Kabupaten Blora Fraksi Partai Demokrat, Yusuf Abdurrohman pada konsolidasi DPC Partai Demokrat di Blora, Minggu (14/3/2021)(KOMPAS.com/ARIA RUSTA YULI PRADANA) ()

"Kalau saya berada di kubu AHY," ucap Yusuf Abdurrohman saat ditemui di Blora, Minggu (14/3/2021).

Yusuf mengungkapkan, sedari awal dirinya telah berdiskusi dengan Bambang Susilo terkait dualisme yang terjadi di Partai Demokrat.

"Saya terus terang dari awal dulu kaitannya sebelum munculnya KLB, saya sudah berdiskusi panjang karena bapak meyakini hal ini berbeda. Kalau saya memang meyakini bahwa saya berada di kubunya AHY," terangnya.

Terkait dengan perbedaan pandangan politik, Yusuf dan Bambang Susilo sempat bersitegang. Meskipun demikian, Yusuf mengaku jarang membahas politik dengan bapaknya.

"Memang sempat ada debat-debat sedikit enggak apa-apalah, tapi kan saya tahu sendiri," ujarnya.

Terkait dengan keikutsertaan Bambang Susilo ke KLB di Deli Serdang pada Jumat (5/3/2021), Yusuf sempat membujuk bapaknya untuk mengakui kepemimpinan AHY.

"Ya pernah (membujuk), karena memang Pak Bambang pribadi punya keyakinan sendiri, saya pikir itu hak masing-masing ya. Jadi Pak Bambang punya hak sendiri dan saya punya hak sendiri, jadi ya sudah jalan masing-masing terkait dengan politik," jelasnya.

Selain itu, Yusuf menjelaskan kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sudah cukup baik.

"Nyatanya surveinya naik gitu dua kali lipat. Kalau mau nyari yang sempurna ya enggak ada, pasti ada plus minusnya. Tapi kalau sampai hari ini ya bagus-bagus saja, nyatanya di media seperti itu dan buktinya juga ada," katanya.

Dualisme Partai Demokrat terjadi usai Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang yang menunjuk KSP Moeldoko sebagai ketua umum.

Padahal, sampai saat ini, DPP Partai Demokrat masih dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum yang sah.

Bambang Susilo yang notabene sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Blora dipecat usai secara terang-terangan mendukung KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Opsi Pemecatan Moeldoko Mencuat

Pengkhianatan yang dilakukan Moeldoko dengan mengkudeta posisi Ketua Umum Demokrat yang diduduki AHY belum ditanggapi Presiden Jokowi.

Jokowi dinilai sejumlah pihak tengah berada di posisi dilema dan 'serba salah'.

Moeldoko dianggap menyulitkan Jokowi hingga membuatnya tak berdaya.

Jokowi sendiri masih memilih bungkam terkait kudeta yang dilakukan Kepala Staf Presiden itu.

Sejumlah pengamat pun menilai aksi Moeldoko ini sudah mencoreng nama baik Istana.

Apalagi ia menjabat sebagai orang terdekat Presiden.

Tak pelak, opsi pemecatan kepada Moeldoko pun mencuat.

Setidaknya, evaluasi harus dilakukan Jokowi kepada mantan Panglima TNI era SBY tersebut.

Baca juga: Kenang Momen Selamati Moeldoko, Dipo Alam Kecewa Eks Panglima TNI Khianati SBY Kehormatan Pupus

Baca juga: Moeldoko Dinilai Sulitkan Jokowi dengan Kudeta AHY, Presiden Masih Diam Saja : Beban Istana

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai seharusnya Jokowi mengevaluasi Moeldoko terkait aksi politik yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut.

Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Pangi juga mengatakan, Jokowi wajib memecat Moeldoko secara tak hormat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan."

"Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” ujar Pangi, Selasa (9/3/2021).

Pangi mengaku khawatir jika aksi pembajakan seperti yang dilakukan Moeldoko dibiarkan, bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya.

Hal ini tentu akan merusak sistem kepartaian yang menunjang demokrasi saat ini.

Lebih lanjut, Pangi menyarankan agar Jokowi menyatakan ketidakterlibatannya dalam aksi pembajakan yang dilakukan Moeldoko.

Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhukam, Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menerima Amien Rais beserta sejumlah perwakilan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021). Kedatangan Amien Rais beserta KH Abdullah Hehamahua, KH Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo guna membahas laporan Komnas HAM terkait peristiwa tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Cikampek beberapa waktu lalu. Seusai pertemuan, Presiden Jokowi mengantar Amien Rais dan rombongan sampai ke pintu depan Istana Merdeka. Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr
Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhukam, Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menerima Amien Rais beserta sejumlah perwakilan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021). Kedatangan Amien Rais beserta KH Abdullah Hehamahua, KH Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo guna membahas laporan Komnas HAM terkait peristiwa tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Cikampek beberapa waktu lalu. Seusai pertemuan, Presiden Jokowi mengantar Amien Rais dan rombongan sampai ke pintu depan Istana Merdeka. (Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr)

Jika Jokowi tetap diam, ujar Pangi, justru akan menguatkan dugaan keterlibatan Istana dalam konflik Demokrat.

Sebagai bentuk ketegasan Istana tak terlibat, Pangi menyebut pemerintah bisa menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak mengikuti aturan AD/ART partai.

Hal ini dilakukan sebagai tindakan pemerintah untuk meyakinkan tak adanya dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Demokrat.

“Pemerintah juga harus meyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam tayangan Mata Najwa terbaru, pengamat politik President University, Muhammad AS Hikam menganggap Moeldoko sudah membuat Jokowi dalam posisi serba salah hingga memilih diam.

Ia pun mengurai kemungkinan alasan Jokowi tetap diam soal isu kudeta ini.

Anggapan Hikam ini disampaikan saat awalnya ia ditanya soal sikap Jokowi yang terkesan diam atas terlibatnya Moeldoko dalam kudeta Partai Demokrat.

Baca juga: Moeldoko Hilang setelah Kudeta AHY, Kesibukannya Diungkap, Jawab Kemungkinan Nyapres 2024

Baca juga: Reaksi Pejabat Soal Moeldoko Jadi Ketum Demokrat Versi KLB: Jokowi Kaget, Yasonna Berjanji Objektif

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan pers di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Keterangan pers tersebut untuk menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono terkait tudingan kudeta AHY dari kepemimpinan Ketum Demokrat demi kepentingan Pilpres 2024. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan pers di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Keterangan pers tersebut untuk menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono terkait tudingan kudeta AHY dari kepemimpinan Ketum Demokrat demi kepentingan Pilpres 2024. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Hikam mengatakan, sikap diam Jokowi bisa diartikan berbagai hal.

"Kalau saya melihat ada beberapa cara menginterpretasi ya diamnya Pak Jokowi ini."

"Diam karena memang tidak ingin disebut sebagai intervensi atau diam karena memang internal di dalam Istana juga terjadi pergesekan."

"Atau yang ketiga, diam karena memang tidak tahu, bagaimana yang harus dilakukan di dalam soal ini," beber Hikam.

Ia menambahkan, posisi Moeldoko yang saat ini merupakan bagian dari pemerintahan, membuat Jokowi sulit untuk tidak menciptakan reaksi publik bahwa dirinya tak tahu-menahu.

"Bagaimana pun yang namanya KSP Moeldoko itu adalah bagian dari Istana, bagian dari pemerintahan."

"Jadi susah sekali untuk tidak menciptakan satu reaksi publik yang nomor tiga tadi itu, seolah-olah Pak Jokowi tidak berdaya atau tidak tahu bagaimana harus menyikapi ini," terangnya.

Saat ditanya Najwa Shihab soal desakan sejumlah pihak yang meminta Moeldoko mundur dari jabatannya sebagai KSP, Hikam tak menjelaskan secara gamblang.

Namun, Hikam menilai posisi Moeldoko saat ini mempersulit Jokowi.

"Either way, tapi yang jelas posisi Pak Moeldoko yang masih tetap menjadi bagian dari Istana itu mempersulit Pak Jokowi," tegasnya.

(Kompas.com/ Kontributor Blora, Aria Rusta Yuli Pradana/(TribunMataram.com/ Salma)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ayah Dipecat karena Dukung KLB Partai Demokrat, Anak Tetap Pilih AHY"

BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Beda Nasib Ayah & Anak Sesama Kader Demokrat, Bapaknya Dipecat karena Dukung KLB Moeldoko Jadi Ketum

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved