Prihatin dengan Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Novel Baswedan: Seperti Dibuat Lebih Jelek dari Koruptor
Novel Baswedan merasa khawatir dengan pegawai KPK yang tak lolos TWK. Menurutnya, mereka seperti dibuat lebih jelek ketimbang koruptor.
TRIBUNMATARAM.COM - Novel Baswedan merasa khawatir dengan pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Menurutnya, mereka seperti dibuat lebih jelek ketimbang koruptor.
Berikut ulasan selengkapnya.
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku prihatin pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) diperlakukan seolah lebih buruk dibandingkan koruptor.
Padahal, menurut Novel, pimpinan KPK kerap mengutarakan akan menjadikan para koruptor untuk menjadi duta anti-korupsi.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan perlakuan yang diterima pegawai KPK.
• Pemberhentian 51 Pegawai KPK Sudah Skenario bagi Novel Baswedan: Bertentangan dengan Arahan Jokowi
• Meski Jokowi Sebut TWK KPK Tak Bisa Jadi Dasar Pemberhentian, 51 Pegawai Tetap Dirumahkan, 24 Dibina

"Dalam beberapa kesempatan pimpinan KPK mengatakan menggunakan koruptor atau orang tersangka koruptor untuk terkait dengan anti korupsi.
Kami sepertinya dibuat lebih jelek dibandingkan dia (koruptor)," kata Novel seperti dikutip dalam tayangan Mata Najwa bertajuk 'KPK Riwayatmu Kini' dalam akun YouTube Najwa Shihab pada Sabtu (29/5/2021).
Novel menuturkan ada upaya stigma sejumlah oknum untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas dari lembaga antirasuah.
Caranya, membuat seolah mereka tidak berkebangsaan dan tidak pancasilais.
• Eks Ketua KPK Heran Seorang Deputi Tak Lolos TWK KPK : Orang Itu Memiliki Kerja Sangat Bagus
Padahal, kata dia, mayoritas pegawai KPK yang tidak lolos TWK telah biasa melakukan tes serupa.
Mereka yang tidak lolos pun telah bertugas di lembaga antirasuah secara baik selama ini.
"Kami di stigma seolah tidak berwawasan kebangsaan dan tidak pancasilais dan sebagainya.
Padahal kami sudah sering melakukan tes-tes serupa dan jaminan sudah menunjukkan dharma bakti sebaik baiknya dalam pelaksanaan tugas," ungkap dia.
"Terus dibuat seolah-olah kami orang bermasalah dan beberapa dikatakan tidak bisa dibina lagi.
Itu kan sangat buruk sekali," lanjut dia.
Lebih lanjut, Novel menyatakan pernyataan itu merupakan bentuk penghinaan kepada pegawai KPK yang tak lolos TWK.
"Saya pikir ini menghina dan keterlaluan.
Saya tidak melihat ini mekanisme dan tes biasa.
Dan saya melihat ini upaya menyingkirkan orang-orang yang bekerja baik di KPK.
Dan itu bahaya sekali seperti itu," tukasnya.
• Eks Ketua KPK Heran Seorang Deputi Tak Lolos TWK KPK : Orang Itu Memiliki Kerja Sangat Bagus
Diketahui, setidaknya ada 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan akibat tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yang belakangan dinilai janggal.
51 orang di antaranya terancam dipecat karena dituding tak bisa dibina.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.
“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander dalam konferensi pers di kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).

Meski demikian, Alexander tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolak ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.
Sementara, Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek terkait penilaian asesmen TWK seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Novel Baswedan: Kami Seperti Dibuat Lebih Jelek Dibandingkan Koruptor.
Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).
“Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut,” tegas Bima.
Sujanarko Ungkap 2 Hal Ganjil
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko mengungkapkan isi surat dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan. Satu di antaranya Sujanarko.
Setelah dinyatakan tak lolos TWK, ke-75 pegawai KPK itu menerima surat dari BKN. Sujanarko mengungkapkan isi surat tersebut.
• Eks Ketua KPK Heran Seorang Deputi Tak Lolos TWK KPK : Orang Itu Memiliki Kerja Sangat Bagus
"Saya ada bukti testimoni dari teman-teman, 'unboxing' surat dari BKN.
"Itu dan membaca detail alasan dia tidak lulus syarat TWK," ujar Sujanarko kepada Tribun Network, Selasa (18/5).
Sujanarko mengungkapkan 3 di antara 75 surat yang dikirimkan kepada 75 pegawai KPK tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Menurutnya, dalam surat disebutkan alasan mereka tidak lolos.
"Ada alasan menarik, satu dia katanya sering bertentangan dengan atasan.
"Yang kedua dia katanya sering membocorkan informasi ke media," tutur Sujanarko.
Menjadi pertanyaan, ucap Sujanarko, lantaran kedua alasan itu tak berkaitan dengan pertanyaan yang dilontarkan saat tes wawasan kebangsaan.
"Yang lucu dua pertanyaan itu tidak pernah muncul diproses tes.
Diinternal KPK yang bersangkutan tidak pernah kena kasus.
Tidak pernah diperingatkan atasannya.
Tidak pernah dipanggil oleh pimpinan," ucap Sujanarko.
Kemudian, Sujanarko mengungkapkan isi surat lain yang diterima oleh pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Surat itu, kata dia, tercantum alasan seorang pegawai KPK tidak lolos tes.
"Yang kedua, pertama tidak Pancasilais.
Yang kedua bertentangan dengan atasan.
Tiga karena punya pemikiran liberal.
Bisa dibayangkan orang punya pemikiran sudah diadili.
Ini melanggar HAM.
Ini metodologi Litsus zaman orde baru dihidupkan kembali," imbuh Sujanarko seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Direktur KPK Ungkap Isi Surat dari BKN kepada Pegawai Tak Lolos TWK.
Namun, menurut Sujanarko, tak lolos tes wawasan kebangsaan hanyalah bagian dari keinginan untuk menguasai KPK.
"Ini karpet merah kepada oligarki untuk lembaga-lembaga yang concern terhadap pemberantasan korupsi," sambungnya.
(Tribunnews/ Igman Ibrahim)
BACA JUGA : di TribunNewsmaker.com dengan judul Prihatin dengan Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Novel Baswedan: 'Seakan Dibuat Lebih Jelek dari Koruptor'.