Pemerintah Tambah Utang Negara Saat Pandemi Covid-19, Sri Mulyani: Demi Selamatkan Warga dan Ekonomi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan alasan pemerintah tambah utang negara di kala pandemi Covid-19.
Pemerintah dirasa harus turun tangan membantu ekonomi masyarakat, agar perekonomian negara secara makro tetap terjaga. Semua itu menuntut pengeluaran APBN yang sangat besar.
"Kebutuhan untuk meningkatkan anggaran di bidang kesehatan, bantuan sosial bantu masyarakat, dan bantu daerah.
Hal ini terjemahannya adalah suatu beban APBN yang luar biasa, kami di Kementerian Keuangan merespon dengan apa pun kita lakukan untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian Indonesia," ujar dia.
Konsekuensi dari pengeluaran tambahan tersebut, membuat defisit APBN semakin tinggi. Kata Sri Mulyani, menambah utang adalah jalan keluarnya.
"Dan itu berimplikasi pada defisit APBN, kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah dengan menambah utang menjadi tujuan. Padahal dia (utang) merupakan instrumen untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita," ucap Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Tak Ada Pemulihan Ekonomi Kecuali Vaksin Sudah Dibagikan di Seluruh Dunia
Perlu Utang

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI angkat suara soal besarnya utang pemerintah saat menanggulangi Covid-19.
Pasalnya, Badan Anggaran menjadi salah satu pihak yang menyetujui pemerintah berutang.
Asal tahu saja, utang pemerintah pada akhir tahun 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun. Posisi utang ini meningkat pesat dibandingkan dengan akhir tahun 2019 yang tercatat Rp 4.778 triliun. Utang membuat defisit fiskal tembus 6,1 persen dari PDB pada tahun 2020.
Baca juga: Kabar Pajak Pulsa dan Token Listrik Hebohkan Publik, Sri Mulyani Angkat Bicara: Tak Pengaruhi Harga
Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, pemerintah perlu berutang karena memang kondisinya perlu berutang. Utang tersebut semata-mata untuk membantu rakyat bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Utang tersebut digunakan pemerintah untuk menambah anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Berbagai bantuan seperti insentif kesehatan, biaya vaksinasi, hingga bantuan sosial dianggarkan dalam program tersebut.
"Kita sadar betul bahwa pelebaran defisit itu, betul-betul karena kita butuh. Bukan karena pemerintah dan banggar senang berutang. Kondisi subjektif dan objektif mewajibkan hukumnya bagi pemerintah dan Banggar melakukan itu," kata Said dalam rapat Badan Anggaran membahas Pengesahan Laporan Panja RAPBN dan RKP Tahun 2022, beberapa waktu lalu.
Said menuturkan, UU Nomor 2 Tahun 2020 juga memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan pelebaran defisit akibat pandemi Covid-19.
Padahal jika tidak ada pandemi Covid-19, keseimbangan primer anggaran negara sudah lebih baik dan bergerak positif.
"Namun, justru karena wabah yang tidak bisa kita tolak, dan tidak kita tahu kapan akan pergi, maka penyebab wabah ini mengakibatkan satu hal, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," beber Said.