Ratusan Orang Geruduk RSUD Mataram, Meringsek Masuk ke IGD & ICU, Tak Terima Jenazah Disebut Covid

Duduk perkara ratusan orang datangi RSUD Kota Mataram, tak terima ada jenazah yang dinyatakan positif Covid-19.

Editor: Irsan Yamananda
Kompas/ handout
Ilustrasi - ratusan orang geruduk RSUD Kota Mataram tak terima jenazah disebut positif Covid-19. 

TRIBUNMATARAM.COM -  Warga Kota Mataram dihebohkan dengan adanya sebuah peristiwa.

Ratusan orang diketahui menuju RSUD Kota Mataram.

Usut punya usut, mereka mengambil paksa jenazah yang diduga terkonfirmasi positif Covid-19.

Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu (31/7/2021) pukul 01.00 Wita.

Mereka beramai-ramai mendatangi RSUD Kota Mataram.

Ratusan orang tersebut langsung meringsek masuk ke ruang IDG dan ICU rumah sakit.

Baca juga: Masyarakat Resah dengan Isu Rumah Sakit Mengcovidkan Pasien, PERSI: Kalau pun Ada, Itu Ulah Oknum

Baca juga: Masyarakat Resah dengan Isu Rumah Sakit Mengcovidkan Pasien, PERSI: Kalau pun Ada, Itu Ulah Oknum

inilah suasana saat warga datang beramai ramai, menjemput jenazah FH (74) , tokoh agama yang dihormati warga, warga tak terima jika FH dinyatakan positif covid-19.
inilah suasana saat warga datang beramai ramai, menjemput jenazah FH (74) , tokoh agama yang dihormati warga, warga tak terima jika FH dinyatakan positif covid-19. (Kompas/ Fitri.R)

Mereka menjemput jenazah warga mereka yang meninggal dunia dalam perawatan.

Jenazah yang berusaha mereka ambil paksa berinisial HF (74).

Rupanya, keluarga dan kerabat mendiang tidak terima jenazah dinyatakan positif Covid-19.

Pelaksana Tugas (Plt) RSUD Kota Mataram, Lalu Martawang menyayangkan peristiwa pengambilan paksa jenazah tersebut.

Kronologi Kematian Marco Panari Versi Angela Gilsha, Sempat Ditolak Rumah Sakit hingga Tewas

"Tentu kami sangat menyayangkan peristiwa tersebut terjadi, kami sudah satu setengah tahun lebih menghadapi pandemi Covid-19 ini dan kita sama-sama ketahui bahwa varian delta sangat sangat membahayakan.

Maka, RSUD semakin meningkatkan kewaspadaan melalui penerapan SOP yang lebih ketat lagi untuk memastikan tidak terjadi penyebaran," kata Martawang, Sabtu (31/7/2021).

"Kami menangani pasien sesuai SOP standar khusus pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19, dipastikan ditangani sesuai SOP penanganan pasien positif Covid-19," kata Martawang

Dalam rekaman CCTV terlihat warga meringsek masuk dan mencari keberadaan jenazah HF.

Terdengar sejumlah petugas meminta rekannya mengontak aparat kepolisian seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Ratusan Orang Menerobos RSUD Kota Mataram untuk Jemput Paksa Jenazah Diduga Covid-19".

Situasi mereda setelah Wakil Wali Kota Mataram, TGH Mujiburruhman datang ke rumah sakit dan menenangkan warga, serta meminta warga menyerahkan sepenuhnya penanganan jenazah pada pihak rumah sakit.

Suasana mereda setelah jenazah diantarkan oleh aparat kepolisian ke rumah duka mengunakan ambulans dengan petugas yang mengenakan APD lengkap.

Masyarakat Resah dengan Isu Rumah Sakit Mengcovidkan Pasien

Di sisi lain, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, beredar isu rumah sakit mengcovidkan pasien di masyarakat.

Isu tersebut terus tersebar luas hingga saat ini.

Walhasil, masyarakat terbagi menjadi dua kubu.

Kubu pertama tidak percaya akan isu tersebut.

Sementara kubu satunya percaya bahwa pihak rumah sakit benar-benar mengcovidkan semua pasiennya.

Apapun itu, isu rumah sakit mengcovidkan pasien ini membuat masyarakat resah.

 Kasus Covid Naik, Ngabalin Sebut karena Warga Nekat Mudik: Berbusa-busa Mulut Presiden Mengingatkan

 Polisi Bakal Datangi Rumah Warga yang Lolos Mudik Lebaran 2021: Demi Tekan Penyebaran Covid-19

Ilustrasi - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait adanya tuduhan rumah sakit (RS) meng-covid-kan pasiennya.
Ilustrasi - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait adanya tuduhan rumah sakit (RS) meng-covid-kan pasiennya. (m.economictimes.com)

Menjawab hal tersebut, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara. 

PERSI menegaskan bahwa tak ada satu pun rumah sakit yang ingin melakukan perbuatan tersebut.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PERSI Lia Gardenia Partakusuma.

Menurut penilaiannya, meng-Covid-kan pasien hanya perbuatan oknum.

 Meninggal Usai Sepekan Berjuang Lawan Covid-19, Ini Profil Ustaz Tengku Zulkarnain: Eks Wasekjen MUI

"Istilah meng-COVID-kan pasien, kalau pun ada itu oknum.

Kami sama sekali tidak pernah menginginkan adanya 1 rumah sakit pun yang meng-COVID-kan.

Mudah-mudah tidak ada 1 pun rumah sakit yang berkeinginan," kata Lia saat Temu Media PERSI secara virtual, Minggu (20/6/2021) seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Rumah Sakit Dituding Mengcovidkan Pasien, Begini Penjelasan PERSI.

"Kalau pun menyamaratakan 3.000 rumah sakit seperti hal yang sama, tentu rasanya juga tidak benar," tambahnya.

Lia menjelaskan ada aturan ketat dan kuat saat melakukan diagnosa covid-19 dan itu alurnya sangat panjang dan tidak mudah.

"Ada aturan yang kuat, ketat sekali pasien itu ditentukan diagnosa sebagai COVID.

Rumah sakit harus melampirkan banyak sekali dokumen pendukung untuk menyampaikan bahwa ini COVID-19.

Jadi masyarakat jangan juga merasa 'oh kalau memang diagnosa COVID itu akan diklaim rumah sakit bahwa ini COVID.

Itu belum tentu," ujar Lia.

Ia menjelaskan, tidak semua rumah sakit bisa memberikan hasil diagnosis COVID-19 dalam waktu cepat.

Baca juga: Pulang ke Wonogiri Pakai Bus, 3 Pemudik Positif Covid-19, Petugas: Hasil Pemeriksaan Acak

Rumah sakit besar dengan fasilitas laboratorium lengkap tentu bisa memberikan hasil diagnostik dalam waktu lebih cepat dibandingkan rumah sakit dengan fasilitas terbatas.

Untuk itu, masyarakat perlu memahami bahwa proses diagnostik COVID-19 untuk 1 pasien bukan proses singkat dan mudah. Bahkan, ada juga pasien yang membutuhkan hitungan hari untuk mendapatkan hasil pasti soal positif atau negatif COVID-19.

"Jika hasil hasil tes kedua berbeda dengan hasil tes pertama dengan sela beberapa hari, bisa jadi disebabkan infeksi baru terdeteksi pada kesempatan tes kedua karena replikasi virus membutuhkan waktu," ujar Lia.

Kekurangan Tabung Oksigen

Sejumlah rumah sakit yang ada di Jawa Tengah dilaporkan kekurangan pasokan tabung oksigen.

Hal itu terjadi setelah lonjakan kasus positif covid-19 semakin tinggi.

"Kami mendapati laporan beberapa rumah sakit kekurangan tabung oksigen di Jawa Tengah," ujar Lia.

Lia juga mengatakan kasus kekurangan tabung oksigen juga pernah terjadi pada tahun lalu, tepatnya pertengahan bulan Desember hingga Januari 2020.

Ada satu provinsi yang mengeluh hebat kekurangan pasokan tabung oksigen yakni Nusa Tenggara Timur (NTT).

Karena itu lanjut Lia, pihaknya mendorong para distributor agar segera mengirimkan tabung oksigen ke rumah sakit-rumah sakit.

"Dibutuhkan satu perencanaan mengenai kebutuhan oksigen yang betul-betul terencana yang baik dan betul. Kita biasanya menyiapkan untuk satu bulan atau dua bulan. Nah, yang jadi masalah apabila rumah sakit lokasinya jauh dari penghasil oksigen tersebut. Dan ini dibutuhkan timeline yang baik," ujar Lia.

"Kami juga mendorong agar provinsi bisa membuat upaya sendiri agar oksigen ini bisa dibuat di daerah," tambah Lia.

PERSI lanjut Lia juga akan memperpendek durasi rawat inap pasien covid-19 di rumah sakit. Hal tersebut guna memberikan kesempatan kepada pasien yang memiliki gejala covid-19 berat untuk mendapatkan perawatan.

"Kita berharap masyarakat dapat mengerti kenapa lama rawat kita perpendek. Kalau memungkinkan untuk dirawat di rumah atau (gejala) lebih ringan memberikan kesempatan untuk yang bergejala berat masuk rumah sakit," kata Lia.

Pihak rumah sakit kata Lia juga akan melakukan langkah antisipatif terkait adanya lonjakan covid-19. Termasuk penambahan kapasitas sesuai yang diminta pemerintah.

Akan tetapi lanjut Lia, hal itu juga harus dibarengi dengan kemampuan rumah sakit. Apabila lonjakan covid-19 membuat rumah sakit penuh dan tidak bisa menampung lagi pasien baru.

"Mereka datang sudah kondisi perburukan datang. Tidak seperti tahun lalu, mereka butuh waktu beberapa waktu untuk dilayani. Bahkan ada yang sudah meninggal dunia," ujar Lia.

Turun Langsung

Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah turun tangan dalam menjalankan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro, seiring kenaikan kasus Covid-19.

Kepala daerah diminta aktif menjalankan Instruksi Mendagri (Inmendagri) terkait kebijakan PPKM Mikro, dengan melibatkan seluruh stakeholder seperti Forkopimda.

Kepala Daerah diminta menunjukkan kualitas kepemimpinan atau leadershipnya masing-masing.

“Rekan-rekan sudah mengerti soal teorinya dan lain-lain, sehingga rekan-rekan saya minta aktif turun, tunjukkan leadership,” katanya dalam Pengukuhan Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Masa Bakti 2021-2026 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Tito mengatakan keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro sangat ditentukan oleh kepala daerah, karena kebijakan yang tertuang dalam Inmendagri tersebut akan diimplementasikan di tingkat daerah.

Keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro juga disumbang oleh peran kepala daerah yang giat memonitoring secara langsung berbagai indikator pengendalian Covid-19.

Diharapkan kepala daerah tak hanya berdiam diri menunggu laporan dari kepala dinas atau stafnya, namun ikut terlibat secara aktif dalam berbagai kebijakannya.

“Jadi Instruksi Mendagri tentang PPKM Mikro itu hanya sebagai sarana formalnya, karena regulasinya cukup itu. Kepala daerah adalah pemegang otoritas pembuat kebijakan terpenting di daerah; sehingga kepala daerah sebagai pimpinan Forkopimda, sangat-sangat penting untuk bisa mengendalikan pandemi Covid- 19 di daerah masing-masing,” ujarnya.

Kepala daerah diminta untuk bisa menjabarkan Inmendagri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Artinya, kepala daerah diberikan kebebasan untuk dapat mengartikulasikan Inmendagri sesuai dengan karakteristik dan persoalan masing-masing daerah.

Sebab, Mendagri menyadari, setiap daerah tentu memiliki persoalan penanganan pandemi yang beragam.

“Begitu menerima Inmen, segera bergerak untuk dirapatkan dengan Forkopimda. Rapatkan untuk menjabarkan itu disetiap daerah. Inmen PPKM itu tidak berisi hal-hal yang teknis, yang menyangkut daerah masing-masing. Ada yang berbeda, terjemahkan sesuai dengan kondisi daerah itu,” jelasnya.

Eks Kapolri itu juga meminta kepala daerah menyelenggarakan rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk membahas strategi dan langkah-langkah yang dilakukan selama pemberlakukan PPKM.

Sehingga kemampuan dan leadership kepala daerah dalam membangun hubungan dengan DPRD dan Forkopimda juga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan bersama.

“Tanggung jawab pandemi ini bukan hanya kepada kepala daerah tapi oleh pemerintahan daerah, hilangkan perbedaan kepentingan politik apapun juga demi keselamatan rakyat,” kata Tito.

Berita dan artikel terkait Covid-19 lainnya di sini

(Tribun Network/ais/ras/wly) (Kompas/ Kontributor Kompas TV Mataram, Fitri Rachmawati)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved