Hakim Sebut Rp 240 Juta dari Korupsi Bansos untuk Beli Masker: 'Dibagikan di Dapil Juliari Batubara'
Hakim mengatakan bahwa uang Rp 240 juta dari dana korupsi bansos digunakan untuk beli masker lalu dibagikan ke dapil Juliari Batubara.
TRIBUNMATARAM.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membeberkan rincian penggunaan dana korupsi bansos covid-19 wilayah Jabodetabek 2020 yang menjerat Juliari Batubara.
Dalam persidangan tersebut, hakim juga menyatakan bahwa terdakwa Adi Wahyono tidak menikmati uang hasil korupsi itu.
Perlu diketahui, Adi Wahyono merupakan anak buah mantan Mensos Juliari Batubara.
Majelis hakim lalu menjelaskan alasan di balik pernyataan tersebut.
Menurutnya, Adi Wahyono terbukti menerima sejumlah uang dari pengadaan paket bansos Covid-19.
Hanya saja, uang itu tidak dinikmati untuk dirinya sendiri.
Baca juga: Vonis Juliari Batubara Dinilai Terlalu Ringan, Ini Hakim yang Sebut Eks Mensos Menderita Dihina
Baca juga: Juliari Batubara Divonis 12 Tahun, ICW Kecewa dengan Hakim : Dia Pantas Mendekam Seumur Hidup!
Hal tersebut diungkapkan oleh hakim anggota Yusuf Pranowo di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (1/9/2021).
“Dikaitkan dengan fakta hukum menerima hadiah diatas, terbukti bahwa dari pelaksanaan pengadaan bansos sembako dalam penanganan Covid-19 tahun 2020 di Kemensos terdakwa telah menerima sejumlah Rp 1,8 miliar,” katanya.
Ia menambahkan, uang yang diterima oleh Adi Wahyono digunakan untuk sejumlah keperluan Juliari Batubara dan beberapa stafnya di Kemensos.
"Menimbang bahwa diperoleh fakta hukum bahwa setelah menerima uang tersebut terdakwa menggunakan uang-uang tersebut untuk keperluan sebagai berikut..." ucap hakim.
Baca juga: Sebelumnya Minta Diampuni & Dibebaskan, Juliari Batubara Hari Ini Jalani Sidang Vonis Korupsi Bansos
Hakim Yusuf melanjutkan, pertama Rp 540 juta untuk menyewa private jet guna kunjungan Juliari Batubara dan jajarannya di Kemensos ke Denpasar, dan Lampung.
Kemudian sejumlah Rp 90 juta guna membiayai diklat bela negara Kemensos yang diserahkan Adi Wahyono melalui Kabiro Organisasi dan Kepegawaian Kemensos M Taufiq pada November 2020.
Selanjutnya, sejumlah Rp 241 juta digunakan untuk pembelian masker yang dibagikan ke daerah pemilihan (Dapil) Juliari Batubara saat mencalonkan diri menjadi DPR RI.
"Digunakan untuk dibagikan di Dapil Juliari Batubara yaitu Dapil Jateng 1 yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Kendal," kata hakim.
Adapun, hakim Yusuf menjelaskan Adi Wahyono juga memberikan uang Rp 120 juta untuk operasional Rapat Pimpinan Kemensos pada Agustus hingga November 2020.
Uang itu diberikan untuk Sekjen Kemensos Hartono Laras, Dirjen Linjamsos Kemensos Pepen Nazarudin, dan Juliari Batubara dari Agustus hingga November 2020 sebesar Rp 10 juta setiap bulan.
Adi juga disebut menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta atas permintaan Juliari untuk kebutuhan tamu di Kemensos.
Lalu, Adi juga memberi total Rp 200 juta untuk kunjungan kerja Juliari ke Semarang, Bali, Medan dan Tolitoli pada Oktober 2020.
Terakhir, uang yang diterima Adi juga diserahkan untuk Hartono Laras sebesar Rp 100 juta.
"Sehingga jumlah biaya operasional Mensos, Sekjen, Dirjen Linjamsos adalah Rp 1.500.091.000 sedang sisanya akan digunakan untuk keperluan kegiatan agama yaitu perayaan Natal di Kemensos sejumlah Rp 208.400 oleh terdakwa namun telah dikembalikan pada rekening KPK," kata hakim.
Baca juga: Di Tengah Kontroversi Juliari Batubara Minta Diampuni, Anak Buah Dituntut 7 Tahun Kasus Suap Bansos
Diketahui dalam perkara ini Adi Wahyono dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek 2020 bersama dengan Matheus Joko dan Juliari Batubara.
Majelis hakim menyatakan total uang yang diterima akibat tindakan korupsi tersebut adalah Rp 32,48 miliar.
Atas perbuatannya itu majelis hakim menjatuhkan pidana tujuh tahun penjara disertai denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan pada Adi Wahyono.
Pada perkara ini majelis hakim juga memberikan status justice collaborator untuk Adi Wahyono karena dirinya dinilai memenuhi syarat yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baik Adi Wahyono, tim kuasa hukumnya dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Tak Dikenakan Uang Ganti, Hakim Sebut Anak Buah Juliari Tak Nikmati Dana Korupsi Bansos".
Vonis Juliari Batubara Dinilai Terlalu Ringan
Sementara itu, vonis yang dijatuhkan kepada Juliari Batubara atas korupsi dana bansos covid-19 mencuri perhatian.
Vonis yang dinilai terlalu sedikit bagi Juliari ini dianggap aneh.
Sosok hakim yang menjatuhi vonis pun kini disorot.
Inilah sosok Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Muhammad Damis yang menyebut Juliari Batubara cukup menderita dicaci masyarakat.
Muhammad Damis merupakan tim majelis hakim yang menangani kasus Juliari Batubara.
Seperti diberitakan sebelumnya, Eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara telah divonis hukuman 12 tahun penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin lalu (23/8/2021).
Tidak hanya itu Juliari juga didenda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan harus membayar uang pengganti sejumlah Rp14,59 miliar.
Baca juga: Juliari Batubara Divonis 12 Tahun, ICW Kecewa dengan Hakim : Dia Pantas Mendekam Seumur Hidup!
Baca juga: Dianggap Sudah Dapat Cacian, Juliari Batubara Divonis 12 Tahun & Harus Kembalikan 14 M Hasil Korupsi
Sebelumnya, Juliari terbukti telah menerima suap dalam pengadaan paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.
Adanya hal tersebut majelis hakim menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Polemik
Vonis hukuman bagi Juliari tersebut rupanya menimbulkan polemik tersendiri.
Banyak pihak menyebut seharusnya hukuman bagi politisi PDIP tersebut lebih berat, bahkan memenuhi syarat hukuman penjara seumur hidup.
Sebelumnya, majelis hakim menyebut soal alasan vonis kepada Juliari lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa.
Muhammad Damis menilai Juliari sudah cukup menderita akibat cacian dan hinaan masyarakat.
"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat," tutur hakim Damis, Senin (23/8/2021) di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip dari Kompas.com.
Hal tersebut pun mengundang tanggapan masyarakat.
Banyak pihak menilai putusan hakim tersebut tak masuk akal, eksistensi sang hakim pun ramai diperbincangkan.
Lantas siapakah sosok Muhammad Damis?
Dikutip dari pn-jakartapusat.go.id, pria kelahiran Pinrang, 25 Oktober 1963 ini adalah seorang Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dirinya memiliki pangkat Pembina Utama Madya.
Dan tertera dalam keterangan dirinya menjabat Hakim Utama Muda.
Dilengkapi dari TribunManado.co.id, Muhammad Damis juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Sungguminasa.
Ketika menjabat sebagai hakim di PN Makassar, ia memimpin sidang untuk kasus Bansos Sulawesi Selatan.
Ia memimpin sidang perkara dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Sulawesi Selatan tahun 2013 periode tahun 2015.
Muhammad Damis saat itu memvonis mantan legislator DPRD Sulsel, Adil Patu.
Tanggapan ICW dan Pukat UGM
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai putusan majelis hakim memberikan vonis 12 tahun penjara dan sejumlah denda untuk eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara tidak masuk akal.
Kurnia menilai penerimaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 oleh Juliari harusnya membuat ia dihukum seumur hidup.
"ICW beranggapan putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, benar-benar tidak masuk akal dan semakin melukai hati korban korupsi bansos," ungkap Kurnia saat dihubungi Tribunnews, Selasa (24/8/2021).
"Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara," sambungnya.
Tidak hanya itu Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM atau Pukat UGM juga tuut serta berkomentar.
Menurut peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.
Perundungan yang diterima Juliari merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi yang dianggap sangat jahat oleh masyarakat, terlebih praktik rasuah dilakukan saat pandemi COVID-19.
"Menurut saya ini bukan keadaan hal yang meringankan ya. Keadaan yang meringankan itu adalah berasal dari internal terdakwa sendiri, yang maupun kondisi yang memaksa yang bersangkutan melakukan tindakannya. Biasanya kondisi yang meringankan seperti itu," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (23/8/2021), dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Inilah Sosok Muhammad Damis, Hakim yang Sebut Juliari Batubara Cukup Menderita Dicaci Masyarakat
Kondisi meringankan berasal dari internal terdakwa, seperti misalnya terdakwa menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
"Misalnya keadaan meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Kalau terdakwa dijatuhi hukuman tinggi akan mengakibatkan kewajiban urus keluarga terhambat. Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa, atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," sambungnya.
Berita lain terkait Juliari Batubara
(Kompas/ Tatang Guritno) (Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Wahyu Gilang Putranto) (TribunManado.co.id/Frandi Piring)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/mataram/foto/bank/originals/mensos-tersangka-suap-17-milyar.jpg)