Internal Tak Memadai, KPI Pusat Diminta Libatkan Eksternal untuk Penyelidikan Pelecehan Pegawainya
Ia sempat melaporkan kasus ini kepada atasannya, tetapi tidak mendapatkan hasil yang memadai.
TRIBUNMATARAM.COM - Viralnya curhatan pegawai KPI Pusat yang mendapat kekerasan seksual oleh rekan kerjanya sendiri akhirnya mendapatkan respon dari publik.
MS selama ini selalu gagal menyampaikan keluhannya kepada lembaga-lembaga berwenang untuk meminta keadilan atas perlakuan tak pantas yang diterimanya.
Bagaimana tidak, MS mendapatkan pelecehan seksual dari teman-temannya sendiri.
Ia sempat melaporkan kasus ini kepada atasannya, tetapi tidak mendapatkan hasil yang memadai.
Yang ada, MS hanya sebatas dipindah divisi dan terus mendapatkan kecaman dari rekan yang merundungnya.
Kasus kekerasan seksual yang dialami MS, seorang pegawai kontrak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat masih diinvestigasi oleh kepolisian.

Untuk memperkuat penyelidikan, Koalisi Masyarakat Peduli Kekerasan Seksual dalam Lembaga Negara mendesak KPI agar melibatkan pihak eksternal dalam proses investigasi terhadap MS.
Langkah itu diperlukan agar kasus ini bisa dimonitor publik.
Baca juga: Korban Pelecehan Seksual di KPI Pernah Lapor Polisi Tapi Tak Ditanggapi: Malah Ditanya Buktinya Apa
Baca juga: Ngaku Dilecehkan Selama 5 Tahun, Pegawai KPI Mengadu ke Jokowi: Bukankah Pria Juga Bisa Jadi Korban?
"Meminta kepada KPI untuk membentuk tim investigasi independen dengan melibatkan pihak eksternal, seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Komnas Perempuan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau LBH Apik sebagai pengacara korban dan atau saksi ahli," kata Perwakilan Kapal Perempuan Indonesia, Ulfa Kasim dalam konferensi pers virtual, Sabtu (4/9/2021).
Menurut Ulfa, apa yang dialami oleh MS adalah permasalahan serius di institusi yang dibiayai negara.
Oleh karena itu, proses hukum serta pendampingan korban perlu dilakukan agar seluruh proses bisa terlaksana secara transparan.
"Dengan tetap mengedepankan perlindungan kondisi fisik dan psikis korban, maka perlu ada pendampingan bagi korban untuk pelaporan ke penegak hukum, dengan melibatkan pengacara (YLBHI, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, atau LBH APIK)," tutur Ulfa.
Ulfa juga mendorong komitmen dari pimpinan KPI dalam memberikan jaminan keamanan, dukungan psikologis, serta kesejahteraan kepada korban dan keluarganya.
KPI wajib memberikan pendampingan hukum dan psikis agar MS bisa menjalani rangkaian itu tanpa hambatan.
“KPI harus berkomitmen untuk mendampingi korban selama proses pemulihan dan penanganan hukum atas kasus ini,” kata dia.