Karenanya, Tri menegaskan bahwa upaya mengisap darah tidak akan mengeluarkan bisa ular yang telah masuk sedikit pun.
Dia mengungkapkan, keberhasilan penanganan gigitan ular yang beredar di media sosial hingga film dengan cara mengisap darah adalah mitos.
"Sama seperti ada orang yang bilang pakai bawang untuk obati gigitan ular, atau pakai micin untuk obati.
Itu semua mitos," jelasnya ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
• Di Tengah Kabar Kehamilan, Syahrini Dapat Kado dari Mama Mertua, Bukti Cinta Ibu Reino Barack
• Sikap Tegas Perusahaan Kosmetik Ini untuk Ahn Jae Hyun, Diputus Kontrak & Hapus Semua Fotonya
• Begitu Kalem, 5 Zodiak Ini Tak Suka Mengumbar Kemesraan di Medsos,Taurus Diam-diam Juga Romantis Kok
• Simpang Siur Ancaman Balik Hotman Paris Pada Farhat Abbas, Andar Situmorang: Hotman Mana Laporannya?
• Rizal Armada Umumkan Kelahiran Anak Pertamanya, Ungkap Nama dan Harapan untuk Sang Putra
Pakar reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengungkapkan, Iskandar sebenarnya memiliki kesempatan besar untuk sintas.
"Pertama karena kita tahu pasti jenis ular yang menggigit.
Ular weling. Itu sudah ada antivenom-nya," ungkap Amir.
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan gigitan ular adalah identifikasi jenis yang menggigit.
Pasalnya, kerap kali ular langsung lari setelah menggigit.
"Dalam kasus satpam itu, karena satpamnya juga sempat memegang ularnya, kita sudah tahu pasti.
Jadi akan memudahkan penanganan sebenarnya," ungkapnya.
Kematian Iskandar merupakan cermin kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penanganan pertama korban gigitan ular.
Korban harusnya berusaha bergerak sesedikit mungkin alias diimobilisasi dan dibawa ke rumah sakit setelah mengalami gigitan.
Tindakan menangkap ular dan memainkannya turut berkontribusi pada kegagalan penanganan.
"Bisa dibayangkan gerakan sangat aktif saat menangkap dan memainkan ular.