TRIBUNMATARAM.COM - Setelah sempat menemui polemik dan kontroversi, akhirnya dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) terhadap vaksin Nusantara.
Vaksin Nusantara memang sarat akan kontroversi sejak kemunculannya.
Tak mendapatkan izin melanjutkan uji klinis dari BPOM, kini akhirnya keputusan bersama pun diambil.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis pelayanan sel dendritik.
Penandatanganan tersebut disaksikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy yang berlangsung di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta, Senin (19/4/2021).
"(Penelitian berbasis pelayanan sel dendritik) untuk Meningkatkan imunitas terhadap Virus SARS-CoV-2," demikian keterangan tertulis Dinas Penerangan Angkatan Darat (Dispenad), Senin (19/4/2021).
Berdasarkan kesepakatan tersebut, penelitian nantinya akan dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Baca juga: Vaksin Nusantara Jadi Polemik, Menkes Budi Gunadi Tak Ingin Ikut Campur : Saya Bukan Ahlinya
Baca juga: Meski Tak Kantongi Restu BPOM, Vaksin Nusantara Tetap Lanjutkan Uji Klinis 2, Disebut Pelanggaran
Selain mempedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, penelitian ini juga bersifat autologus.
Artinya, penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.
"Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel dendritik autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) pada subjek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat antibodi antiSARS-CoV-2," tulis keterangab tertulis tersebut.
"Karena uji klinis fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara ini masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major," tambahnya, dikutip dari Kompas.com dengan judul "Kelanjutan Vaksin Nusantara, KSAD, Menkes, dan BPOM Teken Nota Kesepahaman"
Sebelumnya, Vaksin Nusantara menjadi kontroversi lantaran BPOM belum mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK), namun sejumlah anggota DPR menjadi relawan dalam pengembangan Vaksin Nusantara.
Pengambilan sampel darah terkait uji klinik fase II dilakukan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, proses pembuatan Vaksin Nusantara melompati proses yang telah disepakati.
Menurut Penny, seharusnya Vaksin Nusantara harus melalui tahapan praklinik terlebih dahulu sebelum masuk tahap uji klinik tahap I. Namun, tim yang memproses vaksin tersebut menolak.
"Nah Vaksin Nusantara itu loncat, pada saat itu sebenarnya di awal-awal pada saat pembahasan awal itu tidak, harus preclinic dulu ya, tapi mereka menolak," kata Penny kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Menkes Budi : Saya Bukan Ahlinya
Menkes Budi Gunadi meminta pihak-pihak yang tak berwenang sebaiknya tak ikut campur dan memperkeruh suasana.
Dirinya sendiri mengaku tak ingin ikut campur karena merasa bukan ahlinya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi akhirnya buka suara mengenai polemik vaksin nusantara.
Budi Gunadi meminta perdebatan soal vaksin Nusantara berjalan secara ilmiah dan tidak politis.
Selain itu Menkes himbau agar pro-kontra terkait penelitian vaksin sudah sepatutnya terjadi di antara para peneliti dalam ranah keilmuan bukan jajaran pemred.
"Jangan dilakukan di tataran media atau tataran politik, atau di mana. Masa yang debat pemred (pemimpin redaksi) atau ahli media, politisi," kata Budi saat diskusi virtual, Minggu (18/4/2021).
Baca juga: Meski Tak Kantongi Restu BPOM, Vaksin Nusantara Tetap Lanjutkan Uji Klinis 2, Disebut Pelanggaran
Baca juga: BPOM Tak Ikut Campur Soal Penyuntikan Vaksin Nusantara di RSPAD : Masyarakat Harus Pintar
"Ini kan enggak cocok, ini sesuatu yang sifatnya sangat ilmiah, jadi biarkan para ilmuan berdebat di tataran ilmiah," tambahnya.
Budi menyarankan perdebatan mengenai vaksin Nusantara berlangsung secara ilmiah. Misalnya, dalam seminar atau melalui jurnal ilmiah.
"Vaksin ini setelah saya pelajari, saya bukan ahlinya, ini sesuatu yang sifatnya sangat saintifik, sangat ilmiah, jadi tolong dibicarakan di tatanan ilmiah, seminar-seminar, jurnal-jurnal ilmiah," tuturnya.
Selanjutnya, ia menegaskan, pengembangan vaksin Nusantara sudah semestinya dilakukan atas kaidah ilmiah dan protokol yang baku.
"Itu benar-benar harus dibikin berdasarkan kaidah ilmiah dan protokol kesehatan yang baku dan tetap. Itu tolong jangan di-shortcut," tegas dia.
Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai polemik, karena pengembangannya dinilai tidak mengikuti kaidah saintifik pengujian vaksin pada umumnya.
Seperti yang diketahui, vaksin Nusantara menulai polemik setelah BPOM menyebut terdapat sejumlah kejanggalan pada proses pembuatan vaksin tersebut.
Sebelumnya, vaksin Nusantara Covid-19 yang digagas Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memicu pro kontra di kalangan masyarakat.
Sebagian pejabat Anggota DPR RI dan tokoh nasional diketahui telah mendukung penelitian terkait vaksin tersebut dengan menjadi relawan.
Sebanyak sekira 40 anggota DPR RI lintas fraksi menjalani proses pengambilan darah yang merupakan rangkaian dari proses vaksinasi vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta pada Rabu (14/4/2021) lalu.
Di sisi lain, BPOM memberikan penilaian bahwa penelitian terkait Vaksin Nusantara tidak masuk kategori riset ilmiah sesuai standard internasional.
Penilaian BPOM tersebut juga mendapat dukungan dari sejumlah kalangan di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Vaksin Nusantara Jadi Polemik, Ini Bedanya dengan Vaksin Merah Putih
Lantas, apa bedanya vaksin merah putih dan vaksin nusantara?
Berikut hal-hal yang perlu diketahui dalam pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber :
Metode dan Teknologi Vaksin Merah Putih dari 6 Kandidat
Vaksin Merah Putih merupakan vaksin yang bukan merujuk hanya satu vaksin saja. Melainkan sekelompok kandidat vaksin yang dikembangkan dari berbagai lembaga.
Saat ini vaksin Merah Putih dikembangkan oleh enam lembaga dalam negeri, yakni LBM Eijkman, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
Enam lembaga tersebut mengembangkan vaksin Covid-19 dengan metode yang berbeda.
Eijkman mengembangkan dengan platform protein rekombinan. UI dengan platform DNA, MRNA, dan virus-like particle.
Kemudian Universitas Airlangga adenovirus, ITB juga adenovirus, Universitas Gajah Mada menggunakan protein rekombinan, serta LIPI juga dengan protein rekombinan.
- Vaksin Nusantara Berbasis Sel Dendritik
Dijelaskan Terawan dalam wawancara bersama Kompas TV beberapa waktu lalu, vaksin Nusantara merupakan solusi yang ditawarkan bagi pasien komorbid atau penyakit penyerta.
Vaksin ini berbasis sel dendritik.
Sama seperti terapi pada pasien kanker, maka sel dendritik dari pasien kanker akan dikenalkan dengan antigen kanker.
Hasilnya, jika sel dendritik aktif maka akan menemukan dan memusnahkan sel kanker tersebut.
Terawan A Putranto - Menteri Kesehatan (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)
"Vaksin berbasis dendritik Cell ini intinya adalah dari setiap kita punya dendritik Cell tinggal dikenalkan pada antigen Covid-19 sehingga akan menjadi punya memori terhadap Covid- 11 prosesnya begitu simpel," jelas Terawan, dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Soal Polemik Vaksin Nusantara, Menkes Budi Gunadi: Biarkan Ilmuan yang Berdebat, Saya Bukan Ahlinya
Sel dentritic ini disesuaikan dengan kondisi pasien.
Artinya, memungkinkan cocok diberikan kepada penderita komorbid yang tidak bisa menerima vaksin biasa.
"Menjadi vaksin individual dan disuntikkan secara subkutan ke dalam tubuh pasien penerima vaksin dan akan memberikan kekebalan terhadap covid 19 dan karena ini sifatnya menjadi imunitas yang seluler (imun yang bukan berasal dari antibodil tentunya akan bertahan lama," jelas dia.
Vaksin ini yang dikembangkan oleh peneliti di RSUP Dr. Kariadi Semarang, yang kerja sama Kementerian Kesehatan dengan AIVITA Biomedical. (Kompas.com/ Achmad Nasrudin Yahya)