TRIBUNMATARAM.COM - Gelombang 'tsunami' Covid-19 yang menyerang India tak main-main.
Setelah sebelumnya beredar foto-foto kremasi massal korban Covid-19, kali ini viral potret mayat seorang ibu yang diapit anaknya menggunakan motor karena tak ada ambulans.
Padahal, wanita paruh baya itu dikonfirmasi positif Covid-19.
Jenazah seorang ibu di India dilaporkan diangkat anaknya ke sepeda motor, potret kengerian Covid-19 di sana.
Dalam video yang beredar, nampak mayat perempuan itu diapit si anak dan kerabat, saat mereka berangkat ke krematorium.
Berdasarkan video yang diunggah seorang polisi, pria itu mengungkapkan ibunya meninggal karena terinfeksi virus corona.
Si anak menuturkan, dia terpaksa menaikkan jenazah si ibu ke sepeda motor karena tidak ada ambulans yang datang.
Baca juga: Sempat PD Bisa Tangani Pandemi, India Kini Dihajar Tsunami Covid-19, Kasus Harian Tembus 300 Ribu
Baca juga: Beredar Hoaks Ustaz Zacky Mirza Meninggal, Istri Mengaku Kaget, Bantah Suami Positif Covid-19
Media lokal melaporkan, perempuan itu diidentifikasi bernama G Chenchu, berusia 50 tahun dan berasal dari desa Killoyi.
Times of India memberitakan, anaknya Narendra dan menantunya, Ramesh, awalnya membawanya ke Rumah Sakit Neelaman di Palasa.
Chenchu sempat mendapat diagnosis. Namun, dia diketahui meninggal dengan konfirmasi positif terinfeksi Covid-19.
Keluarga Chenchu kemudian mencoba membawanya ke desa mereka untuk dimakamkan, yang jaraknya 15 kilometer.
Namun karena tidak ada ambulans, mayat Chenchu terpaksa diapit oleh Narendra dan Ramesh di sepeda motor.
Insiden itu merupakan kabar memilukan lain yang terjadi di India, saat gelombang kedua virus corona menerjang.
Dilansir Daily Mirror Rabu (28/4/2021), "Negeri Bollywood" mencatatkan lebih dari 200.000 korban meninggal.
Namun banyak pakar yakin, angka kematian negara berpopulasi 1,3 miliar itu jauh lebih tinggi dari yang diberikan pemerintah, dikutip dari di Kompas.com dengan judul "Kengerian Covid-19 di India: Jenazah Ibu Dibawa Anaknya Pakai Sepeda Motor"
Dalam foto maupun video beberapa pekan terakhir, nampak masyarakat mengantre untuk mendapatkan oksigen.
Kemudian kremasi massal jasad korban Covid-19 memperlihatkan betapa mengerikannya gelombang kedua tersebut.
Perdana Menteri Narendra Modi menerima serangan kritik karena dinilai tidak becus dalam menangani pandemi.
Selain itu, dia dikecam karena tetap menyelenggarakan hajatan politik dan mengizinkan perhelatan festival keagamaan di tengah wabah.
Dampaknya, negara-negara pun menyerukan janji akan membawa bantuan sebanyak mungkin ke negara Asia Selatan tersebut.
Sempat Percaya Diri Tangani Covid-19
India tengah mengalami laju penyebaran Covid-19 yang tak terkontrol hingga mencapai rekor tertinggi di dunia.
Pada Kamis (22/4/2021) kemarin, India melaporkan tengah mengalami 'tsunami' Covid-19 dengan lebih dari 300 ribu kasus perhari.
Akibatnya, sistem kesehatan di India kolaps dan rumah sakit yang kekurangan tenaga kesehatan dipenuhi pasien Covid-19.
• Beredar Hoaks Ustaz Zacky Mirza Meninggal, Istri Mengaku Kaget, Bantah Suami Positif Covid-19
• Thariq Halilintar Positif Covid-19, Apakah Tertular di Nikahan Atta-Aurel? Berikut Penjelasannya
Tak hanya itu, ruang IGD juga penuh dengan oksigen yang terbatas dan hampir semua ventilator digunakan.
Mirisnya, para pasien Covid-19 yang tak tertolong juga menumpuk di ruang kremasi dan menunggu untuk dimakamkan.
Hingga Jumat (23/4/2021), India telah mengonfirmasi lebih dari 16 juta kasus dan lebih dari 186 ribu kasus meninggal dunia.
Lantas, mengapa India bisa terkena 'tsunami' Covid-19?
• Masih Takut Sholat Tarawih di Masjid karena Covid-19? Simak Tata Cara Niat Tarawih & Witir di Rumah
Dikutip dari APNews, sebelum hal ini terjadi, pemerintah setempat terbuai dan sempat percaya kasus Covid-19 di India sudah mulai surut pada September 2020 lalu.
Mereka mengira bisa mengatasi pandemi Covid-19 secara perlahan-lahan seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul India Dihajar 'Tsunami' Covid-19 setelah Sempat Percaya Diri Berhasil Tangani Pandemi.
Saat itu, kasus di India benar-benar menurun selama 30 minggu berturut-turut hingga mulai kembali naik pada pertengahan Februari.
Saat kasus mulai surut, para ahli kesehatan mengatakan, India telah gagal memanfaatkan kesempatan untuk menambah infrastruktur perawatan kesehatan dan memvaksinasi secara masif.
Padahal, Ahli Biostatistik, Bhramar Mukherjee menyebut, jika pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan itu, maka ia optimis India bisa mengatasi pandemi.
"Kami sebenarnya sangat dekat dengan kesuksesan," kata Bhramar Mukherjee, Ahli Biostatistik di Universitas Michigan.
Di sisi lain, Kardiolog, K Srinath Reddy mengatakan, pemerintah India tidak siap menghadapi tsunami Covid-19 ini.
"Meskipun ada peringatan dan saran tindakan pencegahan diperlukan, pihak berwenang tidak siap menghadapi besarnya lonjakan tersebut," kata K Srinath Reddy, presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India.
Reddy sebelumnya sudah memperingati untuk menunda festival keagamanan Hindu yang bisa memicu lonjakan Covid-19.
Namun, pada akhirnya festival tersebut tetap digelar dan membawa dampak yang sudah diduga, yakni lonjakan kasus yang mirip seperti tsunami Covid-19.
• Tak Ingin Ada Liburan Panjang, Menteri Kesehatan Budi Gunadi: Terbukti Tingkatkan Kasus Covid-19
"Pihak berwenang di seluruh India, tanpa kecuali, menempatkan prioritas kesehatan masyarakat di belakang," kata Reddy.
Akibatnya, sejak gelaran festival yang tak mengindahkan Covid-19 itu, kasus harian di India selalu meningkat selama dua minggu terakhir.
Pada Rabu (22/4/2021) kemarin, Sekretaris Kementerian Kesehatan India, Rajesh Bhushan buka suara mengenai hal ini.
Ia mengaku tidak akan berspekulasi terkait alasan mengapa tsunami Covid-19 terjadi dan apa yang sudah dilewatkan oleh pemerintah.
"Hari ini bukan waktunya untuk membahas mengapa kita ketinggalan, atau apakah kita ketinggalan, tetapi apakah kita siap?" katanya.
Langkah India Perangi Tsunami Covid-19
Saat ini, India tengah menghadapi tantangan untuk mencegah sistem perawatan kesehatannya tidak semakin kolaps, sampai cukup banyak orang yang dapat divaksin agar mengurangi tingkat keparahan pasien.
India yang merupakan produsen utama vaksin, saat ini menghentikan ekspor besarnya dan mulai fokus untuk melakukan vaksinasi di dalam negeri sejak Maret 2020.
"Vaksinasi adalah salah satu cara untuk memperlambat penyebaran, tetapi ini sangat tergantung pada kecepatan dan ketersediaan suntikan," kata Reddy, Presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India.
Pada minggu lalu, pemerintah India mengatakan akan mengizinkan penggunaan vaksin Covid-19 ke semua warganya.
• Komandan Brimob Meriang Lalu Meninggal 5 Hari Usai Divaksin, Kadinkes: Hipertensi & Positif Covid-19
Hal ini juga telah mendapat lampu hijau dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan regulator di Amerika Serikat, Eropa, Inggris dan Jepang.
Pemerintah akan segera memperluas program vaksinasi yang awalnya masyarakat berusia 45 tahun ke atas.
Kini, menjadi ke semua orang dewasa, dengan total sekitar 900 juta orang.
Sementara itu, Reddy mengatakan, beberapa negara bagian masih harus menerapkan lockdown baru hingga jangka panjang.
"Sebagai masyarakat, sangat penting bagi kami untuk menjaga langkah-langkah kesehatan masyarakat seperti berdiam diri dirumah, menjaga jarak secara fisik, dan menghindari keramaian," katanya.
(Kompas.com/ Ardi Priyatno Utomo) (Tribunnews.com/Maliana)