Antar Jenazah Corona, Sopir Ambulans Dihajar Hingga Memar, RSUD 45 Kuningan: 'Dituduh Mengcovidkan'

Editor: Irsan Yamananda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Sopir ambulans dihajar warga hingga luka memar.

TRIBUNMATARAM.COM - Seorang sopir ambulans di kawasan Kuningan, Jawa Barat dianiaya ketika mengantar jenazah pasien Covid-19.

Kepada polisi, ia mengaku dipukul oleh dua orang warga.

Kini, petugas kepolisian Kuningan telah menangkap kedua orang yang dimaksud.

Mereka merupakan warga Desa Sukarapih, Kecamatan Cibeureum, Kuningan, Jawa Barat.

Sementara korban merupakan sopir ambulans RSUD 45 Kuningan.

Penganiayaan tersebut dilakukan pada hari Selasa, 29 Juni 2021 pagi.

Viral Video CCTV Pria Aniaya Perawat di Jabar, Korban Kini Cabut Laporan: Ternyata Pelaku Teman SMP

Ketua Koperasi Sawit di Riau dan Adik Iparnya Aniaya Istri: Korban Dicekik, Didorong, Lalu Ditindih

ILUSTRASI - Seorang sopir ambulans melapor ke polisi telah dipukuli oleh warga saat mengantar jenazah terkonfirmasi positif Covid-19 di Kuningan. (Triun Jabar)

Hal itu diungkapkan oleh Kapolsek Cibingbin IPTU Asep Alamsyah saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya.

"Iya Kang, barusan tadi Magrib.

Kami menangkap dua warga yang di duga melakukan kekerasan terhadap sopir ambulan rumah sakit umum," kata Asep seperti dikutip dari TribunJabar.id dengan judul Sopir Ambulans di Kuningan Dipukul saat Bawa Jenazah Covid-19, Dituduh Meng-Covid-kan Jenazah.

Asep mengatakan, sebelumnya sopir ambulan itu melakukan pelaporan atas dugaan tindak kekerasan oleh warga Desa Sukarapih saat membawa pasien Covid19 di desa tersebut.

Istri Pejabat Dinkes Lebak Rekam Video Aniaya Bayinya yang Baru Berumur 15 Hari, Marah Suami Sibuk

"Untuk permasalahannya, sopir kena pukulan warga sehingga menimbulkan luka memar.

Korban mengaku tindakan kekerasan yang diterimanya terjadi saat proses pengantaran jenazah."

"Setelah itu korban langsung melakukan visum ke Puskemas dan datang ke Polsek untuk bikin laporan atas kekerasan yang dialami," katanya.

Terpisah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan, dr Deki Saefullah kepada Tribuncirebon.com mengatakan, untuk kronologi singkat bahwa petugas sopir ambulan ini dituduh telah meng-covid-kan pasien meninggal tersebut.

Kejadian itu saat sopir mengantar pasien Covid19 meninggal ke rumah duka keluarga  yang meninggal tersebut.

"Ya, informasi kami terima.

Sopir kami di tuduh meng-covid-kan warga meninggal tersebut.

Padahal, itu benar meninggal Covid19 setelah sebelumnya mendapat perawatan medis dan pasien meninggal itu memiliki riwayat penyakit paru - paru," katanya.

Adanya kejadian, kata Deki mengaku sangat prihatin dengan sikap warga terhadap tim medis dalam melakukan penanganan Covid19 di Kuningan.

"Kami sangat prihatin, jelas kami disini lagi kerja keras melakukan penanganan pasien Covid19.

Malah ada warga lakukan tindak tidak terpuji pada tim medis," katanya.

PERSI Bicara Soal Isu Mengcovidkan Pasien

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, beredar isu rumah sakit mengcovidkan pasien di masyarakat.

Isu tersebut terus tersebar luas hingga saat ini.

Walhasil, masyarakat terbagi menjadi dua kubu.

Kubu pertama tidak percaya akan isu tersebut.

Sementara kubu satunya percaya bahwa pihak rumah sakit benar-benar mengcovidkan semua pasiennya.

Apapun itu, isu rumah sakit mengcovidkan pasien ini membuat masyarakat resah.

• Kasus Covid Naik, Ngabalin Sebut karena Warga Nekat Mudik: Berbusa-busa Mulut Presiden Mengingatkan

• Polisi Bakal Datangi Rumah Warga yang Lolos Mudik Lebaran 2021: Demi Tekan Penyebaran Covid-19

Ilustrasi - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait adanya tuduhan rumah sakit (RS) meng-covid-kan pasiennya. (m.economictimes.com)

Menjawab hal tersebut, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara. 

PERSI menegaskan bahwa tak ada satu pun rumah sakit yang ingin melakukan perbuatan tersebut.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PERSI Lia Gardenia Partakusuma.

Menurut penilaiannya, meng-Covid-kan pasien hanya perbuatan oknum.

• Meninggal Usai Sepekan Berjuang Lawan Covid-19, Ini Profil Ustaz Tengku Zulkarnain: Eks Wasekjen MUI

"Istilah meng-COVID-kan pasien, kalau pun ada itu oknum.

Kami sama sekali tidak pernah menginginkan adanya 1 rumah sakit pun yang meng-COVID-kan.

Mudah-mudah tidak ada 1 pun rumah sakit yang berkeinginan," kata Lia saat Temu Media PERSI secara virtual, Minggu (20/6/2021) seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Rumah Sakit Dituding Mengcovidkan Pasien, Begini Penjelasan PERSI.

"Kalau pun menyamaratakan 3.000 rumah sakit seperti hal yang sama, tentu rasanya juga tidak benar," tambahnya.

Lia menjelaskan ada aturan ketat dan kuat saat melakukan diagnosa covid-19 dan itu alurnya sangat panjang dan tidak mudah.

"Ada aturan yang kuat, ketat sekali pasien itu ditentukan diagnosa sebagai COVID.

Rumah sakit harus melampirkan banyak sekali dokumen pendukung untuk menyampaikan bahwa ini COVID-19.

Jadi masyarakat jangan juga merasa 'oh kalau memang diagnosa COVID itu akan diklaim rumah sakit bahwa ini COVID.

Itu belum tentu," ujar Lia.

Ia menjelaskan, tidak semua rumah sakit bisa memberikan hasil diagnosis COVID-19 dalam waktu cepat.

Baca juga: Pulang ke Wonogiri Pakai Bus, 3 Pemudik Positif Covid-19, Petugas: Hasil Pemeriksaan Acak

Rumah sakit besar dengan fasilitas laboratorium lengkap tentu bisa memberikan hasil diagnostik dalam waktu lebih cepat dibandingkan rumah sakit dengan fasilitas terbatas.

Untuk itu, masyarakat perlu memahami bahwa proses diagnostik COVID-19 untuk 1 pasien bukan proses singkat dan mudah. Bahkan, ada juga pasien yang membutuhkan hitungan hari untuk mendapatkan hasil pasti soal positif atau negatif COVID-19.

"Jika hasil hasil tes kedua berbeda dengan hasil tes pertama dengan sela beberapa hari, bisa jadi disebabkan infeksi baru terdeteksi pada kesempatan tes kedua karena replikasi virus membutuhkan waktu," ujar Lia.

Kekurangan Tabung Oksigen

Sejumlah rumah sakit yang ada di Jawa Tengah dilaporkan kekurangan pasokan tabung oksigen.

Hal itu terjadi setelah lonjakan kasus positif covid-19 semakin tinggi.

"Kami mendapati laporan beberapa rumah sakit kekurangan tabung oksigen di Jawa Tengah," ujar Lia.

Lia juga mengatakan kasus kekurangan tabung oksigen juga pernah terjadi pada tahun lalu, tepatnya pertengahan bulan Desember hingga Januari 2020.

Ada satu provinsi yang mengeluh hebat kekurangan pasokan tabung oksigen yakni Nusa Tenggara Timur (NTT).

Karena itu lanjut Lia, pihaknya mendorong para distributor agar segera mengirimkan tabung oksigen ke rumah sakit-rumah sakit.

"Dibutuhkan satu perencanaan mengenai kebutuhan oksigen yang betul-betul terencana yang baik dan betul. Kita biasanya menyiapkan untuk satu bulan atau dua bulan. Nah, yang jadi masalah apabila rumah sakit lokasinya jauh dari penghasil oksigen tersebut. Dan ini dibutuhkan timeline yang baik," ujar Lia.

"Kami juga mendorong agar provinsi bisa membuat upaya sendiri agar oksigen ini bisa dibuat di daerah," tambah Lia.

PERSI lanjut Lia juga akan memperpendek durasi rawat inap pasien covid-19 di rumah sakit. Hal tersebut guna memberikan kesempatan kepada pasien yang memiliki gejala covid-19 berat untuk mendapatkan perawatan.

"Kita berharap masyarakat dapat mengerti kenapa lama rawat kita perpendek. Kalau memungkinkan untuk dirawat di rumah atau (gejala) lebih ringan memberikan kesempatan untuk yang bergejala berat masuk rumah sakit," kata Lia.

Pihak rumah sakit kata Lia juga akan melakukan langkah antisipatif terkait adanya lonjakan covid-19. Termasuk penambahan kapasitas sesuai yang diminta pemerintah.

Akan tetapi lanjut Lia, hal itu juga harus dibarengi dengan kemampuan rumah sakit. Apabila lonjakan covid-19 membuat rumah sakit penuh dan tidak bisa menampung lagi pasien baru.

"Mereka datang sudah kondisi perburukan datang. Tidak seperti tahun lalu, mereka butuh waktu beberapa waktu untuk dilayani. Bahkan ada yang sudah meninggal dunia," ujar Lia.

Turun Langsung

Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah turun tangan dalam menjalankan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro, seiring kenaikan kasus Covid-19.

Kepala daerah diminta aktif menjalankan Instruksi Mendagri (Inmendagri) terkait kebijakan PPKM Mikro, dengan melibatkan seluruh stakeholder seperti Forkopimda.

Kepala Daerah diminta menunjukkan kualitas kepemimpinan atau leadershipnya masing-masing.

“Rekan-rekan sudah mengerti soal teorinya dan lain-lain, sehingga rekan-rekan saya minta aktif turun, tunjukkan leadership,” katanya dalam Pengukuhan Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Masa Bakti 2021-2026 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Tito mengatakan keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro sangat ditentukan oleh kepala daerah, karena kebijakan yang tertuang dalam Inmendagri tersebut akan diimplementasikan di tingkat daerah.

Keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro juga disumbang oleh peran kepala daerah yang giat memonitoring secara langsung berbagai indikator pengendalian Covid-19.

Diharapkan kepala daerah tak hanya berdiam diri menunggu laporan dari kepala dinas atau stafnya, namun ikut terlibat secara aktif dalam berbagai kebijakannya.

“Jadi Instruksi Mendagri tentang PPKM Mikro itu hanya sebagai sarana formalnya, karena regulasinya cukup itu. Kepala daerah adalah pemegang otoritas pembuat kebijakan terpenting di daerah; sehingga kepala daerah sebagai pimpinan Forkopimda, sangat-sangat penting untuk bisa mengendalikan pandemi Covid- 19 di daerah masing-masing,” ujarnya.

Kepala daerah diminta untuk bisa menjabarkan Inmendagri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Artinya, kepala daerah diberikan kebebasan untuk dapat mengartikulasikan Inmendagri sesuai dengan karakteristik dan persoalan masing-masing daerah.

Sebab, Mendagri menyadari, setiap daerah tentu memiliki persoalan penanganan pandemi yang beragam.

“Begitu menerima Inmen, segera bergerak untuk dirapatkan dengan Forkopimda. Rapatkan untuk menjabarkan itu disetiap daerah. Inmen PPKM itu tidak berisi hal-hal yang teknis, yang menyangkut daerah masing-masing. Ada yang berbeda, terjemahkan sesuai dengan kondisi daerah itu,” jelasnya.

Eks Kapolri itu juga meminta kepala daerah menyelenggarakan rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk membahas strategi dan langkah-langkah yang dilakukan selama pemberlakukan PPKM.

Sehingga kemampuan dan leadership kepala daerah dalam membangun hubungan dengan DPRD dan Forkopimda juga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan bersama.

“Tanggung jawab pandemi ini bukan hanya kepada kepala daerah tapi oleh pemerintahan daerah, hilangkan perbedaan kepentingan politik apapun juga demi keselamatan rakyat,” kata Tito.

Artikel tentang penganiayaan lainnya

(TribunJabar/Ahmad Ripai)