Kesaksian Warga saat Penangkapan Terduga Teroris Cilacap, 4 Orang Asing Selalu Tanya Soal Merpati
Sebelum rumah S digeledah, warga sudah mendapati gelagat tak biasa dari empat orang asing yang selalu menanyakan soal burung merpati.
TRIBUNMATARAM.COM - Kesaksian warga saat penangkapan dan penggeledahan rumah terduga teroris S (31) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Seorang terduga teroris berinisial S, Minggu (17/11/2019) ditangkap dan diamankan anggota Densus 88 di rumahnya di Dusun Tritih, Cilacap, Jawa Tengah.
Sebelum rumah S digeledah, warga sudah mendapati gelagat tak biasa dari empat orang asing yang selalu menanyakan soal burung merpati.
Penangkapan dan penggeledahan rumah S (31) warga Dusun Tritih, Desa Danasri Lor, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (17/11/2019) menyisakan cerita di tengah masyarakat.
Kedatangan puluhan anggota Densus 88 di kampung tersebut membuat warga terkejut.
• Ketiga Anaknya Ditangkap karena Jadi Terduga Teroris Bom Medan, Sang Ayah Ungkapkan Kesedihannya
Namun keingintahuan warga tak terjawab, akses jalan menuju rumah S ditutup total.

Radius kurang lebih 100 meter dari rumah S disterilkan dari aktivitas warga.
Tetangga rumah S dilarang keluar rumah. Petugas berseragam dan berpakaian preman berjaga di mulut jalan dan rum S.
Akses jalan ditutup total
Takin (48), tetangga S menuturkan, pada saat penggeledahan, tidak ada aktivitas warga di sekitar lokasi tersebut.
Ia hanya dapat melihat dari dalam rumahnya yang berjarak sekitar 25 meter.
"Saya di dalam rumah, tidak boleh keluar. Bahkan tetangga yang paling dekat (dengan rumah S) juga tidak boleh lewat, tidak bisa masuk," kata Takin saat ditemui, Minggu sore.
Menurut Takin di jalan menuju rumah Suy berderet mobil milik aparat.
• Geledah Kamar Terduga Teroris di Lampung, Densus 88 Dimarahi Pemilik Kos Gara-gara Tak Copot Sepatu
Beberapa petugas tampak mengenakan seragam lengkap, sedangkan petugas lain mengenakan pakaian preman.
4 orang asing, tanya soal merpati
Warga lainnya, Ben (35) mengatakan, pagi hari sebelum peristiwa tersebut, melihat empat orang asing.
"Dari pukul 05.00 WIB, Subuh, pertama ada dua orang di depan rumah, kemudian datang dua orang lagi, terus dua orang yang tadi pergi," ujar Ben.
Orang asing tersebut cukup lama di depan rumahnya.
Orang yang tidak diketahui identitasnya tersebut meninggalkan rumahnya sekitar pukul 08.00 WIB atau satu jam sebelum rumah S digeledah.
• Karni Ilyas Bertanya: Radikalisme Dibasmi, Teroris Kok Tambah Banyak? Ini Kata Ali Imron Adik Amrozi
"Mereka sempat tanya-tanya soal burung merpati sama saya, katanya lagi nyari burung merpati," kata pria yang memiliki banyak burung merpati di rumahnya ini.
Diberitakan sebelumnya, anggota Densus 88 menangkap dan menggeledah rumah S, Minggu (17/11/2019).
S merupakan anak menantu dari mantan narapidana kasus terorisme, Saefudin Zuhri. (Kompas.com/ Kontributor Banyumas, Fadlan Mukhtar Zain)
Penyesalan Terdalam Rudi, 3 Anaknya Diduga Terkait Bom Bunuh Diri Medan, 'Ngaji Bagus Kok Kaya Gini'

TRIBUNMATARAM.COM - Penyesalan terdalam Rudi Suharto (52) kala ketiga anaknya diduga terkait bom bunuh diri di Mapolrestabes, Medan.
Rudi hanya bisa menyesali keterlibatan ketiga anaknya dengan kasus bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan.
Terlebih, ketika ia mulai menyadari jika pelaku pengeboman sering kali berkunjung ke rumahnya dan bergaul dengan ketiga anaknya tersebut.
Rabu (13/11/2019) sekitar pukul 15.00 WIB, Rudi Suharto (52), warga Kecamatan Belawan, Kota Medan, melihat tayangan televisi yang menyiarkan teror bom di Mapolrestabes Medan.
Walaupun layar televisi goyang-goyang dan pandangan matanya kurang jelas, Rudi mengenali pelaku bom bunuh diri sebagai teman anak-anaknya.
• Ketiga Anaknya Ditangkap karena Jadi Terduga Teroris Bom Medan, Sang Ayah Ungkapkan Kesedihannya
Rudi bercerita bahwa pria yang disebut pelaku bom bunuh diri itu sering datang ke rumahnya dalam tiga bulan terakhir.
"Saya tahulah orangnya. Kenal di jalanlah saya. Sering ke sini dia, sekitar tiga bulanan terakhirlah. Dia datangnya siang. Dia dibawa kemungkinan karena satu pengajianlah," katanya.

Rudi mengaku memiliki gubuk di tambak yang ia jaga. Tambak itu untuk budidaya kepiting dan ikan.
Gubuk tersebut berada di ujung kampung dan berbatasan langsung dengan laut. Namun, jalannya sudah terbuat dari semen.
Jarak lokasi tersebut dengan Kota Medan sekitar 30 km. Untuk menuju ke gubuk tersebut, harus melewati jalan-jalan kecil dan tambak milik warga.
Tiga anaknya, yaitu Aris (28), Andri (25), dan Fadli (23), serta rekan-rekannya sering duduk-duduk di gubuk tersebut.
• Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolrestabes Medan Ternyata Sempat Sindir Jokowi & Ahok, Videonya Viral
Polisi menyebutkan, gubuk tersebut digunakan untuk merakit bom bunuh diri yang meledak di Mapolrestabes Medan.
"Kalau tak salah ya jangan dihukumlah"

Kamis (14/11/2019) malam, Rudi membawa dua anaknya, Aris (28) dan Fadli (23), ke rumah Kepala Ligkungan (Kepling) Jehadun Bahar (52).
Ia melakukan itu setelah melihat tayangan televisi dan Kepling mencari informasi tentang anaknya.
"Saya ajak ke rumah Kepling karena kepling yang cari informasi. Cemana lah kok sampai kek gini kalian," katanya.
Sekitar 20 menit di rumah Kepling, polisi datang kemudian membawa Aris dan Fadli.
"Memang tak saya kasih lari mereka. Harus kalian tanggung jawab karena walaupun lari kalian, pasti akan dicari lagi. Waktu saya bilang gitu (Aris dan Fadli) diam saja," katanya.
Sementara Andri (25), anak keduanya, diduga melarikan diri pada Rabu malam. Saat itu Rudi yang ada di belakang rumah melihat Andi mengambil baju dan pergi. Ia mengira Andri pergi ke tambak.
"Rencananya mau saya bilangin. Tapi tak lama dia pigi keluar. Habis itu tak pulang-pulang. Kalau si abang masih di kolam. Kawannya pun datang, kemungkinan mau ngajak lari karena dia lari juga," katanya.
Sejak saat itu, Rudi tidak lagi melihat anak kedunya.
Ia mengaku sedih karena tiga anaknya terlibat bom di Mapolrestabes Medan.
Rudi memiliki lima orang anak. Yang tidak terlibat peritiwa itu hanya anak sulung dan anak bungsunya.
"Kalau sedih ya sedihlah. Kalau salah ya dihukum, kalau tak salah ya jangan dihukumlah. Saya bilang, kok gini kalian. Bapak kan nyuruh ngaji bagus-bagus, masak kayak gini, kami enggak tahu katanya," ungkapnya.
Tetangga diduga ikut terlibat

Syafri, tetangga Rudi Suharto, juga terlibat dalam bom bunuh diri Mapolrestabes Medan. Rumah Syafri dan Rudi hanya berjarak 100 meter.
Menurut keterangan Djuhadi (75), Syafri jarang terlihat berkomunikasi dengan tiga anak Rudi Suharto yang terlibat bom bunuh diri di Mapolrestabes Medam.
Sejak empat tahun lalu, Syafri dan keluarganya sering menggelar pengajian secara tertutup di rumahnya.
Ada 10-20 orang yang datang. Ia menyebutkan, para tamu yang datang ada orang luar desa.
Awalnya mereka di luar rumah, kemudian masuk ke dalam rumah dan pintunya ditutup.
Aktivitas tersebut membuat warga resah. Keresahan masyarakat karena keluarga itu tidak mau bergaul.
Bahkan warga juga melarang mereka beribadah di masjid di tempat tersebut yang jaraknya hanya sekitar 50 meter.
"Karena sudah lain pengajiannya. Orang di sini sudah dianggapnya tak ada saja. Di luar kelompok itu dianggapnya kafir," katanya.
Rumah tersebut adalah milik Syamsudin alias Iwan, mertua Syafri yang saat ini sudah pindah ke Bengkulu. Di rumah tersebut Syafri tinggal bersama Ainun, istrinya, dan dua anaknya yang masih kecil.
Djuhadi mengaku terakhir kali melihat Syafri meninggalkan rumah pada Rabu (13//11/2019) sore.
Saat itu Syafri berboncengan dengan rekannya menggunakan dua sepeda motor.
Geledah tiga rumah di Belawan

Pada Jumat (15/11/2019), tim gabungan dari Polda Sumatera Utara, Polrestabes Medan, dan Polres Pelabuhan Belawan dibantu tim Densus 88 Mabes Polri menggeledah tiga rumah di Lingkungan 20 Kampung Sentosa Barat, Jalan Tambak, Kelurahan Sicanang (Canang Kering), Kecamatan Medan Belawan.
Penggeledahan dilakukan sejak pukul 14.30 WIB hingga malam. Seorang perempuan dibawa oleh polisi.
Kepala Lingkungan 20, Jihadun Akbar, mengatakan, rumah pertama yang diperiksa adalah rumah Syamsudin alias Iwan, mertua Syafri.
Lalu rumah Rudi Suharto dan rumah Anto. Rumah Anto berada di belakang rumah Syamsudin.
Jihadun mengatakan, rumah yang paling sering digunakan kumpul-kumpul adalah rumah Syamsudin.
"Paling sering di rumah Syamsuddin ini yang ada kumpul-kumpul hampir tiap hari. Syamsudin tidak tinggal di situ. Yang tinggal anaknya (Syafri dan istrinya)," katanya.
Jihadun bercerita, sejak lama warga menaruh curiga pada kegiatan mereka sehingga warga ikut memantau aktivitas mereka.
"Keresahan masyarakat karena mereka sering kumpul sampai larut malam di atas jam 12 malam. Kadang ada yang pulang dan menginap," katanya.
Jihadun menambahkan, aktivitas seperti itu sudah dijalankan Syamsudin sejak 2013, kemudian dilanjutkan oleh anaknya.
Sepengetahuannya, kelompok pengajian orangtuanya dulu bernama Jamiatul Insani.
"Yang ikut di pengajian itu, warga dari luar. Mereka pengajian atau kumpul sampai tengah malam. Tapi, mereka tertutup dan saat kita datang mereka diam," katanya.
Saat ditanya, si pembawa barang tersebut hanya diam sambil terus berlalu.
Pada pukul 19.00 WIB, tim gabungan itu mulai meninggalkan lokasi dan garis polisi di rumah tersebut juga sudah dilepas.
Seketika warga berkerumun semakin mendekat.
Jumat malam, beberapa aparat kepolisian terlihat masih berjaga di lokasi tersebut.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dewantoro | Editor : Aprillia Ika)