Kapal Cina Selalu Masuki Perairan Natuna, Ternyata Ada Harta Karun Tersembunyi di Bawahnya!
Hubungan China dan Indonesia akhir-akhir ini menjadi semakin panas karena masalah kapal ilegal yang masuk ke Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Tak hanya itu, 5 unit kapal perang serta 600 personel TNI juga telah disiagakan di wilayah Perairan Natuna.
• Tangis Haru Susi Pudjiastuti Saat Serahkan Jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Edhy Prabowo
Masih melansir dari Kompas.com, 600 personel TNI yang disiagakan terdiri dari satu Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapat, satu Kompi gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta satu Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Harta Karun di Peraiaran Natuna
Seringnya kapal asing masuk ke Peraian Natuna tentunya bukan tanpa suatu alasan.
Selain karena kaya akan sumber daya perikanan dan alamnya yang indah, rupanya ada harta karun yang tersimpan di Perairan Natuna.
• Tangis Pilu Ayah Randy, Mahasiswa UHO Tewas Saat Demo, Dijemput Saat Melaut: Kalian Apakan Anakku?
Melansir dari Harian Kompas, 23 Juli 2016, Haposan Napitupulu, mantan Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas menyebutkan bahwa, Perairan Natuna menyimpan cadangan minyak dan gas (migas) yang sangat besar.
Salah satu blok migas yang menyimpan cadangan terbesar di Natuna adalah lapangan gas Natuna D-Alpha dan lapangan gas Dara yang kegiatan ekpolrasinya telah dilakukan sejak akhir 1960-an.
Kal itu, salah satu perusahaan migas asal Italia, Agip, melakukan survei seismik laut yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan 31 pengeboran eksplorasi.
Dari kegiatan tersebut, berhasil ditemukan cadangan migas terbesar dalam sejarah permigasan Indonesia selama 130 tahun terakhir.
• Cerita ABK KM Mina Sejati yang Selamat, Diberi Uang & Pelampung oleh Pelaku Sebelum Lompat ke Laut
Dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km persegi serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.
Sayangnya, sejak ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini masih belum bisa dieksploitasi.
Sebab, adanya kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk mengatasinya.
Pada 1980, pengelolaan blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina.
• 2 Jenazah ABK Korban Pembantaian KM Mina Sejati Ditemukan Mengapung di Laut Aru
Namun, tetap saja Esso yang kemudian bergabung dengan Mobil Oil menjadi Exxon Mobil ini belum berhasil mengeksploitasinya.
Walaupun pihaknya telah mengeluarkan biaya sebesar 400 juta dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.