Virus Corona

Bapak Di-PHK Efek Corona, Pasutri Terpaksa Hidup di Becak Ajak Bayinya, Bayar Sewa 5 Ribu per Hari

Kehilangan pekerjaan membuat Dul Rohmat harus mengajak istri dan anaknya yang masih berusia 13 bulan bernama Dafa harus tidur di becak setiap hari.

(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)
Becak sewaan yang digunakan Dul bersama istri dan anaknya berusia 13 bulan tidur di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020). 

TRIBUNMATARAM.COM - Cerita pasangan suami istri di Solo terpaksa tinggal di becak bersama bayinya yang baru berusia 13 bulan lantaran tak miliki uang untuk bayar kos.

Pasangan suami istri, Dul Rohmat (30) dan Fatimah (33) terpaksa harus hidup menggelandang setelah menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja / PHK akibat efek corona.

Kehilangan pekerjaan membuat Dul Rohmat harus mengajak istri dan anaknya yang masih berusia 13 bulan bernama Dafa harus tidur di becak setiap hari.

Pemkot Angkat Bicara Soal Korban PHK yang Tidur di Emperan Tanah Abang: Kebanyakan dari Luar Daerah

POPULER Gegara Corona, Korban PHK Ibu Kota Menggelandang, Tidur di Emperan Toko hingga Kejar Sembako

Warga asal Desa Asemrudung, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tersebut sudah sekitar satu bulan tinggal dan tidur di becak.

Becak sewaan yang digunakan Dul bersama istri dan anaknya berusia 13 bulan tidur di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)
Becak sewaan yang digunakan Dul bersama istri dan anaknya berusia 13 bulan tidur di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI) ()

Mereka hidup dengan cara menggelandang dan selalu berpindah tempat.

Mereka seringnya berada di kawasan Jalan Adi Sucipto Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah.

Mereka menganggap kawasan itu nyaman untuk ditempati karena tidak banyak nyamuk.

Sehingga, anak semata wayangnya itu bisa tidur dengan nyenyak di becak.

Jika hujan turun, mereka harus pindah ke tempat lain yang lebih aman untuk berteduh.

Mereka tidak ingin anaknya yang masih kecil tersebut kehujanan.

Saat ditemui oleh Kompas.com, keluarga Dul sedang berada di depan kantor DPRD Solo.

Mereka sedang menunggu para dermawan memberikan nasi takjil untuk buka puasa.

"Alhamdulillah, ada yang ngasih (makan). Entah dari mana tahu-tahu datang ngasih makan.

Kaya ini tadi tahu-tahu ada yang ngasih," kata istri Dul, Fatimah di Solo, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).

Perempuan yang akrab disapa Imah mengatakan, alasan jauh-jauh dari Purwodadi ke Solo untuk mencari pekerjaan.

Dia berharap dengan merantau ke Solo bisa merubah keluarga.

"Di sana tidak ada pekerjaan. Karena tempatnya pelosok untuk cari uang tidak bisa.

Bisanya di sawah. Kalau tidak panen ya tidak bisa dapat penghasilan," kata dia.

Dul dan keluarga kemudian memutuskan merantau ke Solo.

Selain mengajak anak dan istrinya, Dul juga mengajak adiknya bernama Listiyowati (22).

Selama di Solo, mereka menyewa indekos di kawasan Jagalan, Kecamatan Jebres.
Adapun biaya sewa setiap bulannya sebesar Rp 600.000.

Karena biaya sewanya terlalu mahal, mereka memutuskan untuk pindah.

Mereka mendapat indekos dengan biaya sewa Rp 400.000 per bulan.

Baru beberapa bulan ditempati, sang suami terkena dampak pemutusan hubungan kerja ( PHK) dari tempat kerjanya proyek pembangunan akibat pandemi wabah virus corona (Covid-19).

"Karena suami tidak kerja karena PHK ada virus corona tidak ada pengasilan.

Uang sewa indekos juga tidak bisa bayar. Terpaksa sewa becak Rp 5.000 per hari untuk tidur di jalan," ungkap Imah.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap hari, mereka hanya mengandalkan bantuan.

Sejak di PHK, sang suami sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan.

Pernah suaminya ditawarin pekerjaan oleh orang lain, tetapi karena masih kondisi pandemi wabah corona, sampai sekarang belum mendapat kepastian kapan mulai kerja.

"Kalau dapat sembako seperti beras, minyak gitu saya jual karena tidak bisa masak di jalan.

Uangnya buat bayar sewa becak sama buat beli pampersnya adik. Penting peralatan adik tidak ada yang kurang," terang Imah.

"Kalau mi instan dan telur kita bisa minta dibutkan di hik (wedangan) paling nambah uang berapa bisa buat makan.

Terus kalau teh dan gula bisa buat minum sendiri karena punya termos berisi air panas," sambung dia.

Dul mengaku ingin pulang ke desa. Karena mendengar kabar pemudik yang pulang kampung harus menjalani isolasi mandiri 14 hari, Dul memutuskan untuk tidak pulang.

"Dulu mau pulang ke kampung. Denger kabar dikarantina selama 14 hari karena ada virus corona ini terus takut mau pulang kampung," ucap Dul.

"Nanti kalau situasi sudah reda kalau kita punya rezeki lebih, Insya Allah kita pulang jenguk ibu," timpal Imah.

Sejumlah warga memutuskan tidur di emperan toko karena tidak bisa lagi membayar kontrakan. Mereka adalah pegawai toko yang terdampak penutupan tempat usaha akibat corona.
Sejumlah warga memutuskan tidur di emperan toko karena tidak bisa lagi membayar kontrakan. Mereka adalah pegawai toko yang terdampak penutupan tempat usaha akibat corona. (Tangkapan layar dari Youtube Kompas TV)

Pandemi Ambrukkan Rakyat Kecil

Pandemi Covid-19 berdampak buruk pada perekonomian masyarakat, khususnya mereka yang penghasilannya tidak tetap.

Sejumlah warga bahkan terpaksa tinggal dan tidur di emperan kawasan Pasar Tanah Abang karena tidak lagi memiliki penghasilan untuk membayar sewa kontrakan atau indekost.

Salah satunya adalah Reza, bekas karyawan toko yang sudah hampir satu bulan tidur di trotoar Pasar Tanah Abang.

"Saya pedagang ikut orang juga di Kota Tua dagang jilbab gitu, karena keadaan corona ini juga pengunjung kurang dan juga peraturan dari pemerintah juga toko enggak boleh buka, ya sudah tutup," ujarnya dalam wawancara yang disiarkan Kompas TV, Kamis (23/4/2020).

 5 Upaya yang Dilakukan Presiden Joko Widodo demi Menyelamatkan Karyawan Terdampak PHK karena Corona

Dia terpaksa menggelandang karena tidak lagi mampu membayar indekost semenjak tempat kerjanya tutup akibat mewabahnya Covid-19.

"Namanya kostan enggak tahu menahu, namanya perut mau corona mau enggak perut harus makan, tempat tinggal harus dibayar," ungkapnya.

Pengemudi Uber Motor Tidur di Emperan Toko Berselimut Jas Hujan
Pengemudi Uber Motor Tidur di Emperan Toko Berselimut Jas Hujan (KOLASE TRIBUNWOW/INSTAGRAM)

Sementara itu, Fahmi yang juga tidur di emperan mengaku terpaksa tidur di pinggir jalan karena kehabisan uang untuk menyewa Indekost.

Fahmi sempat bekerja di pusat perbelanjaan kawasan Blok M. Sampai akhirnya diberhentikan akibat mall dan kios tidak boleh beroperasi.

"Kan diperpanjang diperpanjang lagi sama pemerintah, toko di Blok M pada tutup.

 Sederet Keuntungan Program Pendaftaran Kartu Prakerja bagi Korban PHK, Dibuka sampai 16 April 2020

Nah pas tutup sudah bingung kan, uang sudah pada habis, mau makan di mana mau tinggal di mana, ya sudah," ungkapnya.

Kini, Reza dan Fahmi hanya bisa tidur di trotoar dan mencari makan dengan mendatangi tempat-tempat pembagian makanan gratis yang dilakukan di pinggir jalan.

"Tidur di Tanah Abang bertiga bareng kan. Terus di situ juga cari makan di jalan.

Ada yang bagi sembako kita kejar, yang bagi makan juga kita kejar," kata Fahmi.

Gelombang PHK akibat pandemi Covid-19

Ada begitu banyak pekerja di Jakarta yang terdampak pandemi ini, baik pekerja di sektor formal maupun informal.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono mengatakan, hampir 500.000 pekerja di Jakarta terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK) akibat dampak ekonomi pandemi Covid-19.

 Dirumahkan & Kena PHK karena Dampak Virus Corona, Daftarkan Diri Agar Dapat Intensif Total 3,5 Juta

Jumlah pekerja yang di-PHK di Ibu Kota paling besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.

"Jumlah PHK di DKI yang dipaparkan Menteri Ketenagakerjaan, sampai 20 April saja itu sudah hampir 500.000, (tepatnya) 499.318 (pekerja).

Ini 1/3 dari total PHK nasional," ujar Susiwijono dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) DKI Jakarta secara online.

Acara musrenbang itu disiarkan melalui akun YouTube Bappeda DKI Jakarta. Susiwijono tidak merinci total pekerja yang di-PHK di seluruh provinsi.

Dia hanya menyampaikan akumulasi data pekerja yang di-PHK dan dirumahkan imbas ekonomi dari pandemi Covid-19.

"Yang di-PHK dan dirumahkan, karena dirumahkan ini proses menuju PHK, sampai kemarin sudah di atas 2 juta (pekerja secara nasional)," kata dia. (Kompas.com/ Kontributor Solo, Labib Zamani/ Tria Sutrisna/ Jessi Carina)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Pilu Keluarga dengan Balita di Solo Tinggal di Becak, Bapak di-PHK karena Corona" dan  "Emperan Tanah Abang, Jadi Tempat Tidur Mereka yang Kehilangan Pekerjaan..." 

BACA JUGA Tribunnews.com dengan judul Bapak Di-PHK karena Corona, Pasutri Terpaksa Hidup di Becak Ajak Bayinya, Bayar Sewa 5 Ribu per Hari.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved