Ebola yang Kembali Muncul di Tengah Pandemi Virus Corona, Ini Penjelasan Lengkap & Penularannya!

WHO mengumumkan adanya wabah baru penyakit yang diakibatkan oleh virus Ebola di Republik Demokratik Kongo.

Editor: Asytari Fauziah
TribunMataram Kolase/ (SALVATORE DI NOLFI)
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemi global EPA-EFE/SALVATORE DI NOLFI 

TRIBUNMATARAM.COM World Health Organization (WHO) mengumumkan adanya wabah baru penyakit yang diakibatkan oleh virus Ebola di Republik Demokratik Kongo.

Wabah virus Ebola kini menyebar di zona kesehatan Wangata, Mbandaka, Provinsi Equateur.

Ini merupakan ujian yang sulit karena Kongo juga tengah memerangi Covid-19 dan wabah campak terparah di dunia.

Ngaku Tak Percaya Adanya Corona, Pemuda di Maluku Ingin Temani Pasien Positif & Tantang Tim Gugus

Mengutip situs WHO, Selasa (2/6/2020), Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo mengumumkan ada enam kasus Ebola yang ditemukan di Wangata.

Empat di antaranya meninggal dunia dan dua kasus sedang dalam perawatan.

Ini adalah outbreak ke-11 dari virus Ebola di negara tersebut. Ebola memang merupakan virus endemik Afrika, pertama ditemukan pada 1976.

Pasien terpapar virus ebola
Pasien terpapar virus ebola (Bostonese)

Kota Mbandaka sendiri merupakan lokasi outbreak Ebola ke-9 yang terjadi pada Juli 2018 lalu.

Outbreak Ebola terakhir berlokasi di tiga kawasan yaitu North Kivu, South Kivu, dan Provinsi Ituri. 

Outbreak ini belum selesai. Pada 14 Mei 2020 lalu, Kementerian Kesehatan Kongo memulai 42 hari hitung mundur deklarasi berakhirnya outbreak ke-10.

Apa itu Ebola?

Virus Ebola termasuk dalam family Filoviridae yang mencakup tiga kelompok yaitu Cuevavirus, Marburgvirus, dan Ebolavirus.

Dalam genus Ebolavirus, enam spesies ditemukan yaitu Zaire, Bundibugyo, Sudan, Tai Forest, Reston, dan Bombali.

Ebola Virus Disease (EVD) atau Ebola haemorrhagic fever merupakan penyakit dengan tingkat keparahan yang tinggi.

Penyakit ini menginfeksi manusia dan primata, serta kerap berujung pada kematian.

Daftar 102 Daerah yang Dianggap sebagai Zona Hijau Corona, Boleh Beraktivitas Aman di Tengah Pandemi

WHO menyebutkan angka mortalitas penyakit Ebola berada pada kisaran 50 persen, tepatnya antara 25 hingga 90 persen.

Afrika adalah wilayah yang mengalami outbreak Ebola terparah. Outbreak yang terjadi pada 2014-2016 di Afrika Barat merupakan kasus terparah sejak penyakit tersebut pertama ditemukan pada 1976.

Selain Republik Demokratik Kongo, Ebola juga menjangkiti beberapa negara lainnya di Afrika seperti Sierra Leone dan Liberia.

Transmisi

Sama seperti Covid-19, Ebola adalah penyakit zoonosis yang ditransmisikan dari satwa liar.

Para ilmuwan percaya inang dari virus Ebola adalah kelelawar dari family Pteropodidae, jenis kelelawar pemakan buah.

Selain kelelawar, beberapa satwa liar yang menjadi inang Ebola adalah landak, simpanse, gorilla, monyet, dan antelope.

Mayoritas penduduk Afrika terinfeksi Ebola karena kontak langsung dengan hewan yang ditemukan sakit atau mati di hutan setempat.

WHO Berikan Peringatan Soal Pandemi Covid-19: Masih Meningkat di Negara-Negara Amerika Latin

Virus Ebola kemudian menyebar antar-manusia melalui kontak langsung dengan darah, sekresi, organ, atau cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi.

Tak hanya kontak langsung, tapi juga melalui benda mati yang terpapar cairan tubuh orang yang terinfeksi.

Banyak tenaga kesehatan di Afrika yang terinfeksi Ebola karena menangani pasien tanpa Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap.

Wanita hamil yang terinfeksi dan sembuh dari Ebola bisa menurunkan virus tersebut kepada bayi atau janinnya lewat ASI dan jaringan di dalam rahim.

ilustrasi penemuan vaksin corona
ilustrasi penemuan vaksin corona (YouTube WGBH News)

Bukan Chloroquine, Ahli Amerika Sebut Obat Virus Ebola Efektif untuk Pasien Corona

Bukan obat Avigan atau Chloroquine, Ahli dari Amerika Serikat sebut obat Remdesivir mampu memblokir virus corona dan mempercepat waktu pemulihan.

Berbagai obat sedang diuji oleh berbagai negara dan lembaga kesehatan dunia untuk virus corona.

Dilansir dari Kompas.com, Pimpinan Lembaga Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular (NIAID), Dr Anthony Fauci saat di Gedung Putih menyebutkan bahwa perusahaan pembuat obat Remdesivir, Gilead Sciences mengungkapkan bukti bahwa obat itu mampu menghentikan virus corona.

Fauci mengatakan sebagaimana dikutip oleh media Perancis, AFP, "Data menunjukkan bahwa Remdesivir memiliki efek positif yang jelas dan signifikan dalam mengurangi waktu untuk pemulihan."

Dia juga menambahkan kalau Remdesivir bisa menghalangi virus corona.

Seorang ilmuwan terkemuka AS yang mengawasi uji coba klinis besar-besaran terhadap anti-Virus yang sangat dinanti-nantikan itu, pada Rabu (29/4/2020).

 FATAL Pasien Virus Corona yang Diobati Chloroquine Lebih Banyak Meninggal Daripada Perawatan Standar

 Diskusi Live, dr Tirta & Jerinx SID Sepakat Covid-19 Tak Perlu Ditakuti & Singgung Teori Konspirasi

Foto pada (11/3/2020) menunjukkan teknisi laboratorium yang mengerjakan tes antibodi penetral virus corona (MERS) di laboratorium Bio Safety Level (BSL) 3 di International Vaccine Institute (IVI) di Seoul, Korea Selatan.
Foto pada (11/3/2020) menunjukkan teknisi laboratorium yang mengerjakan tes antibodi penetral virus corona (MERS) di laboratorium Bio Safety Level (BSL) 3 di International Vaccine Institute (IVI) di Seoul, Korea Selatan. (ED JONES / AFP)

Lalu hasil penelitan menyebutkan bahwa Remdesivir terbukti mampu menghalangi atau memblokir virus corona.

Sementara itu, NIAID diharapkan bisa merilis ringkasan hasil secara detil.

Hal ini merupakan pengobatan pertama yang terbukti meningkatkan hasil melawan virus corona Covid-19.

Sementara itu, ada beberapa berita beragam tentang obat antivirus intravena dalam beberapa pekan terakhir.

Ringkasan hasil yang diunggah di situs web Badan Kesehatan Dunia pekan lalu menunjukkan kegagalan dalam uji coba China yang lebih kecil.

The Lancet pada Rabu (29/4/2020) telah menerbitkan makalah resmi yang menggambarkan eksperimen tersebut.

Diceritakan bahwa dalam eksperimen itu terdapat 237 pasien di Wuhan, China, di mana dokter tidak menemukan dampak positif dari pemberian obat dibandingkan dengan kelompok kontrol orang dewasa kecuali untuk pasien yang membutuhkan ventilator.

Namun, uji coba di China itu dihentikan lebih awal karena tidak dapat merekrut cukup orang yang memenuhi tujuan awal mereka.

Selain itu, para ahli juga mempertimbangkan terlalu kecil untuk menarik kesimpulan yang dapat diandalkan.

Anthony Fauci, dokter dan ahli penyakit menular Amerika Serikat.
Anthony Fauci, dokter dan ahli penyakit menular Amerika Serikat. (NIH/Wikipedia)

 Kemenkes Sebut Pandemi Corona Menambah Penderita Gangguan Jiwa Dua Kali Lipat di Indonesia

 UPDATE Corona Dunia 30 April 2020: 3,2 Juta Kasus, Kesembuhan Capai 1 Juta Kasus, Meninggal 228 Ribu

Fauci bahkan mengatakan uji coba itu, "Bukan studi yang memadai."

Namun, uji coba yang dipimpin AS yanng dimulai akhir Februari sejauh ini merupakan yang terbesar untuk menyelidiki Remdesivir dan secara teknis paling kuat.

Remdesivir, yang sebelumnya gagal dalam uji coba terhadap Ebola, termasuk golongan obat yang bekerja pada virus secara langsung.

Yaitu bertentangan dengan mengendalikan tanggapan autoimun yang abnormal dan sering menimbulkan respons autoimun yang mematikan.

Pola itu meniru salah satu dari empat blok bangunan RNA dan DNA dan diserap ke dalam genom virus, yang pada gilirannya menghentikan patogen dari proses replikasi.

Obat antimalaria hidroksi kloroquin dan kloroquin juga banyak digunakan terhadap pasien Covid-19 sambil menunggu hasil dari uji coba besar, dengan studi awal campuran.

Terapi lain yang sedang dipelajari termasuk mengumpulkan antibodi dari penyintas Covid-19 dan menyuntikkannya pada pasien, atau memanen antibodi dari tikus rekayasa genetika yang sengaja terinfeksi.

Penampakan virus corona Covid-19 dan obat malaria Chloroquine.
Penampakan virus corona Covid-19 dan obat malaria Chloroquine. (CDC / Istimewa)

Chloroquine justru

Menurut sebuah studi di Amerika Serikat pasien virus corona yang diobati dengan Chloroquine lebih banyak yang meninggal daripada perawatan standar.

Presiden Indonesia, Joko Widodo sendiri juga menggunakan Chloroquine sebagai obat tambahan untuk merawat pasien virus corona Covid-19.

Obat Hydroxychloroquin atau Klorokuin ini disebut akan digunakan sebagai obat kedua yang berarti tidak bisa menyembuhkan secara total.

Obat malaria itu sebelumnya juga telah digemborkan oleh Donald Trump sebagai obat virus corona di Amerika Serikat.

Namun dilansir dari Dailymail pada (22/4/2020), sekitar 28% dari 368 veteran militer Amerika Serikat yang positif virus corona dan diobati dengan Chloroquine meninggal dunia.

Sedangkan 11% veteran tersebut meninggal ketika mendapat perawatan standar, termasuk cairan IV dan intubasi untuk membantu mereka bernafas.

 

Donald Trump sempat memuji obat itu sebagai 'pengubah keadaan' meskipun dokter dan ilmuwan memperingatkan bahwa belum ada bukti bahwa obat itu bisa mengobati virus corona.

Pada hari Selasa (21/4/2020) NIH (Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat) memperingatkan bahwa penggunaan obat ini dikombinasikan dengan azitromisin bisa beracun untuk pasien Covid-19.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa penelitian kepada veteran militer di AS terinfeksi virus corona menunjukkan bahwa Chloroquine tidak memberikan manfaat bagi pasien.

Studi nasional itu bukan eksperimen yang berskala besar namun menjadi pandangan awal tentang obat Chloroquine.

Studi ini masih terhitung baru, dan diunggah dalam sebuah situs online, dan belum ditinjau oleh ilmuwan lain.

Sementara itu, panel para ahli dari NIH juga mengeluarkan rekomendasi bahwa penggunaan hydroxychloroquine / Chloroquine tidak direkomendasi dicampur dengan antibiotik dengan alasan kekhawatiran akan toksisitas. (*) (Kompas.com/ Sri Anindiati Nursastri/ Sri Anindiati Nursastri)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ebola Kembali Muncul di Kongo, Virus Apa Itu dan Bagaimana Penyebarannya?" dan "Fauci Sebut Remdesivir Produksi Gilead Sciences Terbukti Signifikan Melawan Virus Corona".

BACA JUGA: Tribunnewsmaker.com dengan judul Kongo Kembali Diserang Ebola di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Penjelasan Virus dan Penularannya

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved