Bukan Hanya Tuntutan Satu Tahun Penjara, Novel Baswedan: Ada Banyak Permasalahan di Sini
Menurut Novel, ada banyak masalah yang semestinya diperhatikan publik di samping tuntutan satu tahun penjara yang dinilainya keterlaluan tersebut.
TRIBUNMATARAM.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan, tuntutan satu tahun penjara bagi dua terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya bukanlah persoalan utama.
Menurut Novel, ada banyak masalah yang semestinya diperhatikan publik di samping tuntutan satu tahun penjara yang dinilainya keterlaluan tersebut.
"Memang hal itu kebangetan. Sebenarnya poin utama bukan hanya masalah tuntutan jaksa yang hanya 1 tahun.
Tapi ada banyak permasalahan di sini," kata Novel kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
• 4 Fakta Sidang Perdana Penyiraman Air Keras Novel Baswedan, Dianggap Berkhianat, Terungkap Motifnya
Salah satu hal yang disoroti Novel adalah status kedua terdakwa yang tengah menjalani proses pengadilan merupakan pelaku sebenarnya atau tidak.
Ia juga menilai ada upaya untuk mengalihkan pelaku sebenarnya serta menutupi adanya sosok yang berperan sebagai aktor intelektualis.
"Apa benar pelaku adalah terdakwa ini? Ada upaya serius untuk mengalihkan pelaku sebenarnya, membuat seolah pelaku hanya dua orang, motif pribadi, tidak ada aktor intelektual," kata Novel.

Novel juga menyoroti proses persidangan yang disebutnya tidak jujur dan objektif sehingga memanipulasi fakta.
Menurut Novel hal itu ditunjukan dengan tidak diperiksa saksi kunci dalam persidangan serta barang bukti yang hilang dan berubah.
"Membuat persepsi bahwa air yang digunakan untuk menyerang adalah air aki, sehingga akibat luka berat adalah tidak disengaja," ujar Novel.
• Meski Pelaku Penyerangan Novel Baswedan Ditangkap, Dewi Tanjung Masih Ragukan Kerusakan Matanya
Novel pun menduga ada upaya untuk menghukum terdakwa sehingga perkara bisa ditutup secara formal dengan vonis ringan.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hukuman berat bagi kedua terdakwa bukanlah solusi dalam polemik kasus penyiraman air keras yang menimpanya tersebut.
"Tuntutan jaksa 1 tahun adalah penghinaan/mengejek yang menginjak-nginjak nilai keadilan dan melukai perasaan semua orang.
Sehingga ketika dia persepsikan bahwa ultra petitum (putusan hakim yang melebihi dari tuntutan jaksa) bukan solusi untuk semua permasalahan ini," kata Novel.
• Wajah Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Terungkap, Apa Bedanya dengan Sketsa 2,5 Tahun Lalu?
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sedangkan, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
• Ditanya Wajah Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Menyerupai Sketsa 2,5 Tahun Lalu, Ini Jawaban Polri
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang (lupa) pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejanggalan Penyelidikan Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Kejanggalan penyelidikan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan kembali dilayangkan oleh tim advokasinya.
Pihaknya menilai, ada beberapa bukti penting yang sengaja dihilangkan.
Beberapa hal lain juga dicurigai tim advokasi Novel Baswedan.
• Meski Pelaku Penyerangan Novel Baswedan Ditangkap, Dewi Tanjung Masih Ragukan Kerusakan Matanya
• Wajah Pelaku Penyiraman Novel Baswedan Terungkap, Apa Bedanya dengan Sketsa 2,5 Tahun Lalu?
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai penanganan perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan tidak dilakukan secara profesional.
Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa menyatakan, ada sejumlah kejanggalan selama proses penyidikan yang disebut Komnas HAM sebagai bentuk abuse of process.

"Di antaranya barang bukti yang hilang atau berkurang yaitu cangkir dan botol yang diduga digunakan pelaku sebagai alat yang menyiram tidak disimpan dan didokumentasikan dengan baik," kata Alghiffari dalam siaran pers, Selasa (26/2/2020) malam.
Menurut Tim Advokasi, Polisi memunculkan kesan tidak terdapat bukti.
CCTV, data pengguna telpon dan saksi-saksi tidak seluruhnya diambil dan didengar keterangannya.
Alghiffari melanjutkan, Polisi juga tidak menjelaskan hubungan kedua tersangka yang telah ditangkap dengan bukti-bukti yang didapat pada periode awal penyidikan.
"Misalnya, hubungan terduka pelaku yang ditangkap dengan sketsa dan keterangan-keterangan primer saksi-saksi serta temuan Tim Satgas Gabungan Bentukan Kapolri 2019," ujar Alghiffari.
Tim Advokasi juga mempersoalkan Pasal 170 KUHP atau pasal pengeroyokan yang dikenakan kepada kedua tersangka karena dinilai terlalu ringan.
Padahal, menurut Tim Advokasi, terdapat fakta-fakta yang mengindikasikan bahwa penyerangan itu terkait dengan pekerjaan Novel di KPK yang tujuannya mematikan, melumpuhkan, luka berat dan direncanakan.
"NB (Novel) sebagai korban juga telah menekankan bahwa penyiraman air keras tidak haknya melukai wajah dan mata tetapi juga masuk ke hidung dan mulut sehingga tidak bisa bernafas seketika dan hampir kehilangan kesadaran," kata Alghiffari.
Oleh karena itu, Tim Advokasi menuntut Kapolri memerintahkan Divisi Propam Mabes Polri melakukan pemeriksaan untuk menindaklanjuti temuan Komnas HAM mengenai abuse of process yang dilakukan penyidik Polri.
Kompolnas juga dituntut mengawal dan melakukan pemeriksaan tersendiri guna menindaklanjuti temuan Komnas HAM tersebut.
"(Kami menuntut) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengadakan prapenuntutan dengan memeriksan ulang keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti serta fakta-fakta lain yang menjadi kunci pengungkapan perkara penyerangan terhadap NB (Novel) sebagai Penyidik KPK," kata Alghiffari.
Diberitakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas penyidikan dua tersangka penyerang Novel Baswedan lengkap atau P21.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono melalui aplikasi pesan singkat, Selasa (25/2/2020).
"Pada hari Selasa, tanggal 25 Februari 2020, berkas perkara atas nama tersangka RKM dan berkas perkara atas nama tersangka RB dinyatakan sudah lengkap (P21)," kata Argo.
Dua tersangka dalam kasus ini adalah dua orang polisi aktif berinisial RB dan RM. Mereka ditangkap di Cimanggis, Depok, Kamis (26/12/2019) lalu.
Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 lalu setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan itu, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan pengelihatan. (Kompas.com/ Ardito Ramadhan/ Kristian Erdianto/ Ardito Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Novel Baswedan: Ada Banyak Masalah yang Mesti Diperhatikan, Selain Tuntutan Jaksa" dan "Penuh Kejanggalan, Penyidikan Kasus Novel Dinilai Tak Profesional"
BACA JUGA: Tribunnewsmaker.com dengan judul Novel Baswedan: Ada Banyak Masalah yang Harus Diperhatikan Selain Tuntutan Hakim