Cara Kerja Alat Pendeteksi Covid-19 dari UGM, Pertama yang Sukses Kantongi Izn Edar Kemenkes

Cara kerja alat pendeteksi Covid-19 GeNose C19 yang akhirnya kantongi izin edar Kemenkes.

(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)
GeNose pendeteksi Covid-19 karya ahli UGM siap dipasarkan setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. (Foto Dokumentasi Humas UGM) 

TRIBUNMATARAM.COM - Cara kerja alat pendeteksi Covid-19 GeNose C19 yang akhirnya kantongi izin edar Kemenkes.

Akhirnya, alat pendeteksi Covid-19 yang diberinama GeNose mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan.

Kini, alat pendeteksi Covid-19 besutan para ahli UGM ini siap dipasarkan.

GeNose pendeteksi Covid-19 karya ahli UGM siap dipasarkan setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. (Foto Dokumentasi Humas UGM)(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)
GeNose pendeteksi Covid-19 karya ahli UGM siap dipasarkan setelah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. (Foto Dokumentasi Humas UGM)(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA) ()

Baca juga: Sudah Pernah Terinfeksi Covid-19 Ternyata Tetap Perlu Vaksin, tapi Ada Perbedaan dengan yang Belum

Baca juga: DAFTAR NEGARA Cegah Masuknya Varian Baru Covid-19 Ganas dari Inggris, Saudi Tutup Darat, Laut, Udara

"Berkat doa dan dukungan luar biasa dari banyak pihak GeNose C19 secara resmi mendapatkan izin edar (KEMENKES RI AKD 20401022883) untuk mulai dapat pengakuan oleh regulator, yakni Kemenkes, dalam membantu penanganan Covid-19 melalui skrining cepat," ujar Ketua tim pengembang GeNose, Kuwat Triyana dalam keterangan tertulis Humas UGM, Sabtu (26/12/2020).

Kuwat menyampaikan, setelah mengantongi izin edar dari Kemenkes tim akan melakukan penyerahan GeNose C19 hasil produksi massal batch pertama. Produksi pertama ini didanai oleh BIN dan Kemenristek/BRIN.

Ada 100 unit batch pertama yang akan didistribusikan. Diharapkan, dengan jumlah GeNose C19 yang masih terbatas ini dapat memberikan dampak maksimal.

"Dengan 100 unit batch pertama, kami berharap dapat melakukan 120 tes per alat atau atau totalnya 12 ribu orang sehari,"urainya.

Dijelaskannya, angka 120 tes per alat itu dari estimasi setiap tes membutuhkan 3 menit termasuk pengambilan nafas. Sehingga satu jam dapat mengetes 20 orang dan bila efektif alat bekerja selama 6 jam.

Harapan ini dapat diwujudkan, lanjutnya, bila distribusi GeNose C19 dilakukan tepat sasaran. Ia mencontohkan, seperti bandara, stasiun kereta, dan tempat keramaian lainnya termasuk di rumah sakit, termasuk ke BNPB yang dapat mobile mendekati suspect Covid-19. 

Namun, pada tahap ini, tidak memungkinkan pengadaan GeNose C19 untuk keperluan pribadi.

Diungkapkannya, GeNose C19 akan segera diproduksi massal. Tim berharap bila ada 1.000 unit kelak maka akan mampu mengetes sebanyak 120 ribu orang sehari,dan bila ada 10 ribu unit (sesuai target di akhir bulan Februari 2021) maka Indonesia akan menunjukkan jumlah tes Covid-19 per hari terbanyak di dunia yakni 1,2 juta orang per hari.

"Tentu, bukan hanya angka-angka seperti itu harapan kita semua, namun kemampuan mengetes sebanyak itu diharapkan akan menemukan orang-orang terinfeksi Covid-19 tanpa gejala (OTG) dan segera diambil tindakan isolasi atau perawatan sehingga rantai penyebaran Covid-19 dapat segera terputus," tuturnya.

Biaya tes GeNose C19 cukup murah

Alat pendeteksi Covid-19 GeNose C19 akan segera diproduksi massal setelah mendapatkan izin edar dari Kemenkes.

Ketua tim pengembang GeNose Kuwat Triyana mengatakan, biaya tes GeNose C19 cukup murah sekitar Rp 15-25 ribu.

Tak hanya murah, hasil tes juga sangat cepat yakni sekitar 2 menit serta tidak memerlukan reagen atau bahan kimia lainnya.

Pengambilan sampel tes berupa embusan napas juga dirasakan lebih nyaman dibanding usap atau swab.

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Paripurna, menambahkan dipasarkannya GeNose menunjukkan kontribusi UGM dalam turut menangani pandemi Covid-19.

Selain itu juga agar roda perekonomian tetap berjalan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Hal ini juga memperlihatkan berjalannya kemitraan dan kerja sama strategis antara universitas, pemerintah, industri dan masyarakat.

"Ini kerja bagus sekaligus perwujudan UGM Science Techno Park sebagai jembatan antara universitas dan industri serta tempat riset para dosen dan mahasiswa," ucapnya.

Pentingnya Vaksin

Saat ini, pemerintah di seluruh dunia tengah berfokus untuk menemukan vaksin Covid-19.

Lantas muncul pertanyaan, perlukah vaksin bagi mereka yang sudah pernah terinfeksi?

Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, pemberian vaksin Covid-19 nyatanya penting bagi semua orang.

Baca juga: Hasil Uji Vaksin Sinovac yang Bakal Digratiskan di Indonesia, Kata BPOM Soal Surat Izin Edar

Baca juga: Vaksin di Indonesia Digratiskan, Satgas Covid-19 Tak Ingin Buru-buru, Tunggu Kajian BPOM & MUI

Entah mereka yang belum pernah terinfeksi, atau pun yang sudah pernah dinyatakan positif.

Namun, ada beberapa kondisi yang membedakannya.

Pevita Pearce positif corona (Instagram)
Yakni kekebalan tubuh bagi mereka yang pernah terinfeksi terbilang lebih kuat dibanding yang belum.

Saat ini, Indonesia sendiri telah menyatakan akan membagikan vaksin Covid-19 secara gratis.

Kendati demikian, penggunaan vaksin Covid-19 di Indonesia masih menunggu izin dari BPOM dan MUI.

Mereka yang telah sembuh dari Covid-19 diketahui telah memiliki antibodi.

Apakah tetap perlu mendapatkan suntikan vaksin Covid-19?

Ternyata Perlu, ada potensi reinfeksi

Epidemiolog kandidat PhD dari Griffth Univeristy, Australia, Dicky Budiman mengatakan, orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan telah sembuh masih membutuhkan suntikan vaksin.

Alasannya, karena masih ada potensi reinfeksi virus corona.

"Jadi yang pernah terinfeksi pun itu perlu divaksinasi. Karena, pertama, data riset yang saat ini kita miliki membuktikan bahwa ada potensi reinfeksi," ujar Dicky, dikutip TribunMatara.com dari Kompas.com.

Menurut dia, mereka yang pernah terinfeksi memiliki kekebalan tubuh dari Covid-19 sesuai dengan tingkat keparahan yang dialami.

Donald Trump juga menjadi salah satu yang pernah positif corona. (AP/Julio Cortez, Tribunnews.com)
Semakin parah Covid-19 yang diderita seseorang, maka kemungkinan besar memiliki antibodi kekebalan tersebut.

Namun, jika pasien memiliki gejala ringan atau tidak bergejala (OTG), maka kekebalan tubuh yang dimiliki juga akan lemah.

Meski demikian, sistem kekebalan yang didapatkan pasien ini tidak berlangsung lama.

"Pasien yang terinfeksi itu pun membuktikan bahwa daya tahan ini yang timbul akibat reinfeksi tidak akan lama, sekitar 3 bulanan," ujar Dicky.

"Karena atas dasar itulah otomatis orang tersebut masih membutuhkan vaksin," lanjut dia.

Dicky mengatakan, program vaksinasi ini tidak dilihat dari faktor apakah seseorang pernah terinfeksi atau tidak.

Semua orang harus divaksinasi. Akan tetapi, yang menjadi pertimbangan bukan hanya masalah program vaksinasinya, tetapi ada program prakondisinya.

Ada Perbedaan dari Segi Kekebalan Tubuh

Dilansir dari Huffpost, 16 Desember 2020, seorang dokter penyakit menular di Yale Medicine, yang turut menguji vaksin Pfizer, Onyema Ogbuagu, meyakini bahwa orang yang baru terinfeksi virus corona mungkin tidak perlu segera disuntik vaksin.

Penelitian menemukan, antibodi penetral yang dihasilkan oleh infeksi alami di dalam tubuh masih bertahan.

Kekebalan ini setidaknya bertahan selama beberapa bulan.

ilustrasi penemuan vaksin corona (YouTube WGBH News)
Dalam kasus reinfeksi, infeksi kedua biasanya tidak terjadi 3-4 bulan setelah infeksi pertama.

"Ini cukup pasti, meskipun Anda tidak pernah dapat mengatakan dengan yakin, bahwa dalam beberapa bulan pertama setelah terinfeksi, risiko reinfeksi sangat rendah," ujar Ogbuagu.

Akan tetapi, kekebalan alami dari Covid-19 turun setelah beberapa bulan.

Selain itu, tingkat antibodi dari virus corona umum lainnya berkurang dengan cepat, dan hal yang sama bisa terjadi pada penyakit Covid-19.

“Orang mungkin akan dapat terinfeksi kembali berdasarkan antibodi yang semakin menurun, saat ia telah terinfeksi secara alami. Kami tidak tahu kapan waktunya, seperti seberapa cepat mereka rentan terhadap infeksi ulang," ujar profesor kedokteran di Divisi Penyakit Menular dan Mikrobiologi, Imunologi di Sekolah Kedokteran Geffen di UCLA, Otto Yang.

Para peneliti menduga, kekebalan yang diberikan oleh vaksin akan lebih kuat daripada kekebalan yang diperoleh karena pernah menderita suatu penyakit, termasuk Covid-19.

(Kompas.com/ Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma) (TribunMataram/ Salma)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kantongi Izin, Alat Pendeteksi Covid-19 GeNose dari UGM Siap Dipasarkan"

BACA JUGA Tribunnewsmaker.com dengan judul Alat Pendeteksi Covid-19 dari UGM Pertama yang Sukses Kantongi Izin Edar Kemenkes, Siap Diedarkan

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved