Upaya Kudeta di Tubuh Partai Demokrat
Dilema Jokowi Jika Tanggapi Moeldoko Kudeta AHY, Posisi 'Serba Salah', Opsi Pemecatan Mencuat
Sejumlah pengamat pun menilai aksi Moeldoko ini sudah mencoreng nama baik Istana.
Penulis: Salma Fenty | Editor: Salma Fenty Irlanda
Reporter : Salma Fenty
TRIBUNMATARAM.COM - Pengkhianatan yang dilakukan Moeldoko dengan mengkudeta posisi Ketua Umum Demokrat yang diduduki AHY belum ditanggapi Presiden Jokowi.
Jokowi dinilai sejumlah pihak tengah berada di posisi dilema dan 'serba salah'.
Moeldoko dianggap menyulitkan Jokowi hingga membuatnya tak berdaya.
Jokowi sendiri masih memilih bungkam terkait kudeta yang dilakukan Kepala Staf Presiden itu.
Sejumlah pengamat pun menilai aksi Moeldoko ini sudah mencoreng nama baik Istana.
Apalagi ia menjabat sebagai orang terdekat Presiden.
Tak pelak, opsi pemecatan kepada Moeldoko pun mencuat.
Setidaknya, evaluasi harus dilakukan Jokowi kepada mantan Panglima TNI era SBY tersebut.
Baca juga: Kenang Momen Selamati Moeldoko, Dipo Alam Kecewa Eks Panglima TNI Khianati SBY Kehormatan Pupus
Baca juga: Moeldoko Dinilai Sulitkan Jokowi dengan Kudeta AHY, Presiden Masih Diam Saja : Beban Istana
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai seharusnya Jokowi mengevaluasi Moeldoko terkait aksi politik yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut.
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Pangi juga mengatakan, Jokowi wajib memecat Moeldoko secara tak hormat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan."
"Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” ujar Pangi, Selasa (9/3/2021).
Pangi mengaku khawatir jika aksi pembajakan seperti yang dilakukan Moeldoko dibiarkan, bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya.
Hal ini tentu akan merusak sistem kepartaian yang menunjang demokrasi saat ini.
Lebih lanjut, Pangi menyarankan agar Jokowi menyatakan ketidakterlibatannya dalam aksi pembajakan yang dilakukan Moeldoko.

Jika Jokowi tetap diam, ujar Pangi, justru akan menguatkan dugaan keterlibatan Istana dalam konflik Demokrat.
Sebagai bentuk ketegasan Istana tak terlibat, Pangi menyebut pemerintah bisa menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak mengikuti aturan AD/ART partai.
Hal ini dilakukan sebagai tindakan pemerintah untuk meyakinkan tak adanya dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Demokrat.
“Pemerintah juga harus meyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam tayangan Mata Najwa terbaru, pengamat politik President University, Muhammad AS Hikam menganggap Moeldoko sudah membuat Jokowi dalam posisi serba salah hingga memilih diam.
Ia pun mengurai kemungkinan alasan Jokowi tetap diam soal isu kudeta ini.
Anggapan Hikam ini disampaikan saat awalnya ia ditanya soal sikap Jokowi yang terkesan diam atas terlibatnya Moeldoko dalam kudeta Partai Demokrat.
Baca juga: Moeldoko Hilang setelah Kudeta AHY, Kesibukannya Diungkap, Jawab Kemungkinan Nyapres 2024
Baca juga: Reaksi Pejabat Soal Moeldoko Jadi Ketum Demokrat Versi KLB: Jokowi Kaget, Yasonna Berjanji Objektif

Hikam mengatakan, sikap diam Jokowi bisa diartikan berbagai hal.
"Kalau saya melihat ada beberapa cara menginterpretasi ya diamnya Pak Jokowi ini."
"Diam karena memang tidak ingin disebut sebagai intervensi atau diam karena memang internal di dalam Istana juga terjadi pergesekan."
"Atau yang ketiga, diam karena memang tidak tahu, bagaimana yang harus dilakukan di dalam soal ini," beber Hikam.
Ia menambahkan, posisi Moeldoko yang saat ini merupakan bagian dari pemerintahan, membuat Jokowi sulit untuk tidak menciptakan reaksi publik bahwa dirinya tak tahu-menahu.
"Bagaimana pun yang namanya KSP Moeldoko itu adalah bagian dari Istana, bagian dari pemerintahan."
"Jadi susah sekali untuk tidak menciptakan satu reaksi publik yang nomor tiga tadi itu, seolah-olah Pak Jokowi tidak berdaya atau tidak tahu bagaimana harus menyikapi ini," terangnya.
Saat ditanya Najwa Shihab soal desakan sejumlah pihak yang meminta Moeldoko mundur dari jabatannya sebagai KSP, Hikam tak menjelaskan secara gamblang.
Namun, Hikam menilai posisi Moeldoko saat ini mempersulit Jokowi.
"Either way, tapi yang jelas posisi Pak Moeldoko yang masih tetap menjadi bagian dari Istana itu mempersulit Pak Jokowi," tegasnya.
Moeldoko 'Hilang'
Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB, Moeldoko 'hilang' dan belum menampakkan batang hidungnya sejak mengkudeta AHY.
Kesibukan Moeldoko pun akhirnya diungkapkan oleh rekannya yang juga Sekjen Partai Demokrat versi KLB, Jhoni Allen Marbun.
Moeldoko hingga kini belum memberikan pernyataannya kepada media terkait keikutsertaannya dalam KLB Demokrat di Sumatera Utara.
Padahal, dalam pernyataan sebelumnya, Moeldoko membantah terkait dengan isu kudeta di tubuh Partai Demokrat.

Ia mengaku hanyalah orang luar partai yang tak memiliki kewenangan untuk mencampuri masalah intern partai.
Namun, seolah menjilat ludahnya sendiri, Moeldoko terlihat hadir di KLB Partai Demokrat dan menyetujui dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Kini, setelah penetapannya sebagai Ketum Demokrat versi KLB, Moeldoko belum muncul untuk memberikan pernyataan.
Baca juga: Partai Demokrat Terancam Babak Belur Tak Bisa Ikut Pemilu 2024 Jika Tak Selesaikan Konflik Kudeta
Baca juga: Reaksi Pejabat Soal Moeldoko Jadi Ketum Demokrat Versi KLB: Jokowi Kaget, Yasonna Berjanji Objektif
Di mana Moeldoko berada?
Benarkah ia siap untuk maju sebagai calon presiden di 2024 mendatang?
Dikatakan Jhoni Allen, Moeldoko saat ini sedang memilih untuk mengutamakan kepentingan negara mengingat jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden.
"Begini, beliau mengutamakan kepentingan tugas kenegaraan itu ya," kata Jhoni di Menteng, Kamis (11/3/2021).
Jhoni mengatakan untuk saat ini, pihaknya tengah menyelesaikan persoalan yang terjadi, termasuk soal keabsahan KLB untuk diserahkan kepada Kemenkumham.
Dirinya enggan membicarakan posisi Demokrat ke depan, apakah akan bergabung ke pemerintah atau tetap menjadi oposisi.
Termasuk juga soal apakah Moeldoko akan diusung sebagai calon presiden 2024, Jhoni juga tak mengonfirmasi.
"Begini, kalau mau ke Bandung kita harus mampir dulu ke Bogor. Ini kan ke bogornya belum selesai," pungkasnya.
Sebelumnya, Jhoni Allen juga buka suara soal alasan mengapa Kongres Luar Biasa (KLB) jadi jalan terbaik bagi Demokrat.
Menurutnya, ada dinasti politik di Demokrat yang memegang kekuasaan tertinggi.
Dinasti tersebut yakni posisi ketum dan ketua majelis tinggi
"AHY mengangkat dan memberhentikan Dewan Pimpinan Pusat, mengangkat dan memberhentikan Dewan Pimpinan Daerah, mengangkat dan memberhentikan Dewan Pimpinan Cabang," kata Jhoni.
AHY, ditambahkan Jhoni, juga menentukan segala hal-hal yang strategis, kinerja, political will di dalam partai, di antaranya posisi waketum, sekjen dan seterusnya yang dinilainya sebagai pembantu ketu.
"Kedua, Ketua Majelis Tinggi, kewenangannya pertama membuat rancangan anggaran dasar anggaran rumah tangga yang disahkan dalam Kongres atau Kongres Luar Biasa, menentukan siapa calon ketua umum Pada kongres atau KLB," tambahnya

Dia pun menyinggung SBY yang selalu mengklaim sebagai Demokrat sejati, tetapi menurutnya justru demokrasi PD diamputasi SBY.
"SBY selalu mendengungkan keadilan, tetapi faktanya AD/ART Tahun 2020 ini adalah mengambil keadilan-keadilan hak-hak daripada kader Demokrat dari Sabang sampai Merauke, di mana hak untuk kedaulatannya diamputasi dalam pasal AD/ART itu, bahkan calon ketua umum menjadi kewenangan Ketua Majelis Tinggi," urai Jhoni.
Dilanjutkan Legislator Komisi V itu, adik AHY, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas juga memegang jabatan sebagai Ketua Fraksi Demokrat di Senayan.
"Mahkamah Partai yang menurut UU Parpol pasal 32 dia independen, hasilnya final. Ini tidak, hasilnya direkomendasi kepada Ketua Majelis Tinggi. Semuanya bermasalah dan melanggar UU," tutupnya. (TribunMataram.com/ Salma)
BACA JUGA di Tribunnewsmaker.com dengan judul Dugaan Dilema Jokowi Jika Tanggapi Moeldoko Kudeta AHY, Posisi 'Serba Salah', Opsi Pemecatan Mencuat