Hasil TWK 'Disembunyikan', Pegawai KPK Minta Sekjen Tak Ikuti Ingin Pimpinan yang Sewenang-wenang
Alhasil, semakin sulit bagi pegawai KPK yang tak lolos untuk mengetahui di mana letak kesalahan mereka hingga dianggap tak lolos.
TRIBUNMATARAM.COM - Polemik TWK KPK masih berbuntut panjang.
Total 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK KPK pun kini menuntut keadilan.
Pasalnya, hingga hari ini, hasil TWK KPK yang menyatakan mereka tak lolos tak pernah diberikan.
Bahkan, pihak pejabat P2K justru cenderung menyembunyikan hasil tes tersebut.
Alhasil, semakin sulit bagi pegawai KPK yang tak lolos untuk mengetahui di mana letak kesalahan mereka hingga dianggap tak lolos.
Kini, melalui Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hotman Tambunan, meminta Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa memberikan data dan informasi hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hotman melakukan permintaan ini kepada Sekjen KPK, karena permintaan datanya kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) KPK, tidak dipenuhi.
Baca juga: Jokowi Dianggap Penyebab TWK KPK Jadi Polemik , Pakar : Kalau Komitmen dengan Pidatonya, Mudah Kok
Baca juga: Jokowi Angkat Tangan Polemik TWK KPK, 75 Pegawai yang Tak Lolos Kini Gantungkan Harapan di MK
“Sampai hari ini telah melebihi waktu 7 hari kerja sejak pemberitahuan PPID pada tanggal 11 Juni 2021, kami belum mendapatkan data dan informasi tersebut atau setidaknya belum mendapatkan informasi bahwa data dan informasi tersebut sedang dikirimkan,” kata Hotman lewat keterangan tertulis, Jumat (25/6/2021).
Padahal, kata dia, sesuai aturan perundangan yang berlaku, permintaan atas hasil asesmen TWK diberikan pada 23 Juni 2021.
“Maka, mengacu kepada pasal 35 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, kami meminta Sekjen, untuk bertanggung jawab dan menyerahkan hasil asesmen TWK kepada pegawai,” jelas Hotman.
Menurut Hotman, penting bagi pegawai untuk mengetahui hasil tesnya masing-masing.
Dengan mengetahui hasil tesnya, maka pegawai bisa menjadikan hasil tersebut sebagai bahan untuk menindaklanjuti keputusan dan tindakan yang telah diambil oleh pimpinan.
Sekretaris Jenderal, kata Hotman, adalah penanggung jawab tertinggi tentang manajemen kepegawaian di KPK atas amanat presiden.
Sehingga sudah sepatutnya mengelola kepegawaian sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.
Sebab, pada akhirnya nanti masalah kepegawaian karena TWK ini akan bermuara di presiden.
“Jangan sampai nanti ada aduan di meja Presiden di mana Sekjen sebagai pejabat P2K malah melakukan perbuatan melawan hukum, hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan adalah mutlak milik pegawai yang bersangkutan. Dan sudah kebiasaan di KPK bahwa laporan hasil asesmen selalu diberikan kepada pegawai bahkan diberikan feedback pada pegawai berdasarkan hasil asesmen tersebut. Kenapa hasil asesmen TWK ini malah disembunyikan?” ia heran, dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Hasil TWK Belum Diberikan, Pegawai KPK Minta Sekjen Tak Ikuti Keinginan Pribadi Pimpinan
Menurutnya, data hasil asesmen bukanlah data rahasia bagi peserta karena data tersebut bukanlah hasil intelijen sebagaimana disebutkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana.
Data asesmen bukan juga data yang dikecualikan bagi peserta sebagaimana UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hotman mempertanyakan sikap Sekjen KPK yang sepertinya saat ini sudah tidak lagi menaati peraturan perundang-undangan.
Satu di antara aturan yang harus diikuti adalah adalah Transparansi sebagaimana pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Bekerjalah dan bertugaslah dengan tetap menjaga integritas dan mengikuti hati nurani untuk memberantas korupsi, bukan malah mengikuti keinginan pribadi pimpinan yang diduga sewenang-wenang,” tegas Hotman.
Jokowi Diminta Konsisten dengan Pidatonya
Keputusan Jokowi untuk lepas tangan dalam polemik Tes Wawasan Kebangsaan (KPK) yang merugikan 75 pegawainya masih memantik tanda tanya besar.
Sebagai pihak yang memiliki wewenang terbesar terhadap para PNS, Presiden Jokowi malah seolah 'menyerahkan' wewenang itu kepada pihak lain untuk mengurusinya.
Alhasil, hingga kini, polemik TWK KPK masih terus bergulir.
Padahal, di mata pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, seandainya Jokowi tegas dengan pidatonya yang menolak TWK KPK sebagai acuan mengukur kemampuan 75 pegawai KPK, maka masalah itu dapat segera selesai.
Feri menyebut bahwa sebenarnya polemik soal 75 pegawai KPK tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dapat diselesaikan dengan mudah jika Jokowii tidak lepas tangan.

Presiden Jokowi, menurut Feri, merupakan pimpinan tertinggi PNS yang memiliki kewenangan atas jabatan mereka.
Hal itu telah diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS.
Baca juga: Meski Jokowi Sebut TWK KPK Tak Bisa Jadi Dasar Pemberhentian, 51 Pegawai Tetap Dirumahkan, 24 Dibina
Baca juga: Jokowi Angkat Tangan Polemik TWK KPK, 75 Pegawai yang Tak Lolos Kini Gantungkan Harapan di MK
“Kalau presiden komitmen dengan pidatonya yang menyatakan bahwa tes TWK tidak boleh jadi alasan yang serta merta untuk memberhentikan ke-75 pegawai KPK, maka dia mudah kok, berdasarkan Pasal 3 PP No. 17 Manajemen PNS, Presiden itu adalah pimpinan tertinggi PNS yang memiliki kewenangan untuk mengangkat, memberhentikan dan memindahkan PNS,” jelas Feri dalam diskusi pada Sabtu (19/6/2021) yang digelar oleh Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY secara daring.
“Nah, kalau Presiden bisa mengangkat, memberhentikan, dan memindahkan PNS, dan pidato kemarin yang dia sampaikan soal 75 pegawai itu benar dari hati nuraninya, selesai ini kasus. Tinggal dilantik, kok, 75 pegawai,” tambah dia.
Bagi Feri, posisi Jokowi dalam polemik ini bagaikan sedang bermain sepak takraw: Begitu ada yang menendang bola, Jokowi smash bolanya.
Tetapi, ketika pihak lawan melakukan smash, Jokowi justru malah meminta orang lain menangkisnya.
“Orang sudah tahu siapa yang bertanggung jawab, siapa yang memiliki skenario. Tapi seolah-olah mau dibangun gimmick lugu dan tidak berdosa, padahal dosanya itu ada di dia,” kata Feri.
Berita tentang TWK KPK lainnya